4

1.1K 110 17
                                    

Jeon terbangun, namun dia sadar, dia tidak terbangun di sofa melainkan di sebuah ranjang empuk dengan aroma rokok yang pekak.

Pemuda mungil itu melihat ke sekitarnya, dan dia sadar kalau dia berada di kamar Kim. Bukankah kemarin dia tidur di sofa?

Jeon terbangun dengan buru-buru karena merasa tempat ini bukan tempat yang baik untuk tidur, walaupun kepalanya masih pusing.

Dia berjalan sempoyongan, membuka pintu kamar dan mendapati apartemen ini sepi.

Dia berjalan lagi-

Prang!

Dan sebuah guci tidak sengaja dia senggol, menyebabkan Kim keluar dari dapur. Wajahnya tampak begitu murka ketika melihat guci kesayangannya yang pecah.

"Aku akan menggantinya" ujar Jeon cepat.

"Kau pikir kau bisa menggantikannya? Aku memesan guci itu khusus dari pengerajin jepang. Aku menunggu selama satu tahun dan kau menghancurkannya dalam sedetik. Kenapa kau selalu menyusahkanku hah?" ujar Kim

"-dasar jalang" lanjut Kim.

Deg

Mereka saling bertatapan, kali ini Kim tidak menemukan wajah datar yang biasa Jeon pakai, melainkan manik hijau pemuda mungil itu berkilat tajam, dalam dan mencekam. Mendadak Jeon berubah menjadi orang lain auranya asing dan mengintimidasi.

Kim tau kalau dirinya sudah keterlaluan sampai mengatainya 'jalang'. Berterimakasilah pada pengontrolan emosi Kim yang sangat buruk. Mendadak rasa bersalah menjalari dada dokter senior itu. Ya, Jeon memang memecahkan guci, tapi sampai mengatainya 'jalang' itu terlalu berlebihan. Mendadak amarahnya menyurusut

Kim memejamkan matanya dan menghela nafas pelan, dia berjalan mendekat ke arah Jeon yang masih memasang tatapan tajam dan menyeramkan.

"Aku minta maaf, aku tidak seharusnya mengatakan itu, kau boleh marah" ujar Kim.

..............

"Wah, bukannya dia dokter spesialis penyakit dalam?" Tuan direktur melihat foto-foto dan rekaman cctv yang diberikan oleh Kim, sementara Jeon disampingnya hanya duduk diam. Ayahnya bahkan tidak khawatir dengan luka di bibirnya—memangnya kapan ayahnya pernah khawatir padanya? pria tua itu malah bertepuk tangan ketika mendengar cerita  Kim tentang perkelahian di parkir itu.

Setelah mereka laporan, mereka kembali bekerja untuk memeriksa pasien-pasien.

Kali ini, Jeon terlihat cekatan memeriksa pasien seperti dokter pada umumnya. Dia juga tidak memberikan obat yang salah pada pasiennya, tapi Kim selalu memantaunya. Jeon terlihat telaten dan cepat, tidak seperti pertama kali dia kesini. Anak ini cepat belajar.

Mereka sudah selesai memeriksa pasien.

Dari insiden guci pecah itu, Jeon yang pendiam semakin menjadi pendiam.

"Udara hari ini sangat panas, kau mau minum?" tanya Kim, namun tidak mendapat jawaban.

"Bibirmu harus diobati" ujar Kim kembali, namun perkataannya diabaikan begitu saja, dia seperti orang gila yang bicara sendiri sejak tadi pagi.

Jeon berjalan semakin cepat, dan kali ini Kim yang mengekorinya.

"Jeon...aku minta maaf. Hei..." berkali-kali Kim ingin meraih tangan pucat Jeon, namun pemuda mungil itu selalu menghindar. Mereka berjalan di lorong rumah sakit yang banyak orang lalu lalang, Kim persis seperti merayu kekasihnya yang sedang ngambek dan itu membuat heboh satu rumah sakit.

Seorang Kim Vicle yang bengis itu terdengar minta maaf dan berusaha mengejar Jeon yang terlihat dingin dan tak tersentuh. Bisik-bisik gosip mulai menyebar subur di rumah sakit itu tentang mereka.

BLACKBERRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang