SPESIAL PART 1

14.6K 999 45
                                    

SPESIAL PART 1

"Ketika hati dilema memilih sebuah keputusan, maka Istikharahlah, karena sesungguhnya tiada keputusan terbaik selain keputusan yang mendapatkan petunjuk dari Allah."

~Aisfa (Cinta dalam Doa)~

🕊🕊🕊

"Selamat tidur, sayang." Aisfa mengecup kepala putranya yang berhasil ia tenangkan setelah menangis hebat mengetahui Abinya telah tiada.

Selepas itu, perempuan itu pergi ke taman belakang guna menenangkan dirinya. Tatapan matanya kosong. Wajahnya sembab dan matanya bengkak.

Satu jam yang lalu, Gus Alfatih telah dikebumikan. Menyisakan kenangannya di sini. Aisfa masih tidak menyangka bahwa suaminya akan secepat itu pergi meninggalkan dirinya dan anak mereka. Rasanya masih tak rela, tapi hal itu sudah menjadi kehendak yang maha kuasa.

Riyan datang mendekati Aisfa. Aisfa meliriknya sekilas lalu berkata tegas, "Pergi, aku tidak mau diganggu!"

"Saya hanya ingin menyampaikan amanah dari Gus Alfatih. Dia memberikan ini untuk Ning."

Mata Aisfa tertarik melihat sesuatu di tangan Riyan. Pemuda itu menyodorkan kotak kecil segi empat berwarna merah yang diikat dengan pita. Aisfa menerimanya lalu membukanya. Bibir Aisfa tersenyum melihat sebuah kalung berliontin hati. Di dalamnya terdapat foto pernikahannya.

"Hadiah ini, Gus Alfatih beli ketika dia pulang dari rumah sakit sebagai hadiah karena katanya Ning Aisfa hamil."

"Rumah sakit?" bingung Aisfa.

"Gus Alfatih sempat mengalami demam, Ning. Namun, dia tidak mau Ning tahu. Dia dirawat di rumah sakit selama empat jam sebelum menghadiri undangan kajian."

"Saya sudah menyarankan agar tidak usah menghadirinya karena dia sedang sakit, tapi dia menolak karena tidak enak hati. Jadilah dia tetap mengisi kajian."

"Dan ini ...," Riyan memberikan sebuah paper bag yang di dalamnya berisi buku. "Ini dia beli setelah membeli kalung itu. Katanya Gus Ali minta dibelikan buku-buku ini karena sangat menyukai kisah para nabi."

Aisfa menerima itu semua dengan dada sesak. Bahkan di saat suaminya tengah sakit, dia masih sempat membelikan hadiah untuknya dan Ali. Dan yang membuat Aisfa bangga adalah, dia masih sempat mengisi kajian.

"Makasih, Kak Riyan," ucap Aisfa dengan suara paraunya.

"Sama-sama, Ning. Saya turut berduka cita untuk Ning dan keluarga. Jujur saja saya juga merasa sangat kehilangan karena Gus Alfatih sudah saya anggap sebagai saudara saya sendiri. Dia sangat baik dan peduli pada saya."

Riyan mengusap pinggiran matanya yang mengeluarkan air lalu tertawa. "Aduh maaf, saya jadi curhat. Kalau begitu saya permisi."

Aisfa mememeluk kalung pemberian Gus Alfatih. Nyeri di hatinya semakin menyayat. "Makasih, Kak Al. Makasih."

Aisfa tak dapat membendung air matanya. Untuk yang kesekian kalinya, ia kembali menumpahkan air matanya.

🕊🕊🕊

"Makan yuk, Nak," bujuk Naysila hendak menyuapi putrinya.

Ia khawatir karena Aisfa belum makan sejak kemarin. Apalagi dia tengah hamil.

Aisfa Cinta dalam Doa [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang