Kasus.
Ya rumah sakit tempat Kim bekerja sebenarnya sedang diselimuti kasus yang menggemparkan Korea. Bagaimana tidak? Beberapa mayat yang ditaruh di ruang mayat tiba-tiba organnya menghilang. Ya, padahal mayat-mayat itu tidak pernah dilakukan operasi. Tentu saja anggota keluarga yang melihat jahitan-jahitan tak lazim di bagian tubuh tertentu menjadi murka. Mereka menuntut rumah sakit, mereka berasumsi bahwa rumah sakit telah mengambil organ mayat-mayat itu tanpa sepengetahuan keluarga tentunya.
Namun, pihak rumah sakit membantahnya. Dan bantahan itu mengacu pada tuntutan lain: keamanan rumah sakit yang rendah.
Hebohnya berita ini membuat Kim dan pegawai rumah sakit yang lain tentu saja tidak betah untuk bekerja. Penyelidikan dilakukan berulang-ulang oleh pihak berwajib, namun anehnya sama sekali tidak mendapat titik terang.
Satu persatu dokter, perawat sampai ke petugas kebersihan pun di wawancarai demi menemukan bukti. Semua cctv diperiksa, dan tidak ada keanehan. Bagaimana ini bisa terjadi?
Direktur yang kadang seminggu sekali datang ke rumah sakit, sejak kasus itu kedatangan direktur berubah menjadi setiap hari. Beliau datang dengan wajah kusut.
Pagi itu, Jeon dan Kim diminta untuk datang ke ruangan direktur.
"Sialan! Apa lagi? Aku sedang sibuk bekerja dan mengurus anak menyusahkan ini!" Sungut Kim sambil menempelkan ponselnya di telinga.
"Jangan marah padaku pak tua. Aku hanya menyampaikan perintah. Kau dan tuan muda Jeon diminta untuk ke ruangan direktur" jawab Johan sambil terkekeh pelan di seberang telepon.
Kim menghembuskan nafas kasar, banyak pasien yang harus dia periksa. Tapi dia bisa meminta dokter lain untuk menggantikannya. Bukan masalah sebenarnya. Tapi Kim hanya malas saja kalau harus berhadapan dengan orang tua yang hampir berusia 60 tahun itu.
Tanpa menjawab Johan lagi, Kim mematikan sambungan telepon dan melempar ponselnya ke atas meja, hingga bunyi berderak yang keras terdengar.
"Kau!" Teriak Kim, telunjuknya menunjuk ke arah pemuda manis yang berdiri di belakangnya.
"Apa kerjaanmu hanya mengikutiku saja! Bahkan kau tidak membantuku memasang infus sialan!" Teriak Kim, terlihat urat-urat lehernya keluar dan rahangnya mengeras. Namun, Jeon tetap berdiri dengan wajah datar tanpa memedulikan sumpah serapah yang dia terima sejak bersama dengan dokter seniornya itu.
Ditambah perintah untuk menemui direktur, hal itu membuat Kim muak. Pekerjaannya sudah banyak, ditambah mengasuh anak direktur—dimana Jeon tadi melakukan kesalahan-kesalahan yang hampir membunuh pasien, membuat Kim tiap detik menyemburkan kata tidak pantas dan kasar. Melewati semua itu, dia tidak akan segan untuk meledak jika tugas lain diberikan lagi padanya.
Kim melangkah mendekati Jeon, dokter senior itu berdiri menjulang di hadapan tubuh mungil Jeon, sehingga pemuda manis itu diharuskan untuk mendongak untuk menatap manik hitam yang berkilat murka.
"Kau, bisakah kau berguna sedikit? Tadi kau mengambil obat salah! Hampir menyuntik pasien dengan cairan salah! Memecahkan botol obat! Kau bajingan tengik! tolol! idiot!" Teriak Kim penuh bisa tepat di depan anak direkturnya ini. Dia sama sekali tidak takut jika memarahi anak ini, lagipula kesalahannya sungguh fatal.
Alih-alih meminta maaf atau menangis, Jeon tetap tenang dengan wajah datarnya, sama sekali tidak merasa bersalah. Anak itu hanya diam dan sedikit bicara, dan itu semakin membuat darah Kim mendidih.
Set!
Dokter senior itu mendorong kasar pundak ringkih milik Jeon, sehingga punggung pemuda manis itu berbenturan dengan tembok dingin di belakangnya, membuat Jeon meringis menahan ngilu.
"Nghh!" Jeon kesakitan ketika tiba-tiba Kim mencekik lehernya. Dalam posisi ini, jika Kim mengeluarkan seluruh kekuatannya, dia mungkin bisa meremukan leher pemuda manis yang selalu menyusahkan dirinya ini.
Sungguh, Kim perlu pelampiasan emosi, dan Jeon adalah sasaran empuk.
Sementara, Jeon meronta, memegang pergelangan tangan Kim, berusaha lepas dari cengkraman dokter seniornya yang lebih mirip seperti pembunuh berdarah dingin.
"Dengar anak manja! Setelah aku dan kau bertemu dengan ayahmu, jangan pernah ikuti aku! Aku akan menolakmu di depan ayahmu! Tidak sudi untuk menerima anak menyusahkan sepertimu!" ujar Kim dengan kedua alis yang menukik tajam.
Jeon tidak tau apa yang dikatakan Kim, pemuda manis itu mirip seperti ikan di darat—cengap-cengap, berusaha mengais udara.
Kim lantas melepaskan cekikannya, membuat Jeon terbatuk-batuk hingga wajahnya memerah.
Dokter bengis itu keluar dari ruangan dokternya, menuju ke ruang direktur. Sementara, Jeon menyusul di belakangnya sambil terbatuk-batuk dan memegangi lehernya yang masih ngilu. Mereka melewati lorong rumah sakit yang lumayan ramai, beberapa perawat dan dokter lain menyapa Kim, namun dokter senior itu mengangkat dagunya dengan wajah kaku. Catat, tidak ada yang suka berurusan dengan Kim di rumah sakit ini, kecuali Johan—teman karibnya yang sanggup menghindari pukulan Kim.
.......................
"Aku ingin supaya kalian menyelidiki kasus pencurian organ ini" ujar seorang pria tua dengan rambut putih, mata hijau dengan kacamata yang bertengger di tulang hidungnya.
"Tunggu pak, aku bukan polisi" jawab Kim tidak terima.
"Justru karena bukan polisi, polisi-polisi itu tidak menemukan hasil, jadi kita sebagai orang dalam harus berusaha mencari sebabnya.Dan aku percaya padamu" ujar sang direktur sambil melirik bergantian pada anaknya dan Kim
Kim memejamkan matanya.
"Tidak, aku tidak bisa menerima tugas ini. Aku juga tidak bisa lagi mengurus anakmu. Dia menyusahkan" jawabnya cepat.
"Baiklah, tapi aku akan melaporkanmu atas dasar bertindak semena-mena dan perusakan barang. Apa dokter yang baik akan mengamuk di ruang operasi dan merusak barang-barang hanya karena rekanmu salah menjahit luka operasi? Jaga emosimu bodoh" Perkataan direktur itu membuat Kim seketika membeku. Benar, dia memiliki sumbu kesabaran yang tipis, dan itu dijadikan senjata oleh pria tua ini?
"Kau mungkin dokter terbaik di rumah sakit ini, tapi dengan sikapmu, aku bisa dengan mudah memenjarakanmu" jawab direktur itu.
Jika itu terjadi, Kim akan memiliki riwayat memalukan di usianya yang hampir kepala empat.
Direktur itu tersenyum.
"Bawa anakku juga, ini misi kalian berdua. Kurasa itu saja yang ingin aku sampaikan, keluarlah dari tempat ini" ujar pria tua itu.
...................
"Berhenti mengikuti tolol! Apa kau mengerti bahasa manusia?" suara dalam dan dominan itu membuat beberapa orang yang berjalan di lorong rumah sakit memasang wajah pucat dan segera menjauh darisana. Namun tidak untuk Jeon, pemuda manis pendiam dengan wajah datarnya itu tidak bereaksi atas umpatan dan perilaku kasar yang melayang tepat di wajahnya.
Sejak tadi, Kim banyak sekali bicara tentang keburukan ayahnya, pekerjaannya, dan dirinya yang merepotkan. Tapi Jeon terlihat santai saja dan tetap teguh mengikuti dokter senior itu kemanapun.
Sepertinya Jeon memang tidak takut mati.
Kim berhenti, dan menoleh ke belakang.
"Pergi" katanya penuh bisa.
"Tidak" ujar Jeon datar.
"Apa?"
"Misi ini untuk kita berdua, kau jangan mencoba menyisihkanku. Teruslah marah, jantungmu akan memompa darah lebih cepat dan aku berharap jantungmu rusak dan kau cepat mati" jawab Jeon sambil melipat tangannya di depan dada.
"Apa kau bilang!?" Teriak Kim lalu menyambar leher kemeja Jeon.
Plak!
Namun sebuah tamparan mendarat di pipi Kim sebelum berhasil mencekik Jeon.
Kim mundur beberapa langkah seperti singa yang terluka.
"Kau—"
Tbc...
KAMU SEDANG MEMBACA
BLACKBERRY
RandomSatu yang Jeon tau, Kim-dokter seniornya itu galak. Ada sebuah misi yang mengharuskan Kim Vicle-dokter senior yang terkenal bengis, utk selalu bersama dgn Jeon-anak kaya yg selalu menyusahkan dirinya. Ingin sekali Kim meremukan tubuh mungilnya. Ta...