Jarak antara kita semakin terasa, seperti garis yang terus memanjang dan mengukir batas-batas antara kita. Tegur sapa yang dulu begitu alami, kini hanya berupa sapaan sepi yang melintas di udara. Meskipun demikian, aku bertekad untuk menjaga jalinan ini, kendati terasa semakin tipis.
Pergulatan batin terus membayangi setiap langkahku. Aku tak bisa menghilangkan bayanganmu dari pikiranku, dan rindu itu semakin membuat hatiku terasa berat. Namun, aku memutuskan untuk tetap ada di sampingmu, meski hanya sebagai teman yang berbagi cerita.
Suatu hari, aku melihatmu di taman sekolah. Wajahmu terlihat lelah, dan tatapanmu memancarkan ketidakpastian. Aku mendekatimu dengan senyuman, mencoba membawa sedikit cahaya ke dalam hari yang kelam itu. "Hai," sapaku pelan.
Kamu menatapku sebentar sebelum menjawab, "Hai." Suara itu seperti angin sepoi-sepoi yang membawa aroma kenangan. Meskipun hanya satu kata, namun di baliknya tersimpan begitu banyak rahasia dan kebingungan.
Kita duduk di bangku taman, dan keheningan kembali merajai. Aku memutuskan untuk mengambil inisiatif, mencoba membuka percakapan yang mungkin bisa membawa kita lebih dekat. "Bagaimana kabarmu belakangan ini?" tanyaku.
Kamu tersenyum tipis, tetapi aku bisa melihat bayangan kesedihan yang mengintip dari balik senyummu. "Baik, baik saja. Sedang sibuk dengan banyak hal," jawabmu.
Aku merasa ada sesuatu yang kau sembunyikan, sesuatu yang tidak bisa kau ungkapkan dengan kata-kata. Namun, aku memilih untuk tidak menekannya. Mungkin ini bukan waktu yang tepat. Aku hanya ingin membuatmu merasa nyaman, seperti dulu.
Waktu berlalu, dan kita terus berbicara tentang hal-hal kecil, seperti masa lalu yang kita bagikan. Meskipun terasa asing, namun percakapan itu membawa aroma nostalgia yang membuat hatiku hangat. Tapi di tengah-tengah senyuman dan canda, ada kekosongan yang sulit diabaikan.
Setelah beberapa saat, aku merasa perlu untuk mengungkapkan perasaanku. "Aku merindukan kita, tahu?" kataku dengan hati-hati. "Saat-saat ketika kita bisa berbicara begitu bebas, tertawa, dan saling mengerti."
Kamu menatapku, dan dalam matamu, aku melihat cahaya kenangan yang masih menyala. "Aku juga merindukannya," ujarmu pelan. "Tapi sepertinya semuanya berubah."
Aku mengangguk, meski hatiku terasa berat mendengar pengakuan itu. "Ya, berubah. Tapi bukankah perubahan adalah bagian dari hidup? Kita bisa mencoba membuatnya menjadi sesuatu yang indah, meskipun tak sama seperti dulu."
Kamu tersenyum pahit, seolah-olah merenungi kata-kataku. "Aku hanya takut merusaknya lebih jauh. Kita sudah terlalu jauh, dan aku takut jika kita terus memaksanya, kita akan kehilangan apa yang masih tersisa."
Kata-katamu menusuk hatiku. Aku merasa terdorong untuk memberikan dukungan, tetapi juga merasa sedih karena kita harus berbicara seperti ini. "Aku mengerti," ujarku pelan. "Tapi apa kita tidak bisa mencoba lagi? Memberi kesempatan untuk membuatnya lebih baik?"
Kamu menghela nafas dalam-dalam. "Aku takut, aku takut kehilanganmu sepenuhnya. Aku takut jika kita terlalu banyak berusaha, kita akan kehilangan yang tersisa daripada mendapatkan kembali apa yang hilang."
Aku merenung sejenak. Kata-katamu menyentuh hatiku, karena aku juga takut kehilanganmu. Namun, ada sesuatu yang membuatku tetap bertahan, sesuatu yang membuatku merasa ada arti untuk terus berada di sini.
"Aku tak ingin kehilanganmu juga," kataku tulus. "Tapi aku juga tak ingin kita menyerah begitu saja. Bagaimana jika kita mencoba memahami perasaan kita, memberikan ruang satu sama lain untuk tumbuh, dan melihat apa yang bisa kita bangun bersama?"
Kamu menatapku dengan tatapan campuran antara ketakutan dan harapan. "Apakah itu mungkin?"
Aku mengangguk. "Mungkin, atau mungkin tidak. Tapi setidaknya kita mencoba, bukan?"
Kita duduk di taman, di antara kata-kata yang terucap dan keheningan yang menyertainya. Apakah keputusan untuk tetap bertahan dan mencoba akan membawa kita pada suatu jawaban ataukah hanya akan menambah kerumitan? Tapi satu hal yang pasti, aku siap untuk menemukan jawabannya bersama denganmu.
Malam itu, aku berjalan pulang dengan perasaan campuran. Ada kekhawatiran, ada harapan, namun yang pasti, ada tekad untuk tetap ada di sampingmu. Bagaimana kita akan melangkah setelah percakapan ini, hanya waktu yang bisa memberikan jawaban.
KAMU SEDANG MEMBACA
Harmoni di Antara Rindu
RomanceCerita ini memaparkan perjalanan emosional dua orang yang awalnya hanya sebatas teman, namun lambat laun tumbuh menjadi sebuah pertarungan batin melawan perasaan yang terpendam. Dalam keterpisahan dan kebingungan, mereka mencoba memahami arti sebena...