3. Nomor Telepon Orang Penting

304 97 18
                                    

Alka dipulangkan setelah dua hari mendapatkan perawatan inap di rumah sakit. Mungkin karena dokter penyakit dalam yang menanganinya merasa jika luka di lambung Alka yang disebabkan oleh konsumsi obat berlebihan dan proses medis dalam mengeluarkan obat-obatan tersebut sudah sembuh, atau memang mereka merasa permasalahan utama pelaku percobaan mengakhiri hidup adalah di mental, bukan fisik. Meski begitu, ia mendapat rujukan ke poli psikiatri untuk diperiksa lebih lanjut mengenai penyebab ia melakukan tindakan tersebut.  Penyakit yang disebabkan akibat sengaja menyakiti diri sendiri sayangnya tidak ditanggung oleh BPJS, jadi Arshi harus membayar kamar dan melunasi biaya lain sebelum Alka pulang. Anak itu sendiri sudah mau bicara dengan kakak dan bundanya, asalkan mereka tidak membahas tentang kejadian malam itu, meski ia sesekali memberikan petunjuk lewat ucapan satirnya.

Mas Arfi menawarkan diri untuk mengantar mereka berdua ke rumah dengan mobil milik Mbak Tissa, istri Mas Arfi. Tetapi, mereka harus menunggu hingga imunisasi Agni selesai. Bayi berumur sembilan bulan itu akan mendapatkan imunisasi campak, sehingga rute yang Mas Arfi dan keluarga kecilnya tempuh searah dengan Arshi dan Alka. Padahal bisa saja Agni mendapat imunisasi di puskesmas, tetapi karena ia lahir di RSU dan telah memiliki dokter langganan, jadi ia diimunisasikan di sini.

Sambil menunggu Mas Arfi dan Mbak Tissa menyelesaikan urusan di poli anak, Alka dan Arshi berdiri berdua di pintu keluar rumah sakit, dengan barang bawaan mereka yang sebanyak dua ransel penuh serta satu tas spunbond jinjing. Penampilan mereka lebih mirip orang yang hendak mudik ke desa ketimbang baru pulang dari rumah sakit.

“Kamu mau dicarikan tempat duduk?” tanya Arshi pada Alka, karena adiknya itu masih terlihat pucat. Alka menggeleng. “Capek berdiri, nggak? Mau minum?”

“Aku cuma depresi, bukan stroke,” gurau Alka, meski sama sekali tidak terdengar lucu bagi Arshi, sehingga ia menyibukkan diri mencari topik obrolan lain yang lebih aman dibahas.

“Mas Arfi bilang Agni udah di dalam, lagi tindakan. Dia sendiri nunggu di luar, nggak boleh masuk biar ruangannya nggak sesak karena kebanyakan orang,” ucap Arshi sambil membaca pesan yang baru diterimanya dari sang kakak. “Habis dari sini mau makan apa? Kita bisa mampir Gacoan atau mana gitu, kesukaan kamu. Mungkin mau Bakso Aci Akang?”
Alka menggeleng, “Aku pengen es krim.”
“Oke, nanti sampai rumah aku pesan Mixue di O-jek aja ya, soalnya kita nggak searah sama jalan pulang.”
Percakapan di antara mereka berakhir secepat itu dimulai. Suasana antara keduanya menjadi kembali canggung. Padahal, biasanya Arshi bisa ngobrol bebas dengan Alka tanpa membatasi diri. Tetapi, setelah mengetahui keinginan Alka yang terpendam tetapi tidak kesampaian meski tampak jelas jika kejadian tersebut sudah direncanakan dengan baik, Arshi jadi tidak yakin jika ia cukup mengenal adiknya selama ini.

“Biasa aja sama aku, Mbak,” ucap Alka seolah bisa membaca ruang antara mereka yang tidak tersampaikan. “Aku juga udah kapok, nggak bakal diulang lagi. Perut dipompa tuh rasanya nggak enak.”

Arshi tidak bisa menahan diri untuk tidak mencubit lengan Alka kuat-kuat. Rasanya, segala rasa marah pada sang adik yang dulu tertutupi oleh kekhawatiran, cemas, dan takut, kini sirna sudah. Alka hanya meringis ketika dihajar oleh sang kakak. Ia tahu Arshi tidak sungguh-sungguh ingin melukainya, sebab cubitan itu tidak terasa lebih sakit dibandingkan saat meregang nyawa di lantai kamar yang dingin.

“Lain kali jangan gitu,” omel Arshi di sela-sela cubitannya ke lengan Alka. “Jangan tinggalin Mbak Arshi sama Bunda sendirian aja. Nanti kalau kami berantem, siapa yang mau jadi penengah kalau bukan kamu?”

Alka terkekeh lirih mendengar gerutuan Arshi. Bunda mungkin sudah berusaha keras menjadi orang tua tunggal yang baik bagi ketiga anaknya. Namun, tidak bisa dipungkiri jika perlakuan Bunda sedikit berbeda pada masing-masing orang. Mas Arfi, karena dia anak laki-laki pertama dan memiliki pekerjaan bagus di bidang akuntansi, merupakan anak kebanggaan Bunda. Ke mana beliau pergi, sanjungannya pada Mas Arfi tak pernah lepas. Terhadap Alka, Bunda sangat sayang dan memperlakukannya seperti bayi, meski dia sudah remaja sekarang. Yang terakhir Arshi, adalah musuh bebuyutan Bunda. Mungkin karena banyak orang bilang wajah Arshi mirip Bapak, jadi setiap kali Bunda melihat wajah Arshi, beliau seketika teringat pada segala rasa marahnya pada Bapak. Atau memang karena mereka sering sekali berbeda pendapat dalam banyak hal.

Breadcrumbing #NANOWRIMO 2023Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang