Tujuh

339 42 0
                                    

5 Oktober, kediaman Jendral Besar AH Nasution.

“Astaga Kirana, kamu cantik sekali nduk!” ujar Bu Nas memuji.

Kirana nampak tersipu mendengar pujian istri jendral besar itu, Kirana kini sudah bersiap, ia menggunakan kebaya berwarna putih, tak lupa menyanggul rambut panjang nya yang lebat, gadis itu tampak cantik dengan polesan make up yang memberikan kesan natural.

Keluarga pak Nas sudah bersiap, kedua ajudan pak Nas telah menunggu di luar, terdapat dua mobil yang akan berangkat, mobil pertama diisi oleh Hamdan yang akan mengemudikan mobil, Pak Nas serta Bu Nas, sementara mobil kedua diisi oleh Pierre sebagai pengemudi, Yanti, Kirana dan Ade.

Perjalanan menuju Gelora Bung Karno terasa sangat canggung, hanya suara Ade yang mengisi perjalanan ini, tak ada yang bersuara.

“Kak Kirana, kakak dari belanda kan? itu artinya kakak bisa berbahasa Belanda bukan?” tanya gadis kecil yang tengah duduk di samping nya.

Kirana mengangguk menanggapi pertanyaan Ade, gadis itu termenung untuk beberapa saat, terlihat tengah memikirkan sesuatu.

“Apa kakak bisa berbahasa jawa?”

“Bisa dong, masa orang Jawa ga bisa bahasa Jawa.” jawab Kirana bersemangat.

“Wah! Keren ya, Ade kira kakak tidak bisa berbahasa jawa!” Mendengar pertanyaan itu Kirana lantas tertawa kecil.

Mobil yang mereka tumpangi sempat terjebak macet, Pierre yang melihat hal itu tak tinggal diam, ia segera bertindak dengan berganti profesi menjadi petugas lalu lintas dadakan, tak lama setelah Pierre turun ke jalan, mobil kembali melaju menuju Gelora Bung Karno dimana HUT ABRI dirayakan.

“Om Pierre hebat sekali!” puji Ade seraya mengacungkan jempol mungil nya.

Sementara Pierre yang melihat hal itu hanya terkekeh pelan.

Mobil kembali melaju ditengah keramaian kota Jakarta, suasana kembali sunyi, tak ada yang berbicara.

Kirana sesekali melirik keluar jendela, menatap pemandangan kota Jakarta tempo dulu yang sangat berbeda dengan kota Jakarta dimana ia tinggal, penuh polusi dan kemacetan.

Kota Jakarta yang disaksikan nya sekarang terlihat sangat lenggang, gedung gedung tua menyapa pengelihatannya.

Kota Jakarta yang disaksikan nya sekarang terlihat sangat lenggang, gedung gedung tua menyapa pengelihatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


“Mbak Kirana sama seperti om Pierre ya, penampilan nya saja londo, tapi fasih berbahasa Jawa.” celetuk Yanti.

Pierre yang mendengar nama nya disebut sontak melirik Yanti.

Emang muka gue mirip londo? perasaan juga masih muka muka orang lokal.

“Tidak juga, mbak bukan londo.

“Benar? Tapi mbak bisa berbahasa Belanda?” Yanti mulai mengeluarkan rentetan pertanyaan.

Our destiny | DropTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang