Bukannya Gaby pernah bilang ya, kalau suaminya itu adalah orang yang paling gak peduli sama dia. Kan, selama pernikahan mereka, Gaby diacuhkan. Tak diberi perhatian dan tidak dipedulikan. Tapi sekarang...Kayaknya ada yang salah dengan Ardan. Sepertinya kepala laki-laki itu terbentur sesuatu sampai berada di sini. Oh iya! Seumur-umur, Ardan mana mau diajak menginap di rumah Mama Gaby. Namun lelaki itu sedang apa sekarang di kamarnya?
"Hai. Kok sudah pulang?"
Gaby mendesis samar. Ya memangnya kenapa? Ardan maunya Gaby berlama-lama di sana? Kayaknya dia kurang bebas ketika Gaby ada di sini. Lagi pun, ini bukan Ardan sekali. Biasanya laki-laki itu tidak akan menyapa atau bertanya tentang apapun pada Gaby jika melihat perempuan itu habis pergi-pergi. Ini tiba-tiba kepo begini.
"Kenapa? Gak suka kamu, aku pulang cepat?" tanya balik perempuan itu dengan sinis.
Gaby bahkan masih belum beranjak dari dekat pintu setelah menutupnya tadi. Ia menatap Ardan yang bergerak mendekat ke arahnya dengan tenang.
"Aku gak bilang begitu," kata Ardan pelan, yang kini sudah tiba di samping istrinya.
Wah. Aku?
Sejak kapan lelaki itu—bahkan selama delapan bulan ini Ardan terus berbicara formal pada Gaby. Seolah-olah kalau mereka tengah berada di kantor. Ya, memang, jika di kantor mereka akan berbicara layaknya seorang atasan dan bawahan, tapi di rumah... Apa harus?
Tapi barusan Ardan mengubah gaya bicaranya. Sepertinya memang benar tebakan Gaby. Lelaki itu habis terbentur sesuatu kepalanya. Makanya sedikit eror begini.
"Apa kabar? Gimana liburannya?"
Apalagi setelah kalimat itu terucap, Gaby merasakan keanehan yang nyata. Ini bukan Ardan. Ini bukan suaminya yang dengan gampangnya mencium kening Gaby. Seingatnya, Ardan begitu kaku dalam melakukan skinship bersamanya. Apalagi mengingat ciuman terakhir mereka saja terjadi pada hari pernikahan. Yang mana itu terjadi sehabis mereka resmi menjadi suami istri, dan Ardan mengecup keningnya singkat.
Gaby sampai mengerjap tak percaya. Ia menatap Ardan yang tengah merapat padanya sambil merangkul pinggangnya. "Kamu kenapa sih? Ini bukan kamu banget."
Ardan mengernyitkan keningnya samar. "Maksudnya?"
"Kamu.... mengalami kecelakaan?"
Kernyitan di kening lelaki itu semakin terlihat jelas. Sembari menggeleng ia tatap istrinya dengan keanehan. "Enggak. Aku baik-baik aja. Memangnya kenapa?"
"Kamu aneh. Biasanya gak begini—"
Gaby makin dibuat heran dengan Ardan yang kali ini merespon dengan senyuman. Badannya bahkan sudah terdesak ke pintu karena Ardan semakin mepet.
"Kenapa gak bilang mau pulang sekarang? Kan, bisa aku jemput."
Tuh, kan.
Gaby sampai merinding.
Ini jelas bukan Ardan. Suaminya tidak begini.
Tapi seingat Gaby, kamarnya tidak angker. Seumur-umur Gaby menempati ruangan ini, belum pernah tuh dia melihat atau diganggu sama makhluk tak kasat mata. Dan Ardan, mana mungkin kerasukan penunggu kamarnya. Kamar Gaby bersih dari aura-aura ghaib. Tapi gak tahu kalau Ardan kerasukannya di tempat lain sebelum ke sini.
Perempuan itu menggeleng. Ia mengangkat tangan untuk menyingkirkan tubuh Ardan dari hadapannya. "Awas."
Ardan berdehem sambil mengangkat alisnya sebelah. "Mau ke mana?"
"Ya kamu pikir, memangnya mau ke mana?" Pintu kamar sudah terkunci, keadaannya kini dikungkung Ardan. Duh, Gaby ceroboh. Dia tadi langsung mengunci pintu begitu saja saat dia masuk. Pikirnya tadi ia kira tidak ada Ardan. Dan tidak kepikiran juga lelaki itu bakal ada di sini. "Awas aku mau mandi!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Just Married
RandomSelama pernikahannya, Gaby diacuhkan dan tak dipedulikan. Tinggal bersama suami yang menganggapnya tidak ada membuatnya tertekan. Hingga pada akhirnya, ia menyerah. Meminta cerai pada suaminya. Tapi Gaby menemukan semua keanehan semenjak ajakan cera...