Chapter 1

630 26 0
                                    

Test Kesuburan






Hari pernikahan ke enam tahun, tepatnya, hari memuncak Gibran sama sekali tidak ada menunjukkan kebahagiaan. Tidak ada hadiah, liburan, perayaan, apalagi beraroma romantis. Pasangan itu justru bersama-sama menghadiri jadwal pergi ke rumah sakit. Bukan sakit ataupun hamil, melainkan sesuatu yang lebih serius.

Hal ini ada sangkut-pautnya dengan keluarga besar. Gibran yang juga sudah geram merasa tersinggung karena mereka saling menyalahkan, bermaksud menuntaskan desakan mereka dari hasrat penasaran.

Begitupun istrinya, Bening Laverara. Dokter memeriksa kesuburan mereka sangat teliti. Terhitung mulai dari satu Minggu kemarin bahwa Bening terus-menerus mendesak Gibran dengan suatu pembahasan penyebab keharmonisan mereka perlahan pudar, tentang sesuatu kejemuan yang tidak pasti akan pernah berakhir.

Gibran sedari tadi diam mencoba tenang tidak merespons hanya tangannya meremas kuat setir mobil, rahangnya terkatup tanda belum saatnya meladeni sang istri. Bisa saja membekap kasar mulut cerocos istrinya begitu berisik melebihi suara bising klakson kendaraan selagi padat jalanan sangat mengganggu pendengaran. Hanya saja sekarang Gibran terlanjur lelah ingin menambah perdebatan malah bisa semakin runyam.

Inilah hasil yang Bening inginkan.

Begitu juga Gibran, kecewa merasa ini seperti kutukan untuknya. Mereka sebagai suami-istri sama-sama saling menunggu keturunan. Terutama si istri yang lebih gencar menanti-nantikan daripada Gibran lebih tidak begitu mempermasalahkan tentang anak. Sebagai suami, selama ini Gibran merasa kehadiran Bening sudah cukup melengkapi kehidupannya, sekalipun mereka menikah karena perjodohan. Sedangkan soal anak itu hanyalah hadiah dari Tuhan sebagai keberkahan dalam pernikahan. Tentu saja bukan kuasa Gibran mengharuskan memiliki keturunan, hanya mensyukuri apa yang telah ada sekarang.

Ternyata, hasil menunjukkan bahwa Gibran penyebab utama semua ini.

Mandul.

Sialan!

Sial karena mandul.

Gibran keluar dari ruangan dokter mengumpat dan lalu mengusap kasar wajahnya.

"Bagaimana hasilnya? Bran, Bening?" lontaran pertanyaan gesa itu langsung muncul dari Handini, Oma Gibran.

Bening melirik Gibran mendilak pergi naik ke anak tangga mengabaikan dua wanita yang sudah siap saling menunggu. Ya, satu menunggu penjelasan dan satunya siap memberi tahu kenyataan.

"Bening? Oma ingin kamu jujur kalau Gibran tidak ada berbicara apapun." paksaan Oma.

Bening menuntun Oma supaya menuju sofa duduk bersebelahan. Menggenggam tangan keriput Oma yang lebih khawatir kepada hasil pemeriksaan terhadap cucu kesayangan, Gibran.

"Oma ..." ada perasaan ragu dari Bening ingin mengatakan kejujuran. "Kami sudah mendapatkan hasil test dan juga penjelasan dari dokter. Hasil menunjukkan aku subur, tapi Gibran mungkin belum saatnya kami memiliki keturunan," senyum palsu Bening malah membingungkan Oma.

"Apa? Kalian tadi berencana periksa kesuburan berdua, kan? Bagaimana dengan hasil test Gibran?" rentetan desakan Oma masih belum menemukan tanggapan lebih jelas. "Jujur saja dengan Oma. Gibran seharusnya subur kalau begitu. Pasti bisa kasih Oma cicit seperti Mas dan sepupunya yang lain."

Gundik KangmasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang