Bab 2

28 3 3
                                    

Penglihatan

***

Perjalanan dari sini ke Gunung Ang Khang memakan waktu sekitar dua jam. Namun di sepanjang jalan terdapat lahan penuh dengan berbagai bunga, dan perkebunan stroberi. Tentu saja, Phi-Namwa bergegas ke lahan bunga Marguerite secepatnya seperti semangatnya diserap oleh kekuatan magis.

Aku sendiri tidak terlalu tertarik dengan ladang yang dipenuhi bunga, tetapi aku aku sangat senang bisa berkendara dan menikmati pemandangan di sepanjang jalan berkelok-kelok di lembah pegunungan. Kami tidak menyalakan AC di dalam mobil, melainkan memilih untuk membuka jendela mobil agar angin alami bisa masuk.

Sangat menyenangkan untuk bisa melepaskan diri dari hiruk pikuk kota dan menjelajahi alam, meskipun hanya untuk waktu yang singkat. Sepertinya aku sudah mengisi ulang energiku, pikiranku menjadi jernih dan terbuka seperti pemandangan yang kulihat saat ini. Lembah yang luas dan di antara kejauhan lembah-lembah itu terlihat seperti hamparan wol hijau, dihiasi awan mengambang di atas barisan pegunungan yang tinggi dan tumpang tindih berlapis-lapis. Perkebunan teh hijau mengalir menuruni lereng gunung disertai aroma hujan yang bercampur. Rimbunan pepohonan membuatku merasa segar setiap kali bernapas.

Saat itu hampir jam 4 sore ketika kami tiba di resor yang dipesan. Akomodasi kami adalah sebuah pondok dengan 2 kamar tidur. Pondok itu cukup luas dengan balkon di antaranya. Aku tidur di kamar yang sama dengan Bing dan Phi-Toh.

Makan malam kami cukup dimanjakan dengan berbagai macam hidangan ikan dan sayuran, seperti masakan ikan sturgeon goreng bumbu bawang putih yang enak. Juga ada masakan labu muda yang digoreng dengan bacon. Setelah selesai makan malam, kami hanya duduk di balkon dan menikmati pemandangan. Udara malam hari sangat dingin sehingga aku harus menutupi diri dengan selimut.

Untung saja malam ini tidak turun hujan. Langit membentang dan terlihat hamparan luas bintang berkelip terang. Bing membawa gitar bersamanya. Dia memainkan gitar dan bernyanyi bersama dengan Phi-Toh yang mengetuk menggunakan potongan stik secara berirama. Phi-Tan dan Phi-Namwa duduk berdampingan di bawah bintang-bintang, sungguh membuat iri ketika aku melihatnya. Suasana malam ini dipenuhi dengan kenyamanan, seolah tempat ini adalah bagian dari dunia lain.

Namun beberapa menit kemudian tanpa sengaja aku merusak suasana santai yang membahagiakan itu. Ketika kami kembali ke kamar tidur karena cuaca sangat dingin sehingga kami tidak bisa duduk di balkon lagi. Aku mengeluarkan laptop dari tasku dan meletakkannya di atas tempat tidur.

Bing menatapku sampai matanya hampir keluar dari rongganya. “Phi-Khen, apakah kamu masih mencoba untuk bekerja?”

Aku tertawa karena dia bertingkah seolah-olah aku sedang mengambil ayam segar dan menyobeknya untuk dimakan. “Suasana malam ini lebih bagus, otakku berpacu, aku harus memanfaatkan kesempatan ini untuk bekerja.”

"Silakan saja, Phi. Kalau itu aku, aku tidak akan melakukannya," Bung memberi isyarat dengan mengangkat kepalanya.

Aku menyalakan laptop dan membuka fail kerjaku. Selain pekerjaan yang berkaitan dengan resor di rumah asing yang sedang dilakukan saat ini. Aku juga memiliki halaman webku sendiri yang mana aku sebagai pengelolanya. Kali ini aku akan menceritakan tentang suasana di Chiangmai, termasuk berbagai tempat yang menarik dan beberapa restoran yang patut didatangai.

Bing berbaring dengan nyaman di atas kasur yang empuk dan tebal. Dia mengeluarkan ponselnya, "Bagus, sinyal ponselnya tidak sebaik di kota."

Phi-Toh dan aku saling memandang tidak mengerti sebelum akhirnya dia bertanya, "Ada apa dengan benda ini? Tidak ada sinyal. Seberapa bagus jaringannya?"

[BL] Bulan Yang TersembunyiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang