Bayangan

4.3K 339 137
                                    

Flashback

"Kian, ada apa sayang ko mukanya cemberut gitu?" Tanya bunda ketika Kian melakukan video call.

"Kian kangen sama Jian

"Adeknya kan lagi sakit sayang"

"Kian ga mau Jian sakit" Lirih Kian.

"Kian sayang sama Jian, Kian ga akan bisa hidup tanpa Jian"

Bunda termenung, dia mendengarkan setiap keluh kesah Kian dengan baik. Dia tahu ini mungkin ikatan anak kembar.

Bunda harus segera menghubungi Jian. Pikir Bunda.

~~~
Kini Jian sedang berada di ruang konseling.

Hanya ada Tara dan Jian.

"Jian, kata Bang Mahen kamu suga melukis ya?"

Jian mengangguk.

"Tapi ga jago" ucap Jian pelan.

Tara tersenyum akhirnya Jian merespon.

"Yaudah, kita menggambar aja yuk" Ajak tara.

Tara menyodorkan kertas dan pensil untuk menggambar.

"Aku harus menggambar apa?"

"Apa saja, mimpi kamu atau apapun"

Jian mengangguk.

Tara memperhatikan Jian yang sudah mulai menggabar, Jian menggabar sebuah rumah, kemudian satu persatu dia mulai menggambar anggota keluarganya tepat di samping gambar rumahnya. Dimulai dari Bunda, Jian menggambar bunda dengan sangat baik, Tara bisa melihat Jian menggambar Bundanya dengan baik dan cantik.

Kemudian Jian menggambar kakak-kakaknya sesuai dengan karakter masing-masing.

Tara bisa mengetahui karakter kakak-kakak Jian dengan hanya melihat gambar Jian.

Seperti bagaimana Jian menggambar wajah Haikal dengan eksresi konyol atau menggambar Naren dengan sayap seperti malaikat.

Dari semua gambar hanya gambar Kian yang memiliki bayangan.

Jian berhenti.

"Udah?" Tanya Tara.

Jian mengangguk.

"Ko cuma enam? Jiannya engga?"

Jian kemudian menunjuk gambar bayangan.

"Itu Jian? Bukannya itu bayangannya Kian?"

"Itu Jian" Jawab Jian.

Tara mengangguk mengerti. Dia sudah mulai paham dengan apa yang terjadi dengan Jian.

"Oke Jian, cukup untuk hari ini, sebentar Bang Tara hubungi Bang Mahen dulu buat jemput kamu ya"

Jian mengangguk.

Tidak lama kemudian Mahen datang dan mengantarkan Jian ke ruangannya.

"Gue mau ngomong" Ucap Tara.

Mahen mengangguk mengerti.

Tidak lama kemudian Mahen kembali ke ruangqn Tara.

Tara menyodorkan gambar yang dibuat Jian.

Mahen tersenyum melihat gambar Jian, sangat sesuai dengan karakter mereka.

"Loh tapi ko cuma enam sih?" Tanya Mahen.

Tara kemudian menunjuk bayangan yang digambar Jian.

Mahen memandang Tara tidak mengerti.

"Jian bilang ini Jian"

"Ko bisa?" Tanya Mahen.

"Itu yang mau gue tanyain ke lo, ko bisa dia merasa dia hanya menjadi bayangan kembarannya?"

Mahen diam, dia masih mencerna semuanya.

"Lo beneran ga tau apapun?"

Mahen menggelengkan kepalanya.

"Lo sekarang panggil Naren, karena Jian menggambarkan Naren seperti malaikat"

Mahen mengangguk dan menyuruh Naren ke ruang konseling.

Tidak lama kemudian Naren datang, sama seperti Mahen, ketika Naren datang Tara menyodorkan hasil gambar Jian.

Naren menangis begitu melihat gambar Jian. Dia langsung mengerti dengan apa yang digambar Jian

"Ini benar Jian yang buat?" Tanya Naren.

"Adek, dia merasa menjadi bayangan Kian" Ucap Naren.

"Maksud kamu?" Tanya Mahen.

"Bang, Jian selama ini tidak pernah melakukan apa yang dia suka hiks"

"Jian... selalu menemani Kian, selalu ada disamping Kian, dia tidak pernah menolak tidak pernah mengatakan keinginannya, dia selalu memakan makanan yang Kian suka, melakukan kegiatan yang Kian suka" Naren semakin menangis menceritakan Kian.

"Jadi, dia selama ini dia hanya merasa menjadi bayangan Kian"

"Itu, itu yang mau gue sampein ke lo" Ucap Tara kepada Mahen.

"Adek lo, ga ngerasa dia hidup sebagai Jian, tapi dia ngerasa dia hidup karena Kian, kalau Kian ga ada maka dia ga ada, karena dia ngerasa dia hanya akan ada jika Kian ada"

"Kalian ga pernah membedakan mereka kan?"

Naren dan Mahen menggelengkan kepala.

"Bunda, mungkin bunda sedikit berbeda" Lirih Naren.

"Karena Kian sakit sejak kecil, bunda menaruh perhatian lebih kepada Kian"

"Oke, gue paham" Ucap Tara.

Naren dan Mahen keluar, hening menyelimuti mereka.

"Aa kenapa ga bilang sama abang?" Tanya Naren.

"Aku cuma menduga aja Bang, aku ...aku..."

"Aku berusaha menepis semuanya, menganggap Jian baik-baik saja dengan semua ini hiks"

Mahen memeluk Naren, memcoba menenangkannya.

"Sekarang kita fokus ke Jian"

Naren mengangguk dalam pelukan Mahen.

Mereka benar-benar harus menaruh perhatian kepada Jian, jangan sampai mereka lalai dan kejadian seperti ini terulang kembali.

Orang bilang kesempatan itu hanya datang sekali, ada hal-hal yang tidak akan terulang.

Ada juga hal-hal yang sudah terjadi tak mampu kembali seperti semula.

Seperti yang Jian rasakan.

Tbc.
Hallo, apa kabar??
Bagaimana chapter kali ini?

Jangan lupa vomen yaaaa 💚
Maaf belum bisa sering update dan maaf kalau updatennya pendek.




Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 16, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Blue | Park Jisung | NCT DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang