bagian satu

0 0 0
                                    

   Aku beranjak dari dudukku. Mendekati kamera yang sedaritadi merekam kegiatan lamunan tidak jelasku. Tenang akan menjadi jelasku, soalnya akan menghasilkan duit hehe. Tapi, ya tentu aku harus merekam beberapa momen yang sudah kususun dan rencanakan (atau bahkan kadang merekam momen-momen yang memang tidak ada dalam rencana), mengeditnya lalu menyebarkannya di platform digital. Aku mematikan kamera, lalu melihat hasil rekaman. Oke bagus. Aku mengambil barang bawaanku, tripod, kamera dan hp. Berjalan sedikit hingga sampai pintu rumah sebab danau ini memang persis ada di depan rumahku. Membuka pintu, semerbak harum masakan memasuki indra penciuman. Melewati ruang tamu, aku berbelok menuju dapur. Melihat ayah sedang membelakangiku dengan serbet di pundak kanannya sembari bersenandung kecil. Aku menaruh barang bawaanku di meja makan. Mendekati ayahku, melongokan kepala dari balik lengannya.

"Ayah masak apa?" tanyaku penasaran.

"Astaga Ru!" aku menatap ayah yang kaget. Lalu tersenyum geli. "kamu ini kebiasaan suka ngagetin," lanjutnya.

Aku hanya balas terkekeh. "Ayah masak spagetthi udang. Kamu belum nyarapkan?"

Aku menggeleng. "belum."

"Yauda ambil piringnya ini bentar lagi jadi."

Aku menjauh dari ayah, mengambil piring dari kabinet bawah dan memberikannya pada ayah, lalu membawa masakan yang sudah jadi tersebut ke meja makan. Dua piring spaghetti udang tersaji di meja makan berbentuk bulat itu. Aku menarik kursi bersamaan dengan ponselku berdering. Aku membaca sekilas nama penelpon, lalu mengangkat panggilan video tersebut. Dan terpampanglah wajah manis memenuhi layar ponselku.

"Hai," sapanya sembari mengucek mata. Sepertinya dia baru bangun tidur, terlihat dari dia yang duduk di kasur.

"Hello, baru bangun tidur, ya?" aku menyapanya dengan semangat.

"Iya nih, baru selesai ngedit video jam 2an, soalnya hari ini jadwal upload rutin. Sorry ya harusnya semalem gue bantuin cariin airbnb. Tapi malah lo yang nyari sendiri."

"Gapapa kali santai aja, lagiankan lo juga ada kerjaan kata lo," sahutku.

"Siapa Ru? Itu Lesan, kah?" ayah datang sembari membawa dua gelas kosong dan potongan stroberi yang sudah di cuci di piring kecil.

Menaruh ponselku di vas bunga yang ada di tengah meja makan aku mengambil dua gelas tersebut lalu mengisinya dengan air putih yang ada di teko. Ayah menaruh stroberi dekat piring spaghetti ku. Akupun menaruh salah satu gelas dekat piring makannya. Fokusku kembali pada layar ponsel, sekarang Lesan sedang berada di kamar mandi sedang mencuci wajahnya.

"Iya ini Lesan," aku menjawab pertanyaan ayah.

"Siapa Ruy? Ayah lo, ya? Wah gua mau ngobrol dong," Lesan menyahut dan terlihat buru-buru mengelap wajahnya dengan handuk. Ayah yang memang belum duduk berjalan ke belakang tubuhku. Memperlihatkan wajahnya pada layar.

"Hellow you? Lesan, kan? Saya Adri, ayahnya Ruyah. Salam kenal ya," ayah menyapanya dengan gaya khasnya.

"Hai om, iya aku Lesan, Lesan prabaswara, salam kenal juga om." Lesan membalas tak kalah semangat. "wah akhirnya bisa ngobrol juga. Dari kemaren mau ngobrol sebenarnya mau minta izin ajak putri kesayangannya road trip, tapi malah banyak kerjaan, maaf ya om minta izinya juga malah lewat hp gini."

"Lho gapapa ko om maafin. Lagian juga kalo kamu ke sini bisa-bisa harus naik pesawat dulu. Jadi dimaklumin izin lewat hp," ayah terkekeh.

Lesan balas terkekeh. "jadi di izinin nih om bawa anaknya pergi?"

"Di izinin dong. Om selalu seneng kalau Ruyah selalu nyoba hal baru, jadi tentu om izinin." aku mendongkak menatap ayah yang tersenyum, duh ayah jangan buat anaknya terharu dong.

"Pasti menyenangkan ya tersesat dalam kesenangan dan menemukan kembali apa yang hilang," kata ayah. Duh mulai nih. Padahalkan aku tadi sudah terharu, malah bertemu sikap menyebalkannya.

"There we go," kataku sembari mengambil gelas untuk diminum airnya. Eh Ayah malah mengusak rambut anaknya, gemas sepertinya, ya aku memang menggemaskan sih, yang ini kata ayah, ya.

Ayah kembali menatap ponsel pintarku dan berujar dengan bercanda, namun aku tau ada keseriusan dalam kalimatnya, "Om nitip anak om selama kalian road trip ya Les, pokoknya kalo dia balik lagi ke sini harus masih cantik dan utuh, ga boleh cacat sedikitpun. Sekalipun hatinya." lho apa tuh maksud kalimat terakhir?

"Waduh, aku gabisa janji om. Aku cuma manusia biasa yang bisa melakukan kesalahan," balas Lesan dengan nada aga bercanda. Ayah memberikan mimik wajah geli.

"Yauda kalian lanjut ngobrol aja ya, om mau buat kopi tadi lupa soalnya."

"Mending nanti aja ayah makannya keburu dingin entar. aku aja deh yang buatin ayah." aku hendak bangun tapi ayah menahan bahuku.

"Udah kamu duduk aja. Abisin sarapanmu," katanya dan aku mengangguk membiarkan ayah membuat kopinya. Aku menatap ponsel lagi.

"San gua mau nyarap nih." aku mendekatkan piringku.

"Yauda lu nyarap dulu deh, entar bahasan yang semalem ketunda lanjut nanti, ya. Gue juga belum gosok gigi tadi entar gaenak lagi lo makan sambil liat gue gosok gigi," dia terkekeh sambil memasuki kamar mandi kembali. Aku meringis.

"Yauda gua matiin nih, ya?" aku melihatnya mengangguk, "dah."

"Dah." lalu sambungan video itu terputus. Aku menaruh ponselku. Mengambil garpu lalu memutar mie spaghetti ku, lalu satu suapanpun masuk ke dalam mulutku. Ayah kembali dengan kopinya. Duduk di kursi hadapanku, mulai melahap sarapannya juga.

"Kamu ke rumah Lesan jadinya besok, kan?" ayah bertanya setelah menelan suapanya. Aku menatapnya, lalu mengambil gelas, meneguk isinya, menaruhnya lagi lalu membalas perkataan ayah.

"Iya, aku besok ke rumah Lesan dulu. Paling nginep sehari di rumahnya. Baru kita mulai jalan."

"Udah pesen tiket, kan?"

"Tenang udah, ko."

"Bagus deh."

Kami mengobrol hal lain sembari menyelesaikan sarapan. Setelah sarapan aku menuju westafel mencuci piring bekas makan. Aku kembali menuju meja makan, mengambil barang bawaan yang kubawa tadi beserta piring berisi stroberi yang disiapkan ayah--nyemil buah sehabis makan memang kebiasaanku, jadi ayah memang biasanya menyiapkannya. Aku mendekati ayah yang kebetulan masih berada di situ sedang sibuk dengan ipad.

Mencium pipinya dengan kilat aku berkata, "makasih sarapannya ayah. Aku ke kamar ya."

Ayah tersenyum, dan kembali menunduk menatap ipadnya. Memeriksa pekerjaanya palingan. Aku membuka pintu kamar yang memang dekat dengan dapur. Kebetulan rumah kami memang rumah satu lantai. Menutup pintu kembali. Aku berbalik lalu menghela napas, melihat kekacauan yang kubuat semalam. Semalam memang sibuk sekali, aku harus berselancar di internet mencari tempat penginapan, lalu memilah baju-baju yang akan kubawa selama perjalan.

Biar kujelaskan keadaan kamarku sekarang. Koper terbuka dengan baju yang belum selesai dilipat. Laptop masih dalam keadaan menyala bekas subuh tadi mengedit--aku tak sempat mematikannya sebab tadi mengejar sunrise untuk merekam video lainnya--dan berserakan buku-buku untuk mencatat semua rencanakan. Aku memang lebih senang mencatat semua rencanaku di buku dibanding di catatan ponsel ataupun apk pencatat lainnya.

Aku melangkah menuju meja kerjaku. Menjijit kaki agar tidak menginjak baju yang berserakan. Menaruh barang yang kubawa tadi di meja pinggir laptop, menarik kursi lalu memastikan hasil video editan. Aku memakan stroberiku sembari melihat hasil editanku. Sebenarnya videonya belum selesai di edit, tapi nanti sajalah, aku memastikan videonya tersimpan. Kira-kira sudah ketebak belum sih pekerjaanku apa?

Aku menaruh piring kecil yang sudah tidak ada isinya. Aku memeriksa jam di dinding. Sudah jam 8. Oke berarti sekarang aku mandi dulu, lalu kuselesaikan yang belum kuselesaikan nanti setelah badanku segar.

•••••

Project: Harmoni di JalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang