Kikan duduk manis di tempatnya sambil memerhatikan sekitar.
Saat ini Lita sedang ada di pojok kantin, sibuk mengantre untuk bubur ayam Pak Agus yang memang antriannya sering kali seperti antrian sembako. Kikan sendiri kebagian tugas membeli minuman, jus stroberi untuk dirinya dan es jeruk untuk Lita.
Tapi berhubung antrian di gerobak minuman tidak pernah sepadat antrian bubur ayam milik Pak Agus, jadinya Kikan cuma butuh waktu lima menit untuk kemudian bisa duduk kembali di meja kantin yang tadi sudah ditempatinya.
"Dua tiga anak itik di pinggiran, hai cantik kok sendirian?"
Mendengar sapaan barusan sekaligus tepukan ringan di pundaknya, Kikan terang menoleh dan menemukan gerombolan anak cowok kelas sudah ada di belakangnya.
Dan yang barusan bersuara sudah dapat dipastikan, siapa lagi kalau bukan Deni, yang ngakunya kasanova sekolah padahal ngejar satu cewek di kelas sebelah yang sudah sampai jungkir balik penuh darah penghabisan pun, tetap enggak pernah dapat-dapat.
"Deni kalo udah nyengir genit gitu, mirip bangau yang mau meregang nyawa ya, Kan?" ejek Wira sambil meringis, yang tentunya langsung mendapat umpatan eksklusif dari yang bersangkutan.
Kikan cuma ikutan tertawa, lalu balas menyapa seadanya untuk kemudian memerhatikan gerombolan itu kini berjalan menjauh ke meja kosong di pojokan kantin.
Aghi juga ada di sana, terlihat bercanda sebentar dengan Wira dan Deni sebelum kemudian berpisah dan pergi ke gerobak Teh Poci bersama Naufal.
Di tengah-tengah seriusnya Kikan dalam memerhatikan Aghi, tiba-tiba saja nongol kepala Rifa yang entah dari mana datangnya, hadir merusak fokus Kikan seketika.
Kepala Kikan otomatis tergerak mundur, menyadari bahwa tadi wajah Rifa kelewat dekat dengan wajahnya.
"Lagi merhatiin doi, ya?" ujar Rifa enteng sambil beringsut duduk di hadapan Kikan. Cowok itu menatap Kikan antusias, mengulum permen kakinya sebentar, lalu lagi-lagi kembali asal meneguk jus stroberi milik Kikan.
Kikan membuang napas keras, sudah kembali pada mode pasrahnya jika sedang berhadapan dengan Rifa.
"Lita mana, Kan?" tanya Rifa akhirnya karena tidak kunjung mendapatkan respons dari Kikan.
"Lagi beli bubur ayam."
"Dari tadi?"
"Iya."
"Kok lama?"
"Kan ngantri."
"Suruh serobotin aja."
Kikan mengernyit.
"Mau gue yang serobotin?"
"Temen-temen lo mana deh? Kok lo nyasar ke sini," ujar Kikan kemudian, beralih menatap ke sekeliling kantin untuk menemukan wajah-wajah anak cowok yang biasa sering terlihat bersama Rifa.
Kikan enggak sanggup kalau mesti menampung Rifa di mejanya selama istirahat berlangsung. Jadi daripada kepalanya nanti puyeng lantaran harus meladeni celotehan Rifa, lebih baik cewek itu segera mengembalikan Rifa ke habitatnya.
"Tuh." Rifa menunjuk gerombolan anak cowok di tengah-tengah kantin dengan lolipop berbentuk kaki yang dipegangnya. "Lagi pada makan siomay."
Terus kenapa lo ke sini? Tadinya Kikan mau menyahut seperti itu, tapi akhirnya malah menjadi, "Kok lo enggak ikut makan di sana?"
"Emang kenapa?" Rifa malah balik bertanya. Balas menatap Kikan dengan sebelah alis dinaikan dan tampang tengilnya.
Kikan tidak membalas apa-apa lagi setelahnya. Cewek itu memilih untuk mengalihkan pandangan, menjulurkan leher untuk mencari keberadaan Lita yang entah kenapa cuma beli bubur aja sampai satu abad lamanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
172 cm
Teen FictionKalau jin pengabul permintaan itu benar-benar ada, Kikan cuma punya satu keinginan, yakni jadi cewek mungil yang lucu nan imut. Tapi sayang, lampu ajaib berisi jin pengabul keinginan itu cuma dimiliki oleh Aladdin seorang. Alhasil, di sinilah Kikan...