19. backstage

308 17 0
                                    

"Phu," panggil seseorang yang sedang bermain gitar di sofa seberang. Tak ada respon apapun dari yang disebutkan namanya, sehingga ia melanjutkan lebih detail alasan kenapa mengucap panggilan. "Lu kenapa? Diem aja dari tadi."

"Gapapa, Perth." Yang ditanya menjawab singkat. Tanpa menoleh pada yang mengajaknya bicara, Phuwin menggelengkan kepala. Fokus pandangannya tertuju pada layar ponsel di genggaman, menampilkan ruang cakap online antara dirinya dengan sang kekasih yang sekarang entah ke mana.

Ya, benar. Kalian tak salah baca. Hingga kini Phuwin dan band pengiringnya berada di backstage dengan segala keriuhan di luar ruangan, dan beberapa waktu lagi mereka akan naik ke atas panggung, Nara belum juga terlihat batang hidungnya. Mungkin lebih tepatnya, bukan secara fisik. Itu memang begitu diharapkan, meskipun Phuwin tahu harapan itu tak mungkin. Tapi lebih ke arah, bagaimana Nara tak memberi kabar apapun sejak semalam mereka bercakap tenang dan saling mengucap mimpi indah.

Phuwin merasa tak menemukan alasan untuk Nara bertindak sedemikian cuek hari ini. Maka tak heran, lelaki itu sekarang nampak lesu seperti tak pernah makan seminggu. Diam saja tak bersuara, padahal biasanya waktu-waktu sebelum tampil ia gunakan untuk berkonsentrasi atau minimal bermeditasi demi kelancaran penampilan. Jam digital di ponsel Phuwin menunjukkan waktu sudah semakin sore. Setengah jam lagi, ia dan band pengiringnya akan naik ke atas panggung dan menyapa para penonton dengan karya-karya hebat mereka. Lagi-lagi terkait Nara, biasanya di waktu seperti ini lelaki itu juga akan memberi dukungan moral berupa apapun, tak peduli sedang sibuk atau tidak.

Tapi sayang, Nara tak begitu hari ini, dan Phuwin merasa janggal dengan tindakannya yang kelewat aneh. Lelaki itu mulai curiga, apakah dirinya telah melakukan kesalahan besar sebelumnya? Pernahkah dirinya berucap sesuatu yang sekiranya menyakiti diri sang kekasih? Phuwin mengingat-ingat malam sebelumnya, dan tak sekelibat pun muncul di pikiran kalau mereka bercakap-cakap yang memicu ucapan-ucapan tak diinginkan. Apakah mungkin jika Nara marah hanya karena Phuwin begitu menginginkan kekasihnya datang ke Sydney? Ah, rasanya tidak juga. Sebab nyatanya, Phuwin tak terang-terangan pula mengakui pengharapan itu di depan sang kekasih.

Tanpa disadari, kening sang penyanyi itu semakin berkerut dengan pikiran yang juga semakin kusut layaknya earphone berkabel. Dan penampakan ini disadari oleh salah satu anggota band-nya yang lain sebab setelah ini, lelaki lebih muda itu ikut memberi respon atas keterdiaman sang vokalis utama yang begitu janggalnya. "Cerita ajalah, Kak. Daripada muka lo makin kusut pas tampil nanti."

Ucapan Gemini barusan mendapat pandangan tajam dari Perth yang kemudian juga dijawab dengan tatapan salah-gue-apa dari lelaki lebih muda itu. Phuwin menyadarinya, tapi tak menggubris sebab percuma saja mereka berlagak sedemikian rupa, ia akan tahu kalau merekalah pasti yang paling curiga dengan gelagatnya saat ini sebab tak sedang disibukkan oleh apapun. Sangat berbeda dengan satu anggota lainnya yang nampak serius bergumam nada lagu sambil memejamkan mata, Ford. Kedua telinganya tersumbat earphone kesayangan yang selalu digunakan untuk refleksi diri setiap kali sebelum penampilan dimulai.

"Mungkin... karena Kak Pond gak dateng?"

Tiba-tiba, datanglah suara yang menyahut dari arah paling dekat. Ruang kosong di sofa yang diduduki Phuwin terasa berguncang. Dan reflek tentunya, sang vokalis otomatis menoleh, melihat siapa yang mendadak datang tanpa diundang; duduk berdempetan bahkan pundak lelaki itu ikut menyenggol jahil pundaknya yang berlapis jaket kulit hitam. Rupanya adalah Fourth, baru saja keluar dari dressing room di sudut ruangan tunggu. Berucap demikian sambil mengunyah keripik kentang yang menurutnya sangat menggiurkan, terlihat dari cara ia menyantapnya.

"Anak kecil diem aja deh," sahut Phuwin kemudian menepuk pelan lutut Fourth yang langsung dibalas dengan wajah penuh cemberut. Kedua matanya kali ini berpindah ke arah dua orang di sisi seberang ruangan, Perth dan Ford, lalu tersenyum tipis. Berusaha mensugesti mereka. "Gue gak papa kok, tenang aja. Nara juga udah bilang dari kapan hari kalau dia gak bisa datang."

"Yah..." Reaksi Fourth membuat semua orang di dalam ruangan menoleh. "Padahal hari ini spesial gak sih?"

Kecanggungan yang sempat hadir beberapa saat lalu, telah kembali menjelma rupa yang baru dan lebih melunjak dari sebelumnya. Phuwin langsung menyadarinya karena suasana terasa hening tiba-tiba. Sebuah keheningan yang aneh sebab semua orang nampak tak ingin bicara lebih lanjut. Lelaki vokalis itu pun melirik ke arah teman-temannya dan menemukan berbagai macam ekspresi yang ditampilkan wajah mereka. Dan tentu Phuwin menemukan yang paling menonjol, yaitu Gemini. Karena lelaki lebih muda itu dalam sepersekian detik sempat mengangkat salah satu jarinya kemudian diletakkan di depan bibir, menyuruh Fourth diam agar tak berkata lebih lanjut.

Sedangkan untuk Ford dan Perth mereka terlihat biasa saja, setidaknya masih dalam takaran normal. Hanya saja, lelaki keyboardist itu sempat mencopot earphone dari telinganya, sehingga sekarang jauh lebih peka dengan atmosfer yang sedang menyelimuti mereka. Tatapan Ford bertemu dengan Perth, lantas keduanya seakan bicara tanpa suara. Meskipun kemudian sesaat setelah keheningan itu perlahan menyusut, sang lead guitarist mulai memetik senar dengan melodi lambat-lambat. Berusaha menghilangkan akibat dari celetukan Fourth yang berdampak begitu masif.

"Spesial dalam artian... bisa manggung di luar Indonesia lagi setelah sekian lama." Fourth sedikit gelagapan menjelaskan apa yang dimaksudnya, meskipun bukan artian sebenarnya. Tapi teman-teman lain merasa, setidaknya lelaki paling muda itu melakukan sesuatu untuk menggiring Phuwin keluar dari konteks sesungguhnya. Seakan paham apa yang sedang dilakukan Fourth, Perth ikut membantu pula dengan sengaja terbatuk-batuk sambil menganggukkan kepala. Ford yang sejak tadi menyimak keadaan pun akhirnya menghela nafas tapi tetap berusaha untuk tak memperlihatkannya secara gamblang. "—Eh, eh. Kak Perth, ini minum dulu."

"Thanks, Fourth." Perth menangkap sebotol air putih kemasan yang dilemparkan (dan tentu sebagai anak baik-baik, Fourth mengucap maaf terlebih dulu kepada yang lebih tua) dari posisi cukup jauh karena kardus minuman itu tak dekat dengan sofa yang sedang diduduki. "Bener kata dia, Phu. Terakhir kita perform di luar negeri waktu ke Jepang dua tahun lalu. Time flies so fast."

"Ah ya, inget gue. Waktu itu momennya juga pas kan waktu kita ke sana? Bunga sakura lagi mekar-mekarnya. Aduh, jadi kangen..." celetuk Ford sambil menegakkan punggung. Kedua matanya berbinar memancarkan euforia serta nostalgia. Pikiran pun ikut melayang-layang, dan tak lama kemudian terjadi percakapan di antara dirinya dan kedua anggota lain. Membahas bagaimana saat-saat performance waktu itu adalah salah satu momen tak terlupakan sebab mereka satu-satunya band dari asia tenggara yang bisa tampil di Summer Sonic Festival.

Phuwin yang sedari tadi diam, tetap tak bicara apapun. Masih menjadi pendengar yang baik. Sesekali tersenyum, sesekali tertawa pula, terkadang menyahuti sesuatu yang menarik perhatian, tapi masih lebih banyak menjadi penyimak. Sebab sebenarnya Phuwin tahu kalau teman-temannya itu peduli akan perasaannya. Pemikiran positifnya berkata kalau mungkin inilah cara mereka menghibur lelaki itu supaya melupakan fakta kalau sang kekasih tak bisa hadir di penampilan perdananya setelah vakum tak keluar negeri beberapa tahun. Mungkin mereka paham, kehadiran Nara merupakan salah satu yang krusial sebab lelaki itu adalah pendukung nomor satu di balik layar sang vokalis.

Sayangnya, seperti yang diduga Phuwin, teman-temannya itu salah kaprah dan salah interpretasi dari gelagatnya yang murung. Bukan karena eksistensi Nara, tapi juga ucapan ulang tahun yang seakan takkan pernah terucap dari seluruh bibir orang yang dikenalnya. Entah lah, seharusnya Phuwin tak merasa begini. Lemah, lebay, berlebihan, dan diri lelaki itu juga bertanya-tanya, masa hanya karena tak diucapkan saja langsung badmood tak karuan? Betapa dramanya perasaan Phuwin hari ini. Bingung sendiri karena mau dicari jalan keluarnya juga tak bisa. Konser sudah ada di depan mata, dan mau tak mau Phuwin harus menelan baik-baik rasa enggannya. Berusaha tersenyum lebar, meskipun hati sedang tak baik-baik saja.

SWEETENER • pondphuwin ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang