Awal mula

1.3K 163 8
                                    

Langkahnya selalu penuh percaya diri. Matanya tajam menatap sekeliling tapi bibirnya terus merekah. Sesekali menjawab pertanyaan dengan nada ringan dan penuh ceria. Terutama saat ...

"Bu Andhrea, persiapan pernikahannya pasti merepotkan. Bagaimana cara Ibu membagi waktu di tengah sibuknya mengurus Salim Grup?"

Dhrea, gadis cantik berambut burgundy itu makin melebarkan senyum. "Alhamdulillah semuanya bisa diurus."

Mereka tengah berada dalam sesi wawancara, berhubung Dhrea tidak bisa meninggalkan kunjungannya pada salah satu tenant di Lippo Mall Shera yang ada di kawasan Karawaci, jadi lah mereka wawancara sembari berkeliling gedung.

Sang pencari berita pun tak masalah. Berhubungan dengan Dhrea Salim memang tak mudah. Mendapatkan slot khusus di sela kesibukannya sebagai manager marketing di perusahaan Salim Grup, milik sang ayah; Joe Salim.

"Ehm ... Bu Dhrea mohon maaf, bukan kah ...," Anis, gadis yang ada di samping Dhrea, yang bertugas bertanya mengenai hal yang mereka butuhkan untuk laman utama portal berita tempatnya bernaung, berhenti sejenak. juga ada rasa tak enak hati melanjutkan bicaranya.

Atensi Dhrea terpusat padanya, juga ... pada titik di mana Anis memaku pandangan.

"Bukan kah itu ... Pak Bakta, ya? Calon suami Ibu?"

Netra Dhrea mengerjap beberapa kali. Berusaha sekali menormalkan diri atas apa yang baru saja ia nikmati di mana Bakta-nya, iya ... Bakta yang seharusnya menjadi suaminya satu bulan lagi, tengah berbagi kemesraan melalui pertemuan dua belah bibirnya di depan salah satu restoran jepang yang ada di seberang posisi mereka kini.

"Tolong matikan kameranya," kata Dhrea kemudian.

Jelas hal itu membuat Dodi, sang kameramen gelagapan. "Ah, baik Bu. Maaf."

"Tapi, Bu? Pak ...,"

"Itu urusan saya." Tangan Dhrea terkepal kuat. Dadanya bergemuruh hebat. Lagi-lagi kemesraan itu tak hanya sekali, pun tatapan Bakta pada wanita bersetelan rapi itu. "Kita kembali ke ruang saya dulu. Ada yang mesti saya bicarakan."

Dhrea tak lantas menghampiri calon suaminya. Tidak. Ia tak segegabah itu. Ada pencari berita yang haus sekali akan informasi mengenai dirinya. Dan kini, mereka semua seperti tengah disajikan ikan kakap panggang yang paling besar untuk disantap. Dipoles dengan berbagai macam bumbu agar lebih sedap.

Beruntung, mereka mau bekerja sama walau ... setelahnya Dhrea harus sedikit mengeluarkan taringnya. Membungkam mereka semua dan mengadakan wawancara yang berbeda. Di hari ini. Di hari di mana semuanya terungkap.

Itu belum seberapa ketimbang tiga hari setelah memergoki Bakta yang jelas-jelas menyelingkuhinya. Di mana dunia Dhrea benar-benar dibuat remuk dalam sekali genggam. Oleh pria yang segenap hati ia cintai itu.

"Kita batalkan pernikahan, Dhrea. Aku rasa, aku memang enggak bisa diterima keluarga kamu secara utuh. Aku mau, ada pengakuan tersendiri. Kupikir itu bisa seiring berjalannya waktu. Ternyata enggak."

Antony Bakta Jaya, pria yang kini duduk santai namun matanya tak lepas memandang gadis yang sebenarnya ia cintai ini, menghela napas pelan. berusaha tak kentara gentar padahal hatinya tak tega.

Akan tetapi, harga dirinya adalah yang utama.

Ia tak mau selalu berada di bawah kaki Andhrea, sampai kapan pun.

"Dengan kamu selingkuh dari aku?"

"Oh ... kamu tau? Kupikir enggak. Padahal sudah berusaha serapi mungkin. Keren sekali orang-orang Papa kamu, Dhrea."

"Jangan bawa Papa di pembicaraan kita," desis Andhrea tajam. "Sudah berapa kali aku per—"

"Dan sudah berapa kali juga aku bilang, Dhrea? Aku ini mampu. Tapi selalu dipatahkan Joe Salim! Apa karena aku ini pria miskin, hah?!"

Andhrea mengerjap.

"Kita enggak perlu melanjutkan pernikahan ini. Aku enggak mau hidup di bawah bayang-bayang arogansi Salim."

"Kenapa selalu membawa nama Salim di sini?"

Bakta terkekeh. "Jelas di dalam darah kamu, mengalir darah Salim yang demikian kental. Iya, kan?"

"Satu lagi, semua booking mengenai pesta sialan itu sudah kubatalkan, kamu tenang saja, aku beri alasan paling bagus dan enggak mempermalukan kamu juga Joe Salim."

Tangan Andhrea terkepal kuat. Matanya memerah menahan amarah.

"Lagi pula, kamu itu perempuan kolot sekali, Dhrea. Bersenang-senang sama aku pun, kamu enggak mau. Hanya bisa memamerkan kecantikan kamu di muka umum, tapi enggak bisa kumiliki utuh."

"Aku bukan perempuan murahan!"

"Aku enggak bilang begitu, Dhrea. Tapi sudah, lah. Keputusanku final. Sampaikan permohonan maaf aku ke Papa kamu. Aku bukan boneka Salim."

Lalu ... pria itu pergi begitu saja.

Meninggalkan Dhrea yang termangu dengan hati sepanas lahar. Dan dalam sekali kedip, air matanya luruh. Tanpa ia sadari, kalau sejak sepuluh menit ponselnya bergetar terus menerus. Sengaja ia menonaktifkan suara pada ponselnya karena ingin bicara serius dengan Bakta.

Saat ia geser layar ponselnya, matanya terbeliak kaget.

Bianca, sahabatnya mengirim satu screenshoot yang pastinya akan menjadi gosip terpanas semingguan atau sebulan ke depan.

Dilansir dari sumber terpercaya, pernikahan mewah keluarga Salim Grup resmi batal. Diduga calon penerus Salim, tertekan dan memilih wanita dengan kelas social yang sama dengannya.

Juga ... video di mana Andhrea pernah melihatnya secara langsung.



***

Hai-hai

ketemu lagi sama aku yang mulai update storynya Rian-Harada. Pasti yang sudah baca di Innovel tau betapa konyol seorang Rian. Juga seorang Harada yang kalem dan dewasa.

Untuk pembaca baru, selamat menikmati keseruan kisah mereka yaaa

FALL DOWNTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang