Tempat peralatan sanggar
"Kenapa dia?" Naya melangkah hendak mengikuti Yanuar, namun suara Durga membuat langkahnya terhenti.
"Bagus, lukisan rubuh dan aku ditinggalkan, Naya, setidaknya bantu aku menutupi lukisan ini lagi." Dengan kesal Durga meraih kain Panjang yang tergeletak di lantai. Naya menghela nafas, gadis itu memilih membantu durga sebelum menyusul Yanuar.
Setelah tertutupi seperti awal, Durga tersenyum tegil, "Kau sebenarnya suka Yanuar, kan?" godanya.
Naya merengut, ia bertolak pinggang. "Memangnya kalau aku suka tidak boleh?"
***
Yanuar bergerak gelisah, mencari sebuah buku sketsa yang ia buat selama beberapa tahun. Saat ia memandang lukisan itu, dan mengingat salah satu mimpi alam tidurnya, ia jadi agak yakin jika itu kanlah mimpi biasa.
Setelah membuka beberapa peti yang menyimpan baju pentas dan wayang-wayangnya, Yanuar akhirnya menemukan buku usang, kertasnya menguning karena di simpan terlalu lama serta banyak goretan pensil itu. Ia mulai embuka halaman pertama yaitu sketsa seseorang yang sedang menatap pantai. Itu adalah dirinya yang berusia 9 tahun, di sana terdapat sebuah kapal besar yang ia hitamkan, lalu di halaman berikutnya adalah seorang gadis dengan rambut panjang sedang tersenyum sambil memiringkan kepalanya. Setelah itu, di halaman berikutnya gambar Yanuar semakin abstrak dan terlihat menyeramkan dengan goresan kasar dan tajam.
Tangan Yanuar berhenti di halaman kesekian, ia menatap sketsa yang ia gambar, seorang pria yang sedang duduk di Bawah pohon sambal memainkan wayang kulit dan seorang pria sedang menggendong Wanita yang di penuhi dengan darah. Tubuh Yanuar seketika tegang. Ia melihat pojok kertas yang terdapat tanggal sketsa itu dibuat, ternyata 2 bulan lalu. Yanuar menghela nafas, ia melangkah menuju jendela sambal membawa buku tersebuut, menatap bangunan antik dan beberapa saung yang kosong di depannya.
"Jika pria itu aku, lalu siapa wanita itu, dan aku harus apa?"
Terbesit keinginan Yanuar untuk keluar dari sanggar, mencari di mana desa yang terbantai dan gadis dalam gendongannya itu, apabila memang mimpinya adalah sebuah potongan dari masa depan. Tetapi, meninggalkan sanggar, Abah Cakra, dan Naya adalah suatu ide yang cukup sulit direalisasikan. Abah Cakra sudah sepuh, usianya tidak muda lagi, dan Naya, gadis itu masih kecil, walaupun sudah cukup umur, kelak ia akan ikut suaminya, lalu siapa yang akan mengelola sanggar ini?
Sanggar yang telah menjadi rumah saat ia tidak memiliki siapapun, bukankah Yanuar harus mengabdi sebagai bentuk balas budi?
"Kang Mas, sudah tidur?" Naya membuka pintu kamar Yanuar sedikit.
"Belum, masuk saja, Nay." Yanuar meletakkan bukunya di atas meja. Ia melihat Naya mendekat lalu duduk di Batasan jendela.
"Aku pikir kamu memikirkan sesuatu Setelah tiba tiba perrgi dari ruang koleksi." Naya menatap wajah Yanuar.
"Tidak, aku hanya tiba-tiba saja merasa Lelah." Yanuar mengusap leher belakangnya sambil meringis malu.
"Kang Mas, kita sudah bersama hampir dua belas tahun, aku tau gelagatmu saat seddang gusar. Ceritakan padaku, ada masalah apa?" ucap Naya sambil menunjukkan binar penuh minat.
Yanuar menatap Naya lalu ikut duduk di sebelahnya, jendela ini cukup luas hingga bisa ditempati dua orang itu, "Nay, entah kenapa sebenarnya aku ini merasa jika aku ada hubungannya dengan para petinggi negeri ini. Apa mungkin orang tuaku sebenarnya adalah seseorang yang berpengaruh?"
"Maksud Kang Mas orang tua Kang Mas aadalah gubernur?"
"Bukan, tapi mungkin bisa jadi, apakah ini saatnya aku mencari tahu siapa keluargaku?"
Naya berpikir sejenak, "Maksudnya Kang Mas ingin pergi meninggalkan sanggar?"
Yanuar mengangguk, "Kamu bisa bantu aku?"
Tatapan Naya menggelap, "Kita sudah membicarakan ini kemarin, tapi bagaimana jika di luaran sana kenyataannya tidak sesuai bayangan Kang Mas? Atau bahkan bukan suatu hal yang baik?"
Tatapan itu... Entah kenapa Yanuar merasa Naya tau sesuatu?"
"Maksudmu?"
"Cari tahu bagaimana kehidupan diluar, aku dan abah akan menimbang keinginan akang jika akang memang sudah suap dengan dunia luar." ucap Naya, gadis itu melangkah pergi meninggalkan Yanuar yang masih terlihat bingung. Pria itu Kembali menatap keluar jendela. Dan ia baru sadar, jika ada sebuah perisai gaib yang melingkupi sanggar tersebut.
Mata Yanuar mengerjab, ia ingin memastikan apa yang dilihatnya, namun tatapannya terpaku pada sosok hitam yang memperhatikannya dari jauh lalu melesat pergi.
*
Sementara di tempat lain...
"Katakan padaku! Di mana kamu menyembunyikan keturunan dukun terakhir yang darahnya tergadai itu, Pria Tua!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kisah Negeri Manunggal Spin-Off: Pendekar Bayangan
Ficción GeneralSeharusnya, malam itu Yanuar mengikuti kata Naya untuk tidak pergi dari sanggar. Ia masih sangat begitu pengecut untuk menghadapi dunia luar yang sangat menyeramkan. Tapi, jika ia tidak pergi, ia tidak akan tau apa yang terjadi pada dirinya di masa...