Malam ini cuaca terasa begitu dingin, meskipun langit terlihat cerah dengan bulan sabit serta bintang-bintang yang menemani sang bulan ikut mengkhiasi langit malam tapi tetap saja udara malam ini begitu dingin karena sore tadi baru saja turun hujan. Terhitung sudah 3 hari semenjak kepulangan Shankara dari rumah sakit kini keluarga Alastair sudah kembali membaik. Aruna sang ibu rumah tangga dan juga Pandu sang kepala keluarga meminta maaf pada si bungsu atas kejadian beberapa hari lalu yang mana Gian tak sengaja menumpahkan susu panas dan benar saja sore harinya pada saat pulang ke rumah Aruna memasakan bubur ayam spesial untuk si bungsu hingga hubungan mereka pun kembali membaik.
Seperti saat ini keluarga Alastair tengah menghabiskan waktu bersama setelah makan malam selesai. Pandu, Aruna, dan kedua anaknya Gian juga Kalandra terlihat tengah asyik menonton film di ruang keluarga.
Ah iya, apa nama Shankara lupa disebutkan tadi? Sepertinya tidak karena memang Shankara tidak ikut berkumpul bersama keluarganya malam ini. Terakhir, setelah makan malam selesai si sulung berpamitan untuk tidur lebih dulu. Namun apa benar Shankara lebih memilih tidur di bandingkan dengan menghabiskan waktu malamnya bersama seluruh keluarganya?
"Adek bagi cookies nya dong! Pelit banget di makan sendiri padahal ibu buatin cookies nya untuk di makan berdua!" seru Kala seraya merebut toples yang di dalamnya terdapat cookies buatan sang ibu yang kini sepertinya sudah di hak milik oleh Gian.
"Nggak abang! Ini cookies nya buat Gian, ini cookies kesukaan Gian," rengek Gian semakin memeluk erat toples cookies tersebut.
"Adek udah dari tadi makan cookies nya! Sekarang giliran abang! Ummm enak.." Kala akhirnya berhasil mengambil alih toples yang berisi cookies tersebut.
"Ish, ayah ibu liat tuh bang Kala! Abang rebut toplesnya! Padahal kan Gian masih mau cookies nya," adu Gian.
"Hey hey jangan ribut dong, ibu buat cookies itu khusus untuk kalian berdua karena kakak ga bisa makan cookies nya. Jadi makan nya berdua ya harus saling berbagi. Anak-anak ibu kan pintar, baik hati dan tidak sombong, rajin menabung pula," timpal sang ibu seraya mengusap surai Gian dan Kala bergantian tak lupa menunjukan senyum manisnya.
"Tuh denger ga bongsor apa yang di bilang ibu?!"
"Ish iya iya dasar pipi bakpau!"
"WHAT?!!!! PIPI BAKPAU?!" heboh Kala yang tidak terima di katai pipi bakpau oleh sang adik yang membuat kedua orang tuanya tertawa.
"Ih ayah sama ibu kenapa ketawa sih?! Ga lucu tau pipi Kala di samain sama bakpau!" rajuk Kala.
"Utututututu gemasnya, anak ibu yang satu ini emang pipinya gemas seperti bakpau," goda Aruna.
"AAAAAAAA IBUUUUUUUUUU~"
"Ahahahahaha bener kan apa kata Gian, bu.." Gian semakin tertawa puas sedangkan Kala semakin mengerucutkan bibirnya lucu.
"Okay sayang, ibu ga akan godain Kala lagi deh."
"Udah udah, kalian ini malah ribut, ayah jadi ga konsen nonton filmnya lho," sang kepala suku yang sejak tadi hanya diam pun kini mulai bersuara.
"Fokus apanya, ayah tuh bukan fokus sama filmnya tapi fokus sama kerjaan," sindir Aruna.
"Ehehehe sebentar lagi sayang," cengir Pandu seraya kembali fokus pada iPadnya.
"Huuuuuu dasar ayah, sorak sorakin ayah huuuuuuu," seru Gian.
"Oh jadi adek berani sorakin ayah kaya gitu?"
"Emang kenapa? Gian ga takut wleeeee," Gian menjulurkan lidahnya pada sang ayah.
"Oh ga takut, okay kalau gitu.." Pandu langsung menggelitiki tubuh si bungsu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sorry [Short Story Brothership]
FanfictionKatanya jadi anak pertama itu harus kuat, harus siap menjadi tulang punggung keluarga, harus bisa menanggung semua beban hingga adik-adiknya tidak merasa terbebani. Jadi anak pertama itu harus bisa menjadi garda terdepan untuk adik-adiknya, katanya...