Selamat pagiiiiii
Oh-oh, gak ada naena ya kalo kalian gak fokus sama ceritanya.
Jadi aku pengen kalian baca dengan minat bukan cuman nungguin nana-ninu doang ya mesum.
Yg nulis aja suka gak kuat nih kalo bikin yg begituan. Jadi tahan dulu manukmu yg tidak ada itu. Suruh diam ya, diam!
Anyway, have a nice day!
Happy reading😁😁😁
Freen berlari dengan cepat. Secepat kaki kurusnya melangkah. Menghindari orang yang selama ini mengikutinya.
Sudah susah payah ia kabur dari relung tanpa jeruji yang disebut keluarga. Ia tak mau gagal mendapat kehidupan normal kalau mereka terus mengejar dirinya.
Freen tidak bisa. Ia tidak ingin memberikan hadiah untuk orang yang berakhlak keji seperti Ibu angkatnya.Itulah kenapa Freen mesti hilangkan hadiah itu agar tetap hidup. Agar ia tidak berguna dan dibuang begitu saja
Itulah kenapa ia masuk ke dalam rumah sakit. Mendonorkan darahnya tanpa minta uang untuk seorang anak yang tengah kecelakaan.“Apa kau punya nomor rekening?” Tanya Dokter perempuan itu padanya. Tatapan sedih setengah jam yang lalu kini telah hilang. Digantikan dengan wajah beserta air mata mengering di pipi, dan senyum lembut penuh kelegaan di hatinya.
“Aku tidak minta uang.” Freen mesti pergi sebelum ada yang menyadari bahwa ia telah donorkan darah pada seorang gadis cilik.
“Tidak-tidak.” Sang Dokter mencegahnya untuk melangkah pergi. Ia keluarkan dompet dari dalam saku jas putihnya.
Tapi Freen dengan tegas menggeleng. Tatapannya berkelana ke segala arah. Di lantai bawah, tengah diadakan donor darah. Freen harus segera kesitu.“Aku tidak ingin uang.” Uang adalah hal kedua yang Freen pikirkan selain hidup. Jadi ia melempar tangan wanita itu, lalu berlari dengan terburu, melintasi setiap lorong dengan kaki seolah terbang.
Freen harus mengejar, mengejar diantara jarak dirinya sampai ke lokasi dengan si penguntit yang baru masuk area pelataran halaman.
Saat akhirnya tiba. Ia dengan cepat menarik napas, mengelap tiap keringat, dan membasuh ekspresi panik itu dengan wajah datar.
Ia harus tenang. Melangkah memasuki tandu dengan beberapa orang sedang duduk beserta suster yang mengambil darah.
Cuman lewat. Ia mengucap dalam hati. Freen hanya butuh kepura-puraannya menjadi sempurna lalu dengan polos menabrakkan diri pada si dia yang tinggi dan mengintimidasi.
“Kau sedang donor darah?” lelaki itu mencengkeram baju dengan kasar. Matanya membulat penuh teror, lalu menyadari kalau Freen memang telah donorkan darah. Lihat saja selotip luka yang menempel pada lengannya.