5

1.1K 102 16
                                    

"Lepas! Kim! Lepas!" sementara, Jeon berusaha untuk lepas dari jeratan seniornya, namun tentu sia-sia.

Mereka melewati lorong rumah sakit yang ramai, dimana orang-orang langsung memberikan jalan kepada Kim, dan memberikan tatapan iba pada Jeon yang terlihat meringis dan diseret begitu cepat.

Beberapa orang hanya berani berkasak-kusuk di belakang, mendiskusikan apa yang terjadi sebenarnya diantara dua dokter itu.

Ceklek!

Blam!

Pintu ruangan langsung ditutup—ditendang dengan kakinya.

Brug!

"Akh!" Jeon memekik ketika tubuh mungilnya didorong kasar hingga terjatuh di lantai yang dingin.

"KAU KENAPA SIH!" teriak pemuda mungil itu akhirnya.

Tak!

Kotak kue yang sedari tadi ada di tangan kanannya langsung dilempar ke lantai oleh Kim. Menyebabkan kotaknya pecah dan kue nya berhamburan di lantai.

Kim berdiri menjulang dihadapan Jeon sambil berkacak pinggang.

"Kenapa kau bicara dengannya?" ucap Kim.

"Hah?" ucapan itu yang keluar dari mulut Jeon.

"-memangnya kenapa? terserah padaku kan mau bicara dengan siapa?" lanjut pemuda mungil itu.

"Aku tidak suka!" Kim langsung menyambar kerah kemeja Jeon, memaksa pemuda mungil itu untuk berdiri lantas mendorong Jeon ke arah tembok dan memerangkap tubuh mungil itu.

"Akh! Sakit! lepaskan!" Jeon meronta, berusaha melepaskan tangan Kim yang memegang erat kerah kemejanya.

"Aku harus apa supaya kau bisa memaafkanku?" bisik Kim tepat di depan bibir tipis pemuda mungil itu.

Sementara, Jeon hanya terdiam. Kenapa sampai sebegininya Kim ingin meminta maaf padanya? Jeon kira, orang-orang macam Kim tidak akan repot-repot untuk minta maaf setelah melakukan kesalahan.

Mereka terdiam, saling bertatapan, hingga Jeon merasakan setiap hembusan nafas Kim menyapu wajahnya.

Jeon menarik nafas,

"Aku-emmptt" ucapan Jeon terpotong saat Kim tiba-tiba menyambar bibirnya.

Jeon mengerjapkan matanya sesaat memproses kalo ini benar-benar nyata.

Jantungnya berdegup sangat kencang ketika bibir tebal Kim menyapu bibirnya.

Jeon sempat terlena ketika Kim memperdalam ciumannya, tetapi pikirannya tesentak begitu saja ketika mengingat ini bukan tempat yang aman untuk berciuman!

Jeon mendorong bahu Kim, namun tidak bisa, Kim malah menahan kedua tangannya di atas kepala.

"Mhh......" Jeon berjengit ketika Kim mengigit bibirnya, lantas memeluknya kuat-kuat.

Ada apa ini?

Kenapa Kim tiba-tiba mencium dirinya? Bukankah Kim terlihat sangat marah tadi? Apa orang marah menyerang dengan ciuman?

"Mhh! Mhh!" Jeon menggeliat, dia mulai kehabisan nafas.

Kim yang menyadari akan hal itu segera melepas ciumannya, tidak berniat untuk terkena kasus akibat membunuh seseorang dengan cara menciumannya.

Jeon terlihat terengah-engah di dalam kungkungan Kim, sementara Kim terlihat santai saja.

"Kenapa kau menciumku brengsek!" desis Jeon.

"Karena aku ingin" jawab Kim.

Jeon segera mendorong dada pria itu kuat-kuat dan pergi darisana secepat mungkin—sebelum jantungnya meledak.

..............................

Sejak kejadian ciuman itu, Kim selalu mengikutinya kemanapun. Padahal Jeon selalu mengusirnya, namun giliran pria itu yang malah menempel padanya, biasanya Jeon yang menempel kan? Terbalik sekarang.

Jeon sedang berdiri di depan pintu toilet.

"Aku akan buang air kecil" ucap Jeon pelan.

"Aku tau" jawab suara berat di belakangnya.

Jeon menghela nafas kasar.

"Bisakah kau berhenti mengikutiku Kim?" kali ini nada tinggi digunakan oleh Jeon

"Tidak bisa berhenti" jawab Kim dengan wajah datar sambil melipat tangannya depan dada, seolah apa yang dia lakukan semuanya adalah benar.

"Demi tuhan! aku akan buang air!" Jeon meledak akhirnya.

"Buang air saja, aku kan menunggu di luar" jawab Kim.

Brak!

Dan sebuah tas menampar wajah Kim.

"Enyah kau!" teriak Jeon,

Blam!

Kemudian menutup pintu toilet.

Sementara, Kim mengusap wajahnya yang terasa  perih, lantas menatap ke arah pintu toilet yang tertutup sambil tersenyum.

Beberapa pria yang akan menggunakan toilet melihat kejadian itu, dan mereka menggeleng pelan dengan kelakuan yang mendadak absurd dari dokter senior ini

...................

Tengah malam, seperti biasa, setelah mereka memeriksa pasien dan Kim melakukan dua operasi, oh ya saat operasi itu Jeon hanya diam melihat. Tentu saja pemuda mungil itu belum dipercaya untuk melakukan operasi meski dia memiliki kemampuan itu.

Tengah malam bukannya pulang, mereka tetap berada di ruang dokter sambil melakukan pekerjaan mereka selanjutnya; menguak misteri hilangnya organ mayat-mayat itu. Jeon berjanji untuk tidak akan mengecewakan ayahnya, dan membuat ayahnya bangga.

Jeon menyeruput tehnya sambil melihat ke arah layar cctv di komputernya, sementara Kim tiba-tiba sudah tidur dengan posisi duduk di kursinya. Alih-alih fokus memperhatikan cctv, Jeon sekarang malah fokus melihat ke arah seniornya itu.

"Dia tidak seperti orang yang berusia 38 tahun" gumam Jeon,

Kim terlihat sangat kelelahan, ada bulu-bulu yang terlihat keras dan pendek tumbuh di atas bibir dan di dagunya. Rahangnya tegas, dan memiliki hidung besar mancung.

Kim terlihat sangat tampan ketika tidur. Maka-

Cup!

Jeon tidak tahan untuk tidak mencium bibir tipis Kim.

Kim menggeliat, kemudian Jeon menutup bibirnya dengan kedua tangannya. Dia benar-benar tidak sengaja! Refleks!

'Apa yang aku lakukan brengsek!' teriak Jeon dalam hati.

Kim kemudian membuka matanya.

Deg.

'Dia bangun!' Teriak Jeon heboh dalam hatinya,

Dokter bengis itu lantas melirik ke arah Jeon yang masih menutup mulutnya dengan kedua tangannya dengan wajah yang memucat.

"Kau menciumku tanpa ijin?" ujar Kim dengan suara serak dan wajah tertekuknya—aura gelap juga mengelilingi tubuhnya.







Tbc....

BLACKBERRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang