O7

2.2K 491 95
                                    

Setelah pesan terakhir yang Rifa kirimkan tadi malam, Kikan tidak lagi membalas pesan dari cowok itu. Kikan lebih memilih untuk mengerjakan PR, balik kembali ke meja belajarnya, dan sibuk berkutat dengan macam-macam integral yang harus dikerjakan.

Masa bodoh dengan Rifa. Kikan udah kepalang bete dengan cowok itu, jadi untuk sekadar membalas pesannya pun, Kikan sudah enggan duluan.

Habis... suruh siapa cowok itu tengil banget! Udah tahu dari sebelumnya juga mereka lagi membicarakan Aghi, lah ini malah seperti sengaja seolah ingin membiarkan Kikan sekalian kepergok aja sama Aghi.

Pokoknya, besok Kikan akan mogok bicara dengan Rifa. Mau cowok itu bicara sampai mulutnya berbusa kek, mau kayang, jungkir balik, sampai bahkan sikap lilin sekalipun, Kikan tetap tidak akan meladeninya!

Seperti sekarang ini. Sejak bel tanda istirahat berbunyi beberapa menit yang lalu, Rifa sudah ada di kelas Kikan dan asik nongkrong di salah satu bangku yang ada. Padahal Kikan dari tadi sudah membuang muka, tapi tampaknya cowok itu masih belum gentar untuk terus mengusik pembicaraan Kikan dengan Lita.

"Ikan," panggil Rifa untuk yang kesekian kalinya. Tercengir geli. "Wih, marah, ye?"

Kikan pun pura-pura budek. "Jadi gimana, Ta? Kemarin adek lo abis dikejar ayam?"

Melihat hal tersebut, Rifa kontan tertawa. Cowok itu kemudian ikut bertopang dagu, sengaja menirukan posisi dan gaya Kikan saat ini sambil pura-pura anteng melihat Lita yang sedang bicara.

"Oh, gitu ya, Lit? Terus adek lo ikut dipatok juga enggak?" Rifa asal nimbrung sekenanya.

"Gajelas lo, Pay," cibir Lita langsung.

"Apa, Lit? Lo juga ikutan lomba mirip babi!? Tapi babinya malah juara dua lo yang juara satu?"

Mendengar hal barusan, Lita terang langsung bangkit berdiri dibuatnya. Mata cewek itu melotot lebar, sementara tangannya terulur untuk menggapai-gapai seragam Rifa. Rifa sendiri yang kini cekikikan, sudah lebih dulu pergi menjauh dan mundur satu langkah ke belakang, balas memandangi Lita dengan senyum geli dan sorot jahilnya.

"Lo balik ke kelas lo kenapa! Ke sini mulu! Tuh, Wira-nya aja enggak ada lagi keluar!" seru Lita keki.

"Lah, orang gue ke sini mau ketemu Kikan kok, bukan ke Wira," sahut Rifa tengil, sengaja menampilkan ekspresi meledeknya pada Lita yang kontan membuat cewek itu otomatis melotot galak lagi.

Melihatnya, Kikan cuma bisa menghela napas maklum. Merasa bukan hal aneh lagi kalau sampai suatu saat nanti, Lita bisa mendadak berubah jadi siluman pemakan manusia saking terlalu dongkolnya.

Siapa manusia yang akan dimakan? Sudah jelas, tanpa perlu diragukan lagi, manusia tersebut adalah jenis homo sapiens bernama Rifa. Bahkan waktu kelas sepuluh dulu, Rifa ini sempat memenangkan nominasi dalam kategori orang yang paling ingin digetok kepalanya pakai gagang sapu oleh anak-anak cewek di kelas.

"Gue mau ngasih hadiah buat Kikan," kata Rifa enteng sambil menatap Kikan lucu.

Kikan yang melihatnya refleks memutar bola mata malas dan mendengkus. "Lit? Lo denger enggak sih kayak ada yang ngomong?"

"Iya, Kan, gue juga denger. Siapa, yak?" timpal Lita ikut-ikutan berlagak bodoh. "Kayaknya yang jaga pintu neraka abis lintas alam ke kelas ini dah. Gue mendadak panas."

Rifa tertawa. "Ya lo panas soalnya gue tadi lagi baca ayat kursi."

Lagi, untuk yang kedua kalinya, Lita kembali bangkit berdiri dan menggapai-gapai kerah seragam Rifa kalap.

"Lo nafsu amat sih sama gue, Lit? Entar dulu kenapa pegang-pegangnya? Santai. Jatah lo masih nanti hari Jumat. Tenang."

"Najis!"

172 cmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang