Chapter 4

3.8K 290 21
                                    

Bukan BL

°

°

°

   “Aa yang buat ini?” Tanya Gempa begitu sampai di dapur.

   Benar, yang berada di dapur adalah Taufan.

   “Iya.. tolong tata piringnya, Len,” Gempa mengangguk, ia mengambil piring serta garpu dan sendok kemudian menatanya dimeja makan.

   “Kenapa Aa gak panggil aku? Jadinya aku gak bisa bantu,” Ucap Gempa setelah menyelesaikan tugasnya.

   Taufan menghampiri Gempa yang sedang merengut didekat meja makan, “Kasian kamu nya capek,”

   “Tapi Aa juga baru pulang kerja,”

   “Iya udah gapapa, kan sesekali. Toh, kamu masaknya tiap hari,” Taufan mencubit gemas kedua pipi Gempa.

   “Udah ya, sekarang panggil yang lain buat makan gih,” Kini Taufan mengusak rambut brown milik Gempa.

   Lagi-lagi Gempa mengangguk, ia berjalan kelantai untuk menyuruh saudaranya makan malam.

   “Kalian, ayo turun, A Sea udah masak buat makan malem,”

   “Wiihh.. beneran A Sea yang masak?” Tanya Blaze antusias.

   “Iya, padahal kan si Aa chef tapi jarang masak di rumah,” Thorn juga sama antusiasnya.

   “Makanya ayo turun, kasian Aa nya nunggu,”

   “Anya gimana? Di bangunin?” Tanya Halilintar yang sedari tadi hanya diam, jika boleh jujur dirinya mengantuk.

   “Loh, masih tidur?”

   “Anya pingsan gak si?” Ujar Blaze. Entahlah, mengingat Solar yang tidur dari sore membuatnya berpikir seperti itu.

   “Enggak, dia emang lagi tidur. Maybe dia emang ngantuk berat? Secara kan Anya suka belajar sampe begadang?” Mengingat kata 'begadang' membuat Gempa ingin menyita laboratorium dan semua buku koleksi Solar.

   Thorn menatap Gempa, “Jadi gimana?”

   “Biarin Anya tidur dulu, kalo udah bangun dia harus makan,” Usul Gempa yang tentunya disetujui oleh Halilintar dan yang lain.

   “Ayo atuh, kasian si Aa nunggu lama dibawah,” Gempa berjalan keluar, disusul oleh Thorn kemudian Halilintar.

   “Ael bangun ayo, makan malem dulu,” Blaze menepuk-nepuk pipi Ice yang masih tidur di pahanya.

   Mendengar kata 'makan' membuat Ice langsung membuka matanya, yang ia lakukan terlebih dahulu adalah duduk.

   “Gendong,” Ucapnya, masih dalam keadaan mengumpulkan nyawa.

   Sementara Blaze sudah berjongkok dibawah, ia sudah biasa dengan sifat Ice yang kelewat malas untuk sekedar berjalan.

°

°

   Makan malam itu berakhir dengan cepat, kini Halilintar serta buntutnya berada diruang CCTV sesuai diskusi di meja makan.

   Halilintar mulai mengutak-atik layar laptop didepannya, memutar CCTV area ruang tengah pada waktu siang.

   Awalnya tidak ada yang aneh, mereka melihat Solar yang sedang belajar seraya menunggu guru pertama datang.

SUNSHINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang