Bab 3 - Kenangan

17 7 3
                                    

      Gelap, kosong, hanya ada kehampaan di sepanjang ruang. Namun, samar-samar, suara lirih mulai terdengar, seolah memanggil.

      "Ahura, bangun!" ucap seorang wanita.

     Perlahan membuka mata, saya melihat gadis cantik berambut pirang tengah tersenyum di hadapan saya. Dia adalah Alessa, kekasih, pujaan hati saya.

Nama : Alicia AlessandraUmur : 23 tahunTanggal lahir : 30 JuniTinggi: 160 cm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nama : Alicia Alessandra
Umur : 23 tahun
Tanggal lahir : 30 Juni
Tinggi: 160 cm.
Ciri-ciri : Berkulit putih, mata hijau menawan, rambut pirang panjang terurai hingga lutut, berkaca mata, mengenakan pakaian kasual berwarna hijau.

      Sadar, saya mendapati diri tengah duduk di atas bangku taman, berteduh di bawah rindangnya pohon, melihat danau indah di hadapan. Tampaknya ini adalah taman kota, tempat yang sering kami kunjungi.

    "Sejak kapan saya tertidur?" saya bertanya, mengucek mata.

      Mncubit tangan, memasyikan ini bukalah ilusi, tetapi tidak ada yang berubah. I-ini.. Ini bukan mimpi!

      "Mungkin sejak pagi," tertawa lirih, berpindah, duduk di samping saya. "Tenang saja, itu bukan salah Anda. Maaf, telah membuat Anda menunggu." Memberi pelukan.

     Sangat hangat, nyaman, belum pernah saya rasakan kehangatan ini setelah mimpi buruk itu hadir.

      ...Anda memaafkan saya?" bertanya karena saya melamun sesaat.

      "Tentu." Mengelus kepalanya. "Alessa, tampaknya ada sesuatu yang ingin Anda utarakan."

     "Perihal itu, apakah Anda yakin tentang keputusan yang Anda ambil?"

      Keputusan? Saya tidak ingat akan hal itu, berusaha menebak-nebak,  tetapi tidak saya dapatkan jawaban. Namun, apa pun itu, pasti sangatlah penting.

      "Itu pasti, apa pun akan saya laksanakan demi rakyat negeri ini."

    "Saya senang mendengarnya, tetapi tindakan Anda membuat banyak pemangku kentingan marah," menyandarkan diri kepada saya. "Itu membuat saya takut."

       "Dengan status saya (sebagai bangsawan), mereka tidak akan berani menyentuh."

      Ditambah Ayahanda saya adalah penguasa negeri ini, perlindungan yang dilimpahkan sungguh sangat mebantu.

      "Tetapi sampai kapan? Setelah Wisnu naik tahta, mereka akan menyingkirkan Anda sesegera mungkin." Kekhawatir terpancar dari matanya.

    "Saya paham. Akan saya pergunakan waktu yang tersisa untuk menjatuhkan mereka."

       "Ahura, selalu saja Anda memosisikan diri ke dalam bahaya!" mencengkram baju di dada saya. "Jangan pernah bertindak seolah-olah tidak ada yang mengkhawatirkan Anda!"

      "Maaf, Alessa, tetapi saya tidak dapat membiarkan orang-orang korup berdiri di tampuk kekuasaan."

      "Jika Anda telah bertekad, tiada yang mampu merubah, baiklah, saya paham," memeluk saya, bertambah erat. "Saya akan selalu mendukung Anda."
.
.
.
.
       Tersadar, saya mendapati diri kembali ke tempat semula, dalam kondisi perut tertusuk oleh sengat kalajengking raksasa. Diseret menuju rahang yang sangat kokoh, secara perlahan.

      "Jangan bercanda!" ucap saya, berteriak.

    Akhir seperti ini tidak pernah bisa diterima, segera saya tusuk perut saya, berubah menjadi asap hitam tepat sebelum tercabik-cabik oleh mulutnya.

      ...Saya terlalu menahan diri." Picisan-picisan tersusun, tubuh saya kembali utuh.

        "Anda sadar, sekarang?" Tanya Cyrius, seolah menyindir. "Betapa bodohnya Anda ini."

       "Beri saya 'Inti kegelapan'!"

         "Baiklah."

      Buah hitam bertabur asap hitam tersaji di hadapan, saya pun memakannya, walau sangat pahit, tetapi sebanding dengan yang ditawarkan.

       Kegelapan terisi, aura hitam kembali melapisi diri saya, lebih pekat dari sebelumnya. Menguatkan pijakan, saya berlari ke arah sang kalajengking.

        Tentu dia tidak tinggal diam, sengat bertabur racun menghujani. Namun, itu semua tidak berguna, dalam kondisi ini saya seperti hantu, tidak dapat disentuh secara fisik; semua serangan yang datang hanya menembus tanpa dapat menggores luka.

      Kebencian terpancar semakin jelas dari matanya, geram karena semua serangan berakhir kegagalan. Kini dia kembali melepaskan gas merah beracun, tetapi tidak ada keledai yang akan jatuh di lubang yang sama.

       Melontarkan dua kelereng hitam, asap beracun itu gagal menyebar, terserap ke dalam kelereng yang terus-terusan menyedotnya. Pada akhirnya asap itu pun lenyap, habis tidak tersisa, bahkan dia tidak mampu memproduksi lagi.

      Berada di bawah perut sang kalajengking, saya menusuknya, melapisi pedang dengan bayangan tajam. Namun, cangkangnya terlalu keras, masih belum dapat saya hancurkan. Sungguh menjengkelkan.

      "Masih belum!"

      Lima tentakel hitam tercipta dari bayang-bayang saya, datang untuk membantu, ujung yang lincip dan berputar cepat sangat membantu dalam memberikan penetrasi.

      Retakan pun tercipta, perutnya hancur menyisakan lubang besar. Segera, saya masuk ke dalamnya, menyebarkan konstruksi kegelapan yang menghancurkan dari dalam.

     Hancur, sang kalajengking raksasa telah mati, tubuh meledak, berceceran di mana-mana.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 20, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ABYYS - PLOT CTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang