Di suatu pagi yang cerah, ketika sinar matahari bermain-main dengan bayangan daun-daun pohon di halaman sekolah, takdir mempertemukan dua orang yang selama ini hanya sebatas teman sebangku yang tak pernah saling tegur dan sapa. Keheningan kelas seolah terluka oleh keriuhan anak-anak yang sedang bermain di luar, namun di dalam, ada dua sosok yang seakan terlepas dari kehidupan sekitar.
Aku, seorang yang lebih suka merenung dan menyelam dalam dunia pikiranku sendiri, duduk di sudut sebelah jendela. Sementara kamu, dengan buku catatan yang selalu setia menemanimu, duduk di sebelahku. Sebagai dua individu yang selalu berdampingan namun tak pernah bersentuhan, kita adalah gambaran hidup yang kontras.
Hari itu, tak seperti biasanya. Ketika kamu sibuk menelusuri catatanmu, buku catatanmu tiba-tiba jatuh. Aku, yang selalu tenggelam dalam pikiran sendiri, tanpa ragu-ragu menangkapnya sebelum mencapai lantai. "Terimakasih," ucapmu singkat. Senyuman kecil terukir di bibirmu, dan sejenak, mata kita bertemu. Itu adalah detik pertama kali aku merasakan getaran aneh di dada, seperti ada kekuatan tak terlihat yang mulai menghubungkan kita.
Senyumanmu, meski hanya sebentar, meninggalkan kesan mendalam dalam benakku. Aku, yang biasanya lebih suka berbicara dengan buku-buku dan khayalan, tiba-tiba merasa tertarik untuk mengetahui lebih banyak tentangmu. Apa yang kamu sembunyikan di balik senyumanmu yang tipis? Apakah ada cerita yang ingin kamu bagikan?
Meskipun pertemuan itu singkat, tapi aku merasa ada sesuatu yang berubah di antara kita. Kita masih tidak lebih dari dua orang yang sebatas berdampingan, tapi ada kilatan yang membuat ruang di antara kita terasa lebih kecil. Setiap tatapan singkatmu ke arahku seolah membuka pintu menuju duniamu yang penuh misteri.
Hari-hari berikutnya, aku mulai memperhatikanmu dengan lebih cermat. Matamu yang selalu turun begitu tajam, seakan-akan menyimpan cerita yang belum pernah terungkap. Aku, yang biasanya lebih suka membiarkan pikiranku melayang entah ke mana, kini lebih sering terfokus pada sosok misterius yang duduk di sebelahku.
Saat kita berpapasan di koridor sekolah, aku berusaha menangkap tatapanmu. Mata kita bertemu sebentar, tapi cukup untuk membuat hatiku berdebar-debar. Apakah kamu merasakan getaran yang sama? Atau ini hanyalah imajinasiku yang terlalu jauh melambung?
Aku bahkan mulai memperhatikan detail kecil tentangmu. Bagaimana cara kamu menyusun kata-kata di buku catatanmu, atau bagaimana kamu begitu asyik membaca novel di sudut perpustakaan. Aku merasa seolah-olah ada sebuah teka-teki di dalam dirimu yang menantikan untuk dipecahkan.
Suatu hari, tanpa sengaja, kita ditempatkan dalam kelompok yang sama untuk sebuah proyek kelas. Inilah kesempatan bagiku untuk lebih mendekatimu. Namun, ketika aku mencoba memulai percakapan, kamu tetap seolah menjadi dinding yang sulit untuk ditembus. Setiap pertanyaanku sepertinya hanya menciptakan lebih banyak pertanyaan.
Namun, meski kita masih berada pada fase saling mengobservasi, ada kemajuan kecil yang aku rasakan. Kita mulai berbicara lebih banyak, terutama ketika tugas kelompok memaksa kita untuk bekerja sama. Mungkin, di balik tembok yang kamu bangun begitu rapat, ada keinginan untuk membuka diri. Namun, aku juga tak ingin terlalu memaksamu.
Malam-malam aku habiskan untuk merenung. Tentang kemungkinan apa yang kamu sembunyikan di balik senyuman tipismu. Aku ingin tahu lebih banyak tentang keluargamu, hobi-hobimu, dan apa yang sebenarnya kamu rasakan setiap harinya. Mungkin ini hanya keingintahuan biasa, tapi setiap detik menghabiskan waktu untuk memikirkanmu membuat hidupku terasa lebih hidup.
Hingga suatu hari, ketika kita sedang duduk bersama di perpustakaan untuk mengerjakan tugas kelompok, kamu tiba-tiba mulai berbicara lebih banyak daripada biasanya. Aku terkejut, namun juga senang. Kita berbagi cerita, tawa, dan bahkan beberapa ketidakpastian tentang pelajaran. Aku merasa ada suatu kemajuan, dan akhirnya, kita tidak lagi hanya sebatas dua sosok yang terpisah di kelas yang sama.
Namun, walau kita sudah mulai berbicara lebih banyak, aku masih belum bisa menembus batas-batas yang seolah kamu bangun di sekitarmu. Aku merasa seolah-olah masih ada gundukan pasir di antara kita yang belum tergeser. Kamu adalah misteri yang kompleks, dan setiap usaha yang kulakukan terasa seperti melangkah di atas medan yang licin. Tapi, aku bersedia untuk terus mencoba. Mungkin suatu hari nanti, kamu akan mempercayai aku dan membuka pintamu, mengizinkan aku masuk ke dalam duniamu yang tersembunyi.
Pertemuan kita yang tak terduga ini memberiku rasa ingin tahu yang tak terbatas. Aku tidak ingin hanya menjadi teman sebangku yang sekadar bertegur sapa di kelas. Aku ingin lebih dari itu. Aku ingin mengenalmu dengan lebih baik, memahami setiap lapisan misterimu, dan mungkin, hanya mungkin, menemukan jawaban untuk semua pertanyaan yang terus berputar di pikiranku setiap kali aku melihat matamu yang penuh misteri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni di Antara Rindu
RomanceCerita ini memaparkan perjalanan emosional dua orang yang awalnya hanya sebatas teman, namun lambat laun tumbuh menjadi sebuah pertarungan batin melawan perasaan yang terpendam. Dalam keterpisahan dan kebingungan, mereka mencoba memahami arti sebena...