Chapter 1

71 27 0
                                    

The Author

Hari semakin malam, dengan jendela yang sengaja dibuka seakan memberi izin hembusan angin malam untuk masuk membelai rambut hitam berombak itu, sekaligus menyelimuti tubuhnya memberi ketenangan. Setelah membalas notif beberapa penikmat tulisan, dia bangkit dari meja kerjanya bersandar ke sisi jendela kamar lantai dua sambil memandang ke arah cahaya merah redup sang rembulan.

"Hai," Sapanya memulai percakapan ringan pada sang rembulan, sekan menggantikan sosok adik kecilnya, Adele. Adik tercinta yang telah tiada beberapa tahun lalu akibat limfoma, kanker darah yang diderita Adele ketika umur lima belas tahun.

"Apakah adik kecil baik-baik saja di sana? Jangan terlalu mengkhawatirkan kakak, seperti janji kita terakhir kali, kakak mulai membuka diri dan menjalin pertemanan, teman kakak sangat banyak, kakak tidak akan kesepian, jadi tersenyumlah sedikit untuk kakakmu yang ganteng ini." Suara itu seolah menghibur suasana sepi. Dan juga, teman yang dimaksud Author bukan lain adalah readers-nya.

"Apa? Adik kecil sangat penasaran! Bukan adik kecil saja yang penasaran, kakak juga, ada yang menarik perhatian kakak, nama akunya @red ros_ jane. Ia sangat lucu, komentarnya selalu di luar nalar, selalu menghibur kakak. Terkadang dia juga menyemangati kakak seakan mengetahui diri kakak yang sedang merindukanmu adik kecil, dari teks balasannya mengambarkan ia sosok yang ceria sama seperti adik kecil menghibur dengan tawamu yang nyaring, senyummu, dan tingkah konyolmu, kakak rasa semua kekonyolan adik kecil ada didirinya. Dan barusan notifnya berkata ingin menculik kakak, konyol bukan?" segera ia merebahkan diri ke tempat tidur setelah lepas rindu dengan posisi jendela yang sengaja dibiarkan terbuka.

Sementara Jane...

Jane turun dari kamarnya lantai dua sambil menari dan bersenandung ria dengan gaya kasualnya, memakai oversize cotton shirt pink dipadu slim high ankle jeans putih, rambut yang terikat seperti kuncir kuda, wajah yang di poles ringan, bibir yang di
oles lipbalm berwarna peach pink.

"Senang, riang, hari yang kunantikan, ku sambut hai pagi yang cerah~"

"Matahari pun bersinar terang, menemaniku pergi sekolah~"

Ibu pun bersaut dari arah ruang makan, "Senang riang, masa depan kan datang, capai ilmu setinggi awan~"

"Hingga nanti kau telah dewasa, dunia kan tersenyum bahagia~"

"Sekarang Ayah, Ibu dan Jane secara bersamaan," Celetuk Ayah.

Bernyanyi bersama, "Dengarlah lonceng berbunyi, kawan segeralah berlari, siapkan lah dirimu dalam mencari ilmu~"

"Waktu cepat berganti, hingga lonceng terdengar lagi, semua pun bersorak gembira!~"

Susana pagi ini seperti dunia opera keluarga, walaupun Jane bukan remaja sekolah lagi, namun Jane tak pernah bosan mengawali pagi dengan lagu masa kecilnya. Jane selalu penuh semangat dipagi hari.

"Pagi Ayah, pagi Ibu." Sambil menyiumi pipi mereka berdua secara bergantian.

"Pagi Jane."

"Pagi Putri Ayah, wah putri ayah mau ke mana pagi-pagi sudah bikin ayah meleleh." Gombal Ayah.

"Ayah saja meleleh, Apa lagi bila pangeran romans mu melihat." Ibu terkekeh.

"Pangeran romans? Siapa dia, kenapa di sini Ayah seorang diri yang sepertinya ketinggalan berita terkini." Kata Ayah Jane.

"Ibu ada-ada saja, jadinya ayah salah pahamkan. Pangeran romansnya belum kunjung datang ayah, dia belum memiliki kuda, jadi kudaku yang akan berlari menjemputnya. Bila sudah ketemu Jane akan segera mengenalkannya pada Ayah dan Ibu." Kopi ayah hampir aja muncrat keluar mendengar celetukku.

"Hari ini peran apa yang yang akan jane perankan, terlalu romansa." Sahut Ayah

"Gadis naif." Jane sedang mendalami perannya menjadi gadis yang naif dari tulisan yang akan digarapnya.

"Bu, Jane akan sarapan di luar bersama Mone." Mone adalah sahabat Jane semasa kecil hingga sekarang. Mereka berdua sama-sama lulusan sastra Indonesia. Mone saat ini bekerja di salah satu perusahaan sebagai copywriter. Sedangkan Jane saat ini mengambil program Magister Sastra Indonesia, dia terlalu malas untuk bersaing di dunia pekerjaan dan masih haus akan dunia sastranya.

Saat ini Jane sedang berada di salah satu café favoritnya yang tak jauh dari kampus, " Mone, berapa gelas lagi kopi yang harus aku pesan sembari menunggumu." Sindiran halus melalui percakapan telepon.

"Satu gelas cukup, bukan untukmu, pesankan atas namaku, aku sudah berada di parkiran café, tunggu dan duduk manis di situ!" Perintah Mone.

Tak lama kemudian, lonceng pintu berbunyi, Jane mengedarkan pandangannya ke pintu masuk dengan wajah ditekuk.

"Hai Jane," Sapa Mone tanpa berdosa, hai buddy... sapa Mone ke pemilik sekaligus barista café yang tidak lain adalah sepupunya.

"Sudah sejam, jenuh aku menunggumu, kalau tidak mengingatkamu sebagai donaturku, mungkin sedari tadi aku beranjak." Keluh Jane.

"Maaf donatormu sudah tiba lebih cepat dari yang ku usahakan, sebagai permintaan maafku, nih! Beberapa buku referensi bahan tulisanmu"

Seketika wajah yang tertekuk tadi berubah drastis terganti dengan senyum pepsodent.

"Aww... silau Jane." Canda Mone, lalu dia bertanya lagi, "Untuk apa buku-buku ini?"

"Aku ingin menculik seseorang."

"...."

"Ada seseorang yang menarik perhatian ku akhir-akhir ini, dan aku berencana ingin menarik perhatiannya dengan tulisanku."

"Tulisan?" Maksudnya?

"Yup sebuah tulisan, aku ingin menulis novel di situs webnovel, sebagai orang awam aku perlu beberapa reverensi dan masukan darimu, thank's Mon Mon"

....

Tak terasa hampir setengah hari mereka sibuk dengan dunianya. Jam menunjukkan pukul dua belas siang. Mone mengakhiri perbincangannya, selanjutnya dia disibukkan dengan jadwal meeting dengan klien perusahaannya, tanggal merah hanya warna bagi Mone, bisa di bilang Mone orang yang sosok mengagungkan kerjaan.

"Bye Jane, maaf aku tidak bisa berlama lagi, bagiku time is money, friend is number two."

"..."

"But you my mate, ofcourse still number one"

Jane tersenyum mendengarnya, "Pergilah, tapi aku yakin client mu ini adalah salah satu yang bakalan menjadi koleksimu!"

"Ahah! Aku tidak terpikirkan, dan saran mu akan kupertimbangkan."

"Dasar playgirl Mon Mon."

"Bye Jan Jan," Panggilan sayang Mone.

"Bye Mon Mon."

Tak lama Jane segera beranjak dari meja café.

Deg deg...

Jane merasa jantung nya berdebar lebih cepat, "Perasaan apa ini?" Pintu café terdorong terbuka, Jane berpas-pasan dengan salah satu pengunjung yang baru tiba, ia mencium aroma vanilla yang menenangkan, matanya seakan terhipnotis dengan sosok yang berada tepat di depannya. "Sedikit tampan" gumannya.

"Apa? Maaf, barusan kamu berkata apa?"

Jane menggaruk lehernya yang tak gatal "Maaf aku salah bicara."

"Aku menghalani jalanmu?"

"Tidak-tidak, aku yang salah mengambil jalan mu. Maaf!"

"Oh baiklah, permisi."

Jane tersipu pada sosok di depannya yang berlalu, "Interesting. Aku seakan mengenalnya, tapi dimana? ah mungkin hanya perasaanku saja."

Pria itu berputar arahmenuju barista coffee, meninggalkan punggung sebagai tangkapan layar gratisJane, dan karena merasa ditatapi dia segera berpaling kearah Jane. Jane sadaratas kelakuan konyolnya segera berhambur keluar seperti kucing yang ketahuan mencuriikan, tanpa sadar Jane menjatuhkan pembatas buku bertuliskan namanya. "Heikamu menjatuhkan sesuatu." Dia lekas mengejar, namun Jane keburumenghilang dari pandangannya.

DIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang