1

2.2K 126 14
                                    

"Aku? Kenapa harus aku?" Ujar seorang pemuda tinggi dengan wajah bengis—Kim Vicle.

"Itu perintah dari direktur! Tentu saja dia memilih dirimu! Kau dokter paling cemerlang disini!" ujar pria tinggi dengan lesung pipi—Kim Johan.

"Aku tidak mau mengajari seorang bayi manja!" ketus Kim sambil melirik ke arah pemuda manis yang berdiri di ambang pintu.

Johan mendekat, dan berbisik tepat di samping telinga Kim Vin.

"Hei! Apa kau gila! Dia anak direktur! Jaga sedikit sikapmu! Bajingan! Lagipula dia sangat manis, dia bisa jadi 'bawahanmu' kan?" bisik Johan, namun Kim hanya mendecih dan menaikan sebelah ujung bibirnya, melirik dengan tatapan sinis ke arah pemuda manis di ambang pintu. Sama sekali tidak peduli dengan godaan yang dikatakan Johan

"Aku sama sekali tidak takut dipecat dari rumah sakit ini. Aku bisa membuka praktek sendiri" jawab Kim dengan suara keras.

Pasalnya, Kim benci dengan keluarga konglomerat kaya raya yang seenaknya. Anak di ambang pintu itu juga begitu, dari wajahnya saja Kim sudah menebak kalau anak itu arogan. Lalu direktur ingin menitipkan anaknya pada Kim?

Anak yang berdiri dengan wajah datar di ambang pintu ruangan dokter itu bernama Jeon Jung Hwa, dia lulusan dokter luar negeri yang katanya memiliki nilai yang bagus. Tapi, Kim ragu dengan hal itu sebab, bisa saja Jeon membeli nilai dengan harta ayahnya yang melimpah ruah itu.

Jika dilihat-lihat, Jeon berperawakan mungil, berkulit putih dengan manik mata hijau, rambutnya berwarna hitam. Wajahnya terlampau manis untuk seukuran pria, apalagi dengan bibir mungilnya yang berkilau.

Tidak, dunia kedokteran itu terlalu serius untuk anak barbie konglomerat ini dan Kim sungguh tidak mau menyusahkan dirinya. Dia tidak mau membimbing anak manja, ingat itu.

"Johan, ngomong-ngomong aku ada urusan. Aku mau pergi dulu" Kim melengos dari ruangan itu dan melewati Jeon begitu saja.

"Kim! Hei!" Teriak Johan, namun dia nampaknya bergerak sangat cepat bagai menghindari sengatan lebah.

Tiba-tiba Jeon berlari dan meninggalkan ruangan itu juga, tentu untuk mengejar seniornya.

Di lorong rumah sakit yang lumayan sepi, Jeon berusaha mengikuti langkah panjang Kim yang cepat, sementara Jeon harus melangkah lebih cepat karena langkahnya tidak sepanjang seniornya.

Kim yang merasa diikuti merasakan kalau kepalanya pening, dia bisa saja menghempaskan tubuh mungil Jeon detik itu juga. Namun hal itu tidak bisa dia lakukan, tentu saja dia tidak mau masuk penjara.

Jadi, pria bengis itu hanya mengepalkan tangannya dan menoleh ke belakang dengan side eye super tajam yang pernah dimilikinya.

"Jangan.Ikuti.Aku" Kim mengucapkan kata satu persatu dengan penuh tekanan.

"Tidak, aku akan mengikutimu. Ayah bilang, aku harus banyak belajar darimu" jawab Jeon dengan nada datar.

Kim menghembuskan nafasnya, dia lantas berjalan cepat, meninggalkan Jeon di belakangnya.

"Tu-tunggu! Aku tidak hafal tempat ini! Jangan terlalu cepat!" ujar Jeon dengan nafas terengah, namun Kim tidak peduli. Dia bukan baby sitter.

"Ki-Kim! Aku ketinggalan" cicit Jeon dengan langkah yang tertatih, dia baru saja mendarat di Seoul, penerbangannya dari Amerika. Seharusnya dia perlu tidur sebentar, tapi ayahnya malah memerintahkannya langsung ke rumah sakit baru milik ayahnya yang tidak pernah dia datangi sebelumnya. Dan sialnya, dia memiliki senior yang burik akhlak.

Sementara, Kim melangkah ke tempatnya bertugas, meski dengan rasa gondok akibat tidak menyukai anak manja seperti Jeon. Kim terus melewati lorong-lorong bercabang yang akan dipahami oleh orang yang sering  keluar masuk rumah sakit ini.

BLACKBERRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang