Chapter 3

3.7K 292 12
                                    

Bukan BL

°

°

°

   Gempa memasuki mansion besar didepannya, matanya menelisik setiap ruangan disana.

   Sepi, tidak ada siapapun dilantai bawah.

   Gempa menaiki tangga menuju lantai dua yang dimana disana adalah kamar semua saudaranya, tujuannya adalah kamar Solar.

   Lagi-lagi nihil, tidak ada Solar disana.

   Gempa keluar dari kamar Solar, matanya melihat kamar Taufan yang sedikit terbuka. Dengan langkah santai Gempa mendekati kamar Taufan, membuka pintu itu perlahan.

   “Anya, kamu disini?” Beberapa saat Gempa dapat merasakan pelukan diperutnya.

   Benar, Solar memeluk Gempa dari belakang.

   Gempa membalikkan badannya, dapat ia lihat wajah sang adik yang terlihat murung.

   “What's wrong, Anya?” Tidak ada sautan dari Solar.

   “Hey, look at me,” Gempa menangkup pipi Solar dengan kedua tangannya.

   “What's wrong?” Tanya Gempa sekali lagi.

   “Nothing, i'm fine,” Solar masih memeluk Gempa tanpa melihat wajahnya.

   Sementara Gempa hanya menghela nafas, jika Solar tidak mau berbicara, maka satu-satunya cara adalah mengecek CCTV ruang tengah bersama saudara lainnya.

   Gempa membawa tubuh Solar ke kasur milik Taufan, bermaksud menidurkannya.

   “Gapapa kalo gak mau cerita, sekarang tidur ya.. ini udah lewat jam tidur kamu,” Gempa duduk ditepi kasur, tangannya mengelus alis Solar, cara ampuh agar si bungsu cepat tidur.

Sore harinya, pukul 16.48

   Gempa masih berada dikamar Taufan, tentu saja menemani adik kecilnya. Tadi saat akan keluar, Solar merengek minta jangan ditinggal sendiri. Alhasil Gempa tetap disana selama Solar tidur, bahkan dirinya belum mengganti jas yang ia gunakan.

   Dilantai bawah, Halilintar baru saja memasuki mansion bersama Thorn. Pangais bungsu itu meminta Halilintar untuk menjemputnya karena nomor Taufan tidak bisa dihubungi.

   Karena yang biasa mengantar jemput Thorn adalah Taufan.

   “Kok sepi ya, kak?” Celetuk Thorn yang melihat ruang tengah tidak ada siapapun.

   “Mungkin diatas, ayo,” Halilintar berjalan terlebih dahulu, kemudian disusul oleh Thorn.

   “Loh, gak ada juga?” Lagi-lagi Thorn berucap setelah Halilintar membuka pintu kamar Solar, tidak ada penghuninya.

   “Mungkin disana,” Mata Halilintar menangkap pintu kamar Taufan yang sedikit terbuka.

   “Sea- eh Allen?” Tentu Halilintar bingung, ini kamar Taufan tapi isinya adalah Gempa dan Solar.

SUNSHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang