KEBANGKITAN

42 9 2
                                    

"surnud!!!!"

Semua mata sedang mencari dimana keberadaan orang yang mengucapkan kata tersebut. Pengucapan kata yang cukup asing bagi kerajaan Madry membuat suasana kacau dan bertanya tanya apa arti dari kata tersebut.

"kau mendengar pelafalan itu?"

"Ya aku mendengarkannya"

Para tamu yang tadinya bersuara dan bertanya tanya akhirnya terdiam karena kehadiran Raja mereka yaitu Peeter Baxter, pria tua yang memiliki kekuatan sihir yang hebat dan juga perkasa.

"Suara itu berasal dari kamar putriku Henrietta yang sedang belajar sihir. Surnud berasal dari bahasa Estonia yang berarti MATI" Raja menekankan kata mati pada ucapannya yang membuat seisi kerajaan merinding dan ketakutan

"Tidak lama lagi kerajaan kita akan melawan kerajaan Powell, putra dan putriku sudah bangkit dan akan melakukan serangan balas dendam terhadap Bagaspa Powell" sambung raja yang akhirnya disambut sorakan oleh rakyatnya

"Rigo, beritahu kepada kerajaan powell yang sangat kejam itu untuk bersiap menghadapi serangan dari kerajaan kita" perintah Raja kepada penasehatnya

"Baik yang mulia, saya akan mengurus semuanya. Kau tenang saja, semuanya akan siap. Kali ini kita harus mendapatkan hak kita dan merubah pandangan buruk orang orang kepada kerajaan kita"

Raja langsung teringat kejadian 16 tahun lalu. Dimana Ratu Bagaspa menghinanya habis habisan didepan semua rakyatnya dan memperlakukannya selayaknya pelayan, bukan seorang menantu.

"cih, kau hanya lelaki biasa yang berhasil mendapatkan hati putriku"

Kata kata itu selalu membekas di dihati Peeter dan membuatnya semakin ingin membalaskan dendam kepada nenek lampir yang menguasai kerajaan Powell itu. 

"Dendam ku harus dibalaskan kepadanya, siapapun yang telah menghina istri dan anak anakku hidupnya harus berakhir" seru Raja kepada semua rakyatnya

Anak kedua Peeter keluar dengan sangat anggun dari dalam kamarnya

"Itu putri Henrietta"
"Lihat betapa anggunnya dia"
"Dia harus mengalahkan nenek lampir itu"
"Dia sangat mirip dengan ayahnya"

Semua orang sedang membicarakan Henrietta, Anak kedua dari Raja Peeter.

Henrietta sudah berdiri didekat ayahnya sembari membungkukkan tubuhnya memberi salam kepada seluruh rakyat yang menghadiri undangan dari Raja

Salam dari Henrietta dibalas dengan sorakan yang gembira oleh rakyat. Henrietta juga membalas dengan senyuman manis.

"Ayah mengapa semua mata hanya tertuju kepada ku" bisik Henriette kepada ayah nya

Peeter tersenyum mendengarkan pertanyaan dari putrinya

"Karena putriku ini cantik dan hebat" balas Peeter yang membuat putrinya tersipu malu.

Selang beberapa waktu, Istri, Putri Sulung dan Putranya menaiki singgah sana tempat mereka berdiri. Mereka juga disambut dengan tepuk tangan dan sorakan yang gembira oleh rakyat nya sendiri.

Setelah keluarganya menduduki tempat nya masing masing raja mulai berdiri dan memberikan pidato nya mengenai kebangkitan kerajaan Madry.

"Sudah lama sejak berdirinya kerajaan ini kita masih belum mendapatkan apa yang seharusnya kita dapatkan. Sekarang waktunya kita untuk bangkit dan menumpas kekejaman dan kejahatan Bagaspa Powell." Seru Raja dengan tegas dan lantang

Semua anak anak dari Peeter merasakan api yang menggebu gebu di dadanya dan rasa ingin menghabisi Bagaspa Powell.

"Waktunya sudah tiba, aku tidak aka membiarkan lagi kekejaman dan kebohongan terus berlanjut sesuka hatinya. Ini kebangkitan kita semua, ini kesempatan kita semua untuk melakukan penyerangan. Mari kita bersatu dan terus berusaha untuk menumpas kejahatan ini" sorak Raja kepada rakyatnya.

Setelah pidatonya selesai Peeter mengarahkan kepada semua rakyatnya untuk menyantap hidangan yang telah di siapkan. Peeter merasakan kedamaian yang terjadi pada rakyatnya, ia sangat senang melihat semua rakyatnya yang sangat akur dan bersikap lembut. Hal ini berbanding terbalik ketika ia masih berada di kerajaan Powell milik mertuanya itu. Kerajaan yang mengharuskan untuk tunduk kepada pemimpin, kerajaan yang dengan mudah menghabisi nyawa rakyat jelata, kerajaan yang sangat sombong dan angkuh.

"Ayah"

Panggilan dari Penros putranya, membuat Peeter kaget dan langsung menoleh ke arah putranya.
Penros tersenyum kepada Peeter sembari berdiri.

"Aku tahu bahwa ayah sangat ingin memenangkan kedamaian ini. Ayah tenng saja semuanya akan berjalan dengan baik. Kita bersama dengan kebenaran dan kebikan" ujar Penros

Ucapan yang keluar dari mulut putranya membuat hatinya tenang dan membuatnya bangga telah berhasil membesarkan anak yang sayang terhadap keluarga dan rakyatnya.

*** pertemuan selesai ***

"Aku sangat khawatir, aku takut kehilangan putra dan putriku" ujar olave kepada suaminya
"Tenanglah, kita bisa melalui semua ini, semua cacian itu akan kita balas, semua yang merendahkan kita akan mendapatkan akibatnya" ujar Peeter dengan menggebu gebu
Olave menatap suaminya dengan risau.
"Kau tahu ibu tidak akan membiarkan siapapun lolos dari genggaman nya dan tidak akan memberi ampun kepada orang yang berani mengusik Kerajaan nya sekalipun itu cucunya" sambung olave kepada suaminya

Peeter duduk di tepi kasur bersebelahan dengan istri tercintanya itu. Ia menggenggam erat tangan olave dan menenangkan olave

"Anak anak kita sudah pintar dan hebat, percayakan kepada mereka. Saya tau ibumu tidak akan melepas apa yang sudah menjadi miliknya dan ibumu juga wanita yang cerdik. Justru itu semuanya sudah diurus anak kita dengan baik mereka sudah mantap untuk melawan Bagaspa Powell" ujar Raja menenangkan olave.

Setelah beberapa kali Peter meyakinkan Olave akhirnya ia percaya dan berdoa untuk keselamatan kerajaan dan anak anaknya. Ia sangat yakin bahwa anaknya akan melakukan yang terbaik demi mengambil kembali nama baik keluarganya.

"Ibu memang sekejam itu, ibuku hanya mementingkan kekuasaan dibanding dengan anak anaknya" seru olave sambil tertunduk

"Kau tau? Ibuku dulu sering menyuruhku melakukan pekerjaan seperti pelayan di kerajaan. Hanya aku yang diperlakukan seperti pelayan, saudaraku yang lain diperlakukan bak putra dan putri kerajaan. Aku tidak mengetahui maksud dari perbuatan ibu, kenapa dia sampai membenciku seperti ini." Suara isakan mulai terdengar dari olave.

"Ketika aku belajar sihir ibu mengajarkan mantra yang berbahaya. Dan ibu menyuruhku melakukannya kepada ayah. Karena mantra itulah ayahku meninggal dan aku dibenci di kerajaan Powell."

Peeter langsung memeluk tubuh istrinya
Ia dapat merasakan apa yang dirasakan oleh istrinya tersebut.

"Ayahmu pasti berada pada kedamaian saat ini. Berhentilah menangis semua peristiwa itu harus Kamu lupakan dan kita akan fokus untuk melawan Bagaspa." Ucap Peeter sembari menenangkan istrinya

"Terimakasih sudah hadir di kehidupanku." Seru olave sambil memeluk tubuh kekar suaminya.

"Aku akan membalaskan penderitaan yang kamu rasakan selama ini. Trauma yang mendalam kau alami selama bertahun tahun akan lenyap dan akan sirna seiring kemenangan yang akan diberikan anak anak kita"

*******

Henrietta terus berkutik dengan tongkat kesayangannya di kamar.

"Lihatlah dia, begitu semangat untuk melawan nenek lampir itu" ucap Alexa kepada Penros

"Benar, dia sangat ingin membuat nenek lampir itu lenyap" ucap Penros
"Aku juga ingin bergegas ke kamar dan akan membuat mantra mematikan untuk melawan nenek lampir itu" ucap alexa menggebu gebu

Mereka berdua akhirnya meninggalkan kamar Henrietta dan beralih ke kamar masing masing untuk mempelajari mantra yang sudah didapatkan.

"Semuanya akan baik baik saja"

Magic That Defeats MagicTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang