"Enggak boleh," balas Lio langsung dan cepat. Melihat Rifa tepat di manik. "Soalnya dia mau pergi sama gue."
Kikan memandang Rifa dan Lio bergantian. Dapat dilihatnya, raut Lio sudah tampak seperti preman yang bersiap memukul seseorang. Sementara itu, Rifa yang berdiri di hadapan Lio cuma menampilkan tatapan kelewat datar dengan mimik tanpa ekspresinya.
Kikan seketika berdecak dalam hati. Tiba-tiba merasa canggung dan tidak enak sendiri karena ajakan keduanya bentrok seperti ini.
Kikan tidak aneh kalau soal Lio. Kikan sudah menduga, cowok itu pasti akan datang meski semalam Kikan sudah menolak ajakannya lewat pesan. Tapi untuk Rifa, Kikan tidak menyangka kalau cowok itu juga ternyata hendak mengajaknya untuk pergi hari ini.
Tentu saja Kikan penasaran dengan apa yang ingin Rifa bicarakan, namun wajah Lio juga jelas terlihat tidak bisa dibantah sama sekali.
"Oke."
Rifa akhirnya bersuara setelah sempat hening beberapa detik. Cowok itu kemudian menoleh, melemparkan tatapannya pada Kikan dan tersenyum.
"Sama gue next time aja, Kimberly," ujar Rifa ringan.
Meski sedikit canggung, tak pelak Kikan tetap mengangguk dan balas tersenyum.
"Oke," sahut Kikan pelan.
Rifa melihat Lio sekilas lalu menepuk pundak cowok itu pendek.
"Jangan lupa latihan besok."
Setelahnya, Rifa berbalik pergi lalu berjalan santai menyusuri koridor kelas sebelas. Cowok itu terlihat menghampiri salah satu temannya di tikungan depan, lalu menghilang tak lama kemudian.
"Lo deket sama dia?" tanya Lio pada Kikan selepas Rifa luput dari pandangan keduanya.
Kikan menarik napas panjang.
"Serius?! Lo beneran deket sama dia?!" Lio membelalak tak percaya.
Alih-alih menjawab pertanyaan Lio barusan, Kikan justru membuang napas keras dan menatap Lio lelah.
"Gue bilang kan sore ini gue sibuk," kata Kikan tak berminat.
"Sibuk apaan? Barusan kalau gue enggak langsung ke sini, lo malah mau jalan sama dia," gerutu Lio.
Kikan tak menjawab. Sejurus kemudian, cewek itu melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya dan diam berpikir.
Setelah menimbang-nimbang sebentar, Kikan lantas merogoh ponsel dari dalam ransel lalu mengirimkan pesan untuk Mami.
Kikan: mih, aku pulang sendiri ya hari ini. mau ada kerja kelompok dulu sebentar
Kikan tidak punya pilihan lain selain berbohong.
Kalau dihitung-hitung, entah sudah berapa kali Kikan berbohong pada Mami dengan mengatakan bahwa ia ada kerja kelompok. Padahal alasan yang sebenarnya adalah Kikan hanya ingin nongkrong terlebih dahulu bersama teman-temannya sebentar. Menikmati momen-momen bersosialisasi di luar sekolah yang hanya bisa didapatkannya di waktu-waktu tertentu.
Mami terlalu membatasi ruang gerak Kikan. Dan Kikan merasa sedikit sesak karenanya.
Setelah pesan tersebut terkirim, Kikan lantas memasukan kembali ponselnya ke dalam ransel dan mendongak untuk menatap Lio.
Kikan baru mau membuka mulut, ketika dilihatnya Lio tahu-tahu sudah ribut sendiri dengan ponselnya sambil membelakangi Kikan.
"Ki! Plis, Ki! Gue pinjem sebentar doang! Ntar gue isiin bensinnya deh, bener!" bisik Lio sambil melirik Kikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
172 cm
Teen FictionKalau jin pengabul permintaan itu benar-benar ada, Kikan cuma punya satu keinginan, yakni jadi cewek mungil yang lucu nan imut. Tapi sayang, lampu ajaib berisi jin pengabul keinginan itu cuma dimiliki oleh Aladdin seorang. Alhasil, di sinilah Kikan...