04. They

399 33 8
                                    

Kini Jonathan dan Narendra baru saja memasuki mobil, keduanya tampak terdiam karena sibuk dengan kegiatannya masing-masing.

Narendra yang masuk mobil terlebih dahulu tengah memilih lagu untuk didengarkan selama perjalanan, sementara Jonathan masih mengetik di handphone nya sebelum memulai percakapannya dengan Narendra.

"Mau kerumah nggak?"

Narendra menggeleng, ia kini menyender pada bahu Jonathan yang tengah memakai sabuk pengaman.

Tangan kanan Jonathan tergerak untuk mengelus rambut halus milik sang kekasih, "Gue pangku aja dah sini, kalo nyender gini ntar sakit leher lu."

Narendra menggeleng untuk yang kedua kalinya, "Nggak mauu."

Jonathan menunduk melihat si manis tetap menyenderkan kepalanya, "Sakit ntar leher lu, batu amat sih."

Narendra menggulirkan matanya keatas untuk melihat Jonathan yang tengah menatapnya, "Lah kalo mangku gue ribet lu nyetirnya."

Tangan Jonathan tak henti-hentinya mengusap kepala si manis, "Nggak masalah, yang penting leher lu gak sakit ntar nya."

Narendra mengangkat kepalanya dari bahu Jonathan, "Heem leher gue gak sakit, palingan copot ntar pala gue. Dipangku lu pas lagi nyetir sama aja nambahin pekerjaan malaikat maut kalo kata gue."

Jonathan terkekeh mendengarnya, "Nggak lah! Gue udah punya SIM."

Narendra menoyor kepala Jonathan, "Punya SIM belom tentu bisa menghindari kecelakaan ya bajingan."

Jonathan mulai menyetir, "Seenggaknya gue-"

Narendra menutup satu telinganya dengan tangan kanan yang masih terbalut perban sementara tangan kirinya memukul mulut Jonathan pelan supaya ia berhenti berbicara , "Bacot lu ah!"

Jonathan tertawa dibuatnya, "Mau kerumah sakit nggak? Periksa badannya."

Narendra lagi-lagi menggeleng, "Ogah ah, di tidurin juga baek inimah."

"Gaya amat bocah, jadi mau kemana ini?"

"Apart gue aja."

Jonathan mengangguk, pandangannya tetap lurus ke depan, "Gue mau larang lu dah, jangan ngelakuin hal yang gue larang selama 3 hari atau lebih, oke?"

"Gak!"

"Gue belom kasih tau larangannya apaan ya mahmud."

"Heh udin, pasti larangannya jangan kerja, jangan masuk kuliah, jangan keluar rumah. Kan? Gue udah kenal lu dari TK, udah apal gue apa aja yang mau lu omongin."

Jonathan tertawa gemas, ia mengusak rambut halus milik Narendra, "Iyadah sipaling kenal gue. Tapi lu harus nurut sama larangan yang gue kasih, oke?"

Narendra menggeleng kuat, "Nggak mau, Jepiii."

"Dua hari, deh?" ucap Jonathan dengan pandangan yang tetap lurus kedepan.

"Gue lusa mau belajar ngelukis bareng Hajeeeee." Narendra merosot sambil menghembuskan nafasnya malas, Jonathan itu paling susah untuk menerima penolakan.

"Tangan masih begitu mau ngelukis?" Ekspresi wajah Jonathan datar, ia agak merasa cemburu karena kekasihnya belakangan ini lebih banyak menghabiskan waktu bersama Hazen dibanding dirinya.

Narendra kembali naik ke kursi mobil dan menolehkan kepalanya ke samping kiri agar tidak melihat wajah Jonathan, "Lah besok malem juga sembuh."

"Segitu pengennya lu belajar ngelukis bareng dia?"

Nada bicara Jonathan terdengar dingin, membuat yang lebih muda terdiam untuk beberapa saat, "Yaaa, gue tertarik. Lagian itu bukan hal yang merugikan lu, kan?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BACKSTREET || NOMINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang