1. 🌼

15 3 0
                                    

      GUMPALAN awan terlihat jelas di depan mata

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

      GUMPALAN awan terlihat jelas di depan mata. Tak ada objek apapun yang terlihat selain kapas - kapas putih yang bertebaran di langit biru. Mata kelabu-Nya menatap polos ke arah hamparan lautan kapas. Pikirannya melayang. Kebingungan serta kekhawatiran memenuhi hati dan pikiran gadis kecil yang sebagian wajahnya tertutupi kain berwarna hitam. Di eratkan pelukannya terhadap benda halus yang menjadi sosok temannya. Memejamkan matanya seolah berusaha menenangkan diri. Berharap semua yang ia lihat hanyalah ilusi.

Hingga sebuah tangan besar mengelus kepala gadis kecil itu dengan lembut.

"Safiyah ... " Panggilan itu terdengar sangat tenang.

"Apa kita bisa kembali ke Tarim lagi, Abi?" Suara khas anak kecil itu berhasil membuat sang ayahanda tersenyum tipis. Rupanya sang buah hati mengkhawatirkan rumahnya.

"Tentu sayang. Di sana ada rumah kita," Jawaban yang berhasil membuat gadis kecil berumur lima tahun, kembali menyunggingkan senyumnya.

Putaran tasbih semakin memelan. Mata tegasnya mulai terpejam. Hatinya berdenyut nyeri. Tak di pungkiri, jika dirinya pun tak sanggup meninggalkan rumah cintanya.

Cintanya, kasihnya dan hidupnya.

︵‿︵‿୨♡୧‿︵‿︵

        Surabaya, tempat di mana surganya berada. Beliau yang begitu di hormati dan di segani. Pengasuh pondok pesantren Waqof Darrusalam. Hari ini, kakinya kembali menginjak tanah kelahirannya. Bersama sang buah hati.

Di eratkan genggaman tangannya. Berharap sang putri tak lepas dari perlindungannya. Di antara lautan manusia, terlihat dari kejauhan tangan milik seseorang melambai ke arah tempatnya berdiri. Dengan senyum lebar, mata yang berbinar. Kaki-Nya mulai berlari kecil menuju tempat tujuan.

"Assalamualaikum. Gus Hamzah," Di sela - sela napasnya, ia berucap salam. Lalu menggapai tangan si pemilik nama dan menciumnya sebanyak tiga kali.

"Apakah anda santri yang di suruh Abuya untuk menjemput saya?" Tanya Hamzah.

"Njeh gus. Monggo lintang mriki! Mobil jemputan ada di sana," Ucapnya sopan.

"Terima kasih ... " Ucapan Hamzah menggantung karena tidak mengetahui nama santri yang berada di hadapannya.

Mengerti akan kebingungan sang gus. Pemuda yang terlihat seumuran dengan Hamzah memperkenalkan diri.

"Saya, Ali Ghozali, gus," Ucapan dari santri tersebut membuat Hamzah terdiam. Gulungan memori mulai berputar. Di tatap kembali wajah pemuda yang setia melebarkan senyumnya. Hingga seperdetik kemudian senyum tipis tercipta di bibir indah Hamzah.

"Owalah, teman saya Ghozali? Anaknya ustadz Amir?" Mata Hamzah ikut berbinar. Ternyata yang ada di hadapannya adalah teman semasa kecilnya. Dan ustadz amir adalah alumni pondok pesantren Waqof Darrusalam yang mengabdi di pesantren hingga saat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

𝐃𝐈 𝐔𝐉𝐔𝐍𝐆 𝐃𝐈𝐋𝐄𝐌𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang