Bab 56

100 3 0
                                    

56. Kehilangan sosok penting.

".. begini, di bagian dalam kepala ibu Jenita mengalami perdarahan parah karena pecah nya pembuluh darah pada sel otak," Dokter memberi jeda melihat reaksi shock dari Mikha.

"Kondisi ibu Jenita sekarang .. koma."

Mikha menatap ke arah dokter dengan pandangan kosong.

"J-jadi solusi nya gimana dok? Mama masih bisa .. sadarkan?" tanya nya dengan suara sangat pelan. Rasa takut tidak pernah berhenti menyerang Mikha hingga saat ini.

Sedang sang dokter di depan nya tampak sangat berat untuk menyampaikan semua nya pada Mikha.

".. huffttt .. kemungkinan itu sangat kecil. Mungkin sekarang harapan kita cuma Tuhan Sang Pencipta," Dokter kembali memberi jeda, seperti nya kalimat selanjutnya sangat susah di ucapkan. Ia tidak sampai hati, apalagi yang berada di depan nya adalah anak pasien nya yang masih terbilang sangat muda untuk mendengar ini.

"Tapi .. kamu juga harus berbesar hati, untuk yang mungkin terjadi keー"

"Dok!" Mikha menghentikan kalimat dokter itu, seakan sudah tahu apa yang akan di katakan. Ia tidak bisa lagi menahan air mata nya.

Mikha menatap ke arah dokter dengan mata yang berkaca-kaca dan penuh permohonan.

"Tolong selamatkan Mama saya, saya cuman punya dia .." Tenggorokan Mikha terasa sangat susah mengeluarkan suara.

Lagi-lagi dokter hanya bisa menarik nafas berat.

"Maaf, kami tidak bisa berbuat apa-apa Mikha .."

Mikha menangis tersedu-sedu di tempat nya, ia merasa seluruh kekuatan nya hilang. Mendengar semua itu membuat nya lemas.

Mikha bangkit dan bergegas keluar dari ruangan dokter itu.

Tak sampai jauh dari ruangan, Mikha jatuh terduduk pada bangku yang tersedia di pinggir koridor. Ia menutup wajah nya dengan kedua tangan nya, lalu menangis deras, tanpa peduli pada beberapa orang yang lewat.

Delvon? Lelaki itu disuruh Mikha untuk menjaga Jenita.

'Mikha harus gimana ma? Mikha ga bisa tanpa mama .. Mikha takut ..' ujar Mikha dalam hati.

Mikha menangis hingga tidak sadar sudah memakan waktu setengah jam.

Sampai akhirnya sepasang sepatu berhenti tepat di depan nya, membuat perhatian nya teralihkan. Ia menatap Delvon yang tampak kacau. Kemeja lelaki itu berantakan, begitu juga dengan rambut lelaki itu yang sudah tidak beraturan.

Grepp

"Lo buat gue khawatir" gumam Delvon yang mendekap Mikha, memberi tepukan pelan pada punggung kecil itu.

Mikha tidak menjawab kalimat yang di ujarkan Delvon, ia meremat kuat kedua sisi kemeja Delvon, menangis di pundak Delvon tanpa peduli akan membasahi pakaian lelaki itu.

"Are you afraid?" bisik Delvon pelan. Mikha mengangguk pelan mendengar itu. Dia memang ketakutan sekarang.

Delvon terus mendekap Mikha tanpa mengeluarkan kalimat lagi. Delvon tahu, percuma saja ia banyak berkata-kata, yang di inginkan Mikha sekarang tidak itu.

Mengatakan semua akan baik baik saja? Delvon sendiri takut jika kata-katanya tidak terbukti. Namun Delvon hanya ingin Mikha tahu dan merasa, bahwa dia akan selalu ada untuk Mikha.

*****

"Mama, kenapa sih badan Mikha kecil? Ga kayak kakak-kakak? Mikha bakal jadi kecil terus ga sih?" Tanya seorang anak kecil yang gaya bicara nya bak sudah dewasa.

Rumit.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang