Sebuah kios sederhana yang menjual perlatan olahraga menjadi tempat mereka mencari segala sesuatu kebutuhan yang diinginkan. Berada tepat di seberang pasar daerah pusat dan banyak lalu lalang orang dengan segala kesibukannya.
Tempat ini menjadi langganan Baga, maka dari itu dia mengajak Ezio kesini.
Pelindung lutut dan siku, finger tape untuk jari dan kineseo untuk meningkatkan fungsi otot juga sendi. Semua menjadi support dasar untuk pertandingan.
"Kalo latihan doang ngapain beli ini, Kak?"
"Biar badan lo gak sakit."
"Tapi banyak banget, emang bakal semua dipake?"
"Kalo mau badan lo aman dan gak cidera."
"Kemarin dikompres juga mendingan."
"Emang mau tiap hari dikompres?"
"Ya, nggak sih. Nanti tangan gue masuk angin."
Ada istilah orang yang pendiam lebih banyak aksi daripada ucapannya. Begitu juga Baga, meskipun bicara seadanya namun perhatian dalam bentuk yang berbeda dia tunjukan.
Bukan hanya ke teman dekat, orang yang sekedar dia tau saja bisa diberikan treatment ala dirinya. Memberikan apa yang dibutuhkan, menyarankan apa yang diperlukan.
"Lo ada riwayat penyakit?"
Ezio menoleh ketika dirinya sedang sibuk memperhatikan berbagai barang yang dijual disini. "Gak ada sih, paling bentol-bentol kalo kedinginan."
"Alergi?"
"Kalo lagi kumat aja."
Tanpa membalas, Baga berjalan menuju kasir. Selalu seperti itu, ketika orang sudah menjawab pertanyaannya, dia tidak menanggapi. Mungkin orang yang mudah tersulut emosi sudah menghajarnya karena habis kesabaran.
Ya lo udah nanya, terus gue jawab, lo malah gak dengerin, main kabur aja.
Namun justru sikap Baga yang seperti itu sudah diwajarkan, bahkan untuk Ezio yang baru mengenalnya. Hal tersebut malah menjadi magnet untuk orang-orang yang penasaran bagaimana Baga sesungguhnya. Apa dia manusia asli atau setengah siluman?
"Kok lo yang bayar?" Ezio menghampiri ketika Baga sudah memberikan plastik berisi segala kebutuhan.
"Nanti makan malem lo yang bayar, impas kan?"
"Terus sewa GOR hari ini gimana?"
"Kemarin udah gue bayar full buat seminggu ke depan."
"Kok? Jangan gitu."
"Terus?"
Mimik wajah Ezio kebingungan. "Masukin utang aja ya, nanti gue ganti."
"Ada apa dengan kita dan utang ya? Selalu berurusan sama itu."
"Kan emang seharusnya gue yang bayar, gue yang butuh juga."
"Lo bayar kalo sampe gak masuk club."
"Kalo sampe gue masuk, berarti gak usah bayar?"
Lagi-lagi Baga diam dan berjalan begitu saja melewatinya. Mungkin orang ini akan mengeluarkan pulsa jika bicara, seperti SMS esia yang per-karaker.
Mereka menuju GOR untuk kembali melanjutkan rutinitas yang seharusnya. Kali ini Ezio sudah membawa baju ganti, jadi tidak perlu meminjam Baga yang jika dipakainya seperti ibu-ibu mengenakan daster belanja ke pasar.
"Pemanasan dulu, sekalian workout tipis-tipis. Jumping jacks, lunge, sit up, plank, push up."
Ezio mengerjap. "Apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kaharsa
Roman pour AdolescentsInsan remaja yang menghabiskan masa sekolahnya dengan warna yang berbeda. Dari rasa takut yang melanda, ragu yang menerka, takdir yang selalu menyatukan pertemuan mereka menjadi cerita manis yang akan dikenang sepanjang masa. Tidak mudah ketika ras...