The Smiling Face

2.2K 268 43
                                    

Pagi menjelang siang guysss😂😂

Iya dih, gue random banget kok malah Update cerita ini😂😂

Yaudahlah ya, kagak ape-ape.

Cerita ini sementara menjadi selingan, kalo lagi ada idenya. Aku update, karena sekarang lagi fokus buat namatin You Belong With Me dulu, yaaaa...

Anyway, aku kemungkin masih bikin satu ato dua chapter adegan dewasa buat cerita ini. Tapiii ... Aku gak bakal publish😂😂😂😂😂😂😂😂 sori guys, gue nunggu ampe vote tiap chapternya 500, bakalan gue open lagi.

Beneran loh ini, aku gak lagi candaa😭😭 meskipun aku sayang kalian, tapi kalian gak sayang aku😭😭 itu kenapa aku menghukum dengan cara seperti ini😭😂😂😂😝😝

Biarin aku nunggu ampe lumutan jugak 😝😝

Anyway, happy reading!

Ditatap Bapak sambil senyum gini lohhh🤤🤤

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ditatap Bapak sambil senyum gini lohhh🤤🤤





Sesungguhnya, Becky sangat takut bangun tidur. Bukan cuman badan terasa kesakitan habis diapa-apain oleh Suaminya semalam. Tapi juga kalau ia gerak sedikit. Pelukan erat lengan itu bakal makin mendekap, melarangnya untuk mengubah posisi yang buat tubuhnya jadi terasa pegal.

Please. Ini sudah pagi. Tapi si Tua tidak mau bangun. Becky padahal ingin bangun lebih dulu biar ia tidak merasa malu, biar tidak tampakkan tubuh melainkan mandi lebih cepat agar segera bangunkan si dia yang masih lelap dalam tidurnya setelah itu.

“Kakak?” Jadi ia terpaksa mengelus lengan yang melingkari perutnya. Meminta sinyal agar dia bangun dan biarkan ia terlepas sedikit dari kungkungan tangannya.

“Hehm?” Freen sebetulnya sudah mulai sadar ketika gadisnya mulai menggerakkan kepala dengan gelisah. Rambut panjangnya jelas telah menggelikan muka hingga ia segera sadar bahwa dari tadi ia memeluk tanpa ingin melepasnya.

“Boleh aku bangun?”

“Kenapa harus bangun?” Freen jadi sebal. Kenapa mereka harus bangun? Kenapa mereka harus keluar dari tempat tidur? “Kenapa tidak dalam tempat tidur saja seharian?” begitulah inti dari perdebatan batin yang ia lakukan.

“Itu—“ Becky langsung melotot ngeri. Mohon ampuni badan remaja jomponya. Meskipun tanpa malu, ia mengakui betapa bahagia ketika akhirnya mereka seperti Suami-Istri, terlebih Freen mau membuka diri begini. Tapi bukan berarti ia bakal dipenjara seharian dalam kamar setelah apa yang mereka lakukan semalam. “Aku lapar.” Jadi ia tiba-tiba membuat alasan spontan.

“Kamu lapar?” Freen langsung angkat sedikit kepala, menatap Becky dari sedikit ketinggian jeda.

“Iya, memang Kakak tidak lapar?” Becky mencoba memberi tatapan bayi yang buat Freen terpaku tanpa mau berkedip, tak lupa, satu tangan yang meraba rahang mukanya.

Awh. Dia pasti melumer dan bakal—

“Aku tidak lapar.”

Sial! Caranya gagal!

“Kalau aku tidak lapar, apakah masih boleh di tempat tidur terus?” Freen tampakkan wajah tanpa ekspresi. Meskipun tatapannya sedikit teduh dan tenang. Tidak lagi tegang dan penuh dengan kedua alis yang saling mengerat.

“Kalau Kakak mau di tempat tidur terus, silakan. Tapi Adek mau bangun, mau mandi, terus mau sarapan.” Memang harus dibuat kesal dulu apa ya, dia ini? Baru bermuka panik dan kelimpungan begini?

“I-iya, yaudah. Kamu mau makan apa? Nanti aku pesankan, tapi kamu tetap di dalam kamar, ya?”

“Kakak!”

Becky jelas langsung berteriak sambil mencubit pipi tembamnya sampai merah.
Bisa-bisanya dia punya pendirian untuk tetap mengurung diri dalam kamar! “Aku mau mandi! Jangan halangin Adek.” Itulah kenapa ia langsung tarik selimut bersama seluruh tubuhnya yang tanpa pakaian. Meninggalkan Freen yang duduk melongo sambil telanjang dan perlihatkan kedewasaannya yang tengah tegak dipagi hari begini.

“Kakak! Mesum!” Becky sontak menutup mata dengan begitu malu. Jantungnya berpacu dengan begitu cepat, yang buat ia jadi mengingat momen semalam yang buat ia kesakitan tapi di akhir malam malah mendesah berkepanjangan.

Astaga!

Becky menggeleng kepala dengan keras. Tolong kembalikan harga dirinya! Kenapa ia berpikiran seperti ini?!

Semuanya karena si Tua itu!

“Kenapa memang?” yang dituding cuman bersikap santai seolah telah biasa—berdiri dipagi hari memang biasa.

“Aku mau mandi! Tahu, ah!” Becky harus segera bangun. Berdiri sambil mengernyit muka, tapi ia harus tahan kesakitan di bawah sana karena tak mau berada dekat pada si dia yang tampaknya menghadapi situasi habis malam pertama dengan penuh percaya diri tanpa ada malu-malunya.

“Aku ikut, ya?”

“Tidak! Adek masih malu!”


~~*~~


Becky jadi takut. Tidak maksudnya bukan takut hantu penunggu rumah reot milik Suaminya ini. Atau juga si Kayu kaku yang setelah malam kemarin. Menjadi pensil ajaib yang gampang meleyot.

Yang buatnya takut sekaligus ngeri sambil merinding goyang. Becky dibuat menarik alis melihat yang lebih tua terus tampilkan senyum sambil menatap.

Iya! Dia tersenyum sangat lebar sampai mungkin sebentar lagi robek itu bibir indahnya!

“Bisa mingkem, Kak?” ngeri juga loh, kalo dia senyum-senyum terus begini.

“Kenapa?” tapi Freen auto mundurkan kepala. Melepas satu tangan yang sejak tadi menyanggah sebelah kepala—menatap Becky yang tengah santai menikmati sarapannya.

“Aneh saja.” Meskipun ia mengakui suka, tapi kalau pesonanya terus ditebar gini. Becky yang ada makin kelihatan murah dan gampang saja diluluhkan hatinya. Masa iya, lihat suami nangis-nangis sedikit sambil confess saja, sudah buat mereka berdua bobo-manja semalam.

“Ya sudah, aku akan diam.” Freen tegapkan badan, pura-pura menunduk untuk tidak melihat wajah yang kini dengan terang-terangan tanpa malu mau ditatapinya lebih dari semenit.

“A-ahhh~” Becky malah merengek. Menampol lengan yang lebih tua dengan bibir cemberut, jelas langsung ditanggapi dengan tatapan penuh tanya.

“Kenapa?” katanya tadi suruh diam, maksudnya juga biar tidak senyum-senyum aneh lagi, kan?

“Lihat adek saja, jangan lihat lantai.” Memang sudah betul diperhatikan. Becky lebih baik membuat mingkem mulutnya yang coba halangi tingkah Freen yang belum pernah disaksikannya ini.

Okay...” Freen auto tebar senyum. Matanya berbinar terang, bahkan tahu-tahu. Mulutnya yang kaku itu bicara dengan lancar, “kapan kamu wisuda? Belum beli baju, kan? Buat kelulusan. Mau aku temani beli? Nanti hari sabtu atau minggu kita bisa keluar beli baju buat kamu.”

Jarang-jarang 'kan, boo. Suaminya yang langsung tenggelam dalam cinta semalam ini langsung ajakin belanja. Selama ini, Freen cuman kasih duit dalam kartu Atm-nya yang berisi ratusan juta untuk ia gunakan tanpa mau mengajaknya kemana-mana.

Ih, jadi gemas loh, kalau lihat Suami yang biasa sangat pendiam, jadi comel begini. Jadi pengen gigit bibirnya.

Astaga, Beck. Kau berpikiran aneh.

“Kenapa?” Freen langsung tebarkan tatapan penuh kebingungan. Melihat Becky yang malah tampak melamun padahal ia lagi bicara serius begini.

“Tidak.” Becky menggeleng dengan pipi merah. Ia hindarkan wajah itu untuk tutupi segala perasaan bergejolak ini. Ya, Tuhan. Ia harus mengingat betapa kesakitan semalam mereka melakukan dan tak mau membayangkan kembali selain pelukan erat dan ciuman mesra suaminya.

“Kamu hari ini bakal sibuk? Mau main sama temenmu atau nanti siang ke kampus?” kesibukan Becky tidak bisa ditebak, tidak seperti dirinya yang punya rutinitas sama setiap hari, kalaupun beda cuman keluar kota tidak lebih dari seminggu. Lainnya ia cuman di rumah menikmati waktu sepanjang hari.

Tapi lain mulai sekarang, ia rasanya ingin bawa Becky pergi jalan-jalan ataupun kembali mengurungnya dalam kamar. Ey, Freen. Pikiran macam apa itu?

“Kakakku, Sayang.” Becky memegang tangan si empu yang hampir kembali berucap, dengan senyum kelewat manis—yang buat Freen hampir tidak mengedip menatap. Ia kemudian melanjut untuk mengingatkan, “Kakak yang hari ini sibuk karena masih hari kerja, jadi jangan coba tanyain Adek soal kesibukan untuk hari ini.”

What?” untuk sedetik Freen bingung, tapi kemudian matanya melotot saat melihat jam dinding dekat kamar yang tunjukkan pukul delapan pagi. Sial, iya, dirinya harus kerja hari ini!

“Kenapa kau baru ingatkan?!” buru-buru Freen bangun dari nyaman duduknya. Berlari terbirit masuk kamar untuk ganti pakaian rumah ke pakaian kerja, tak lupa siapkan tasnya.

“Ya ... Karena bakal begini.” Padahal Becky sengaja duluan bangun dan mandi biar dia bisa siap-siap. Bukannya sarapan pelan dan tebar pesona dipagi hari. Meskipun jelas Becky sengaja melakukan demi bisa menikmati sedikit waktu dengannya.

Mana tahu dia bakal tidak ingat dan malah datang telat ke kantor.

ConnectedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang