Memori dan Keberanian

0 0 0
                                    

Bodoh, mungkin itu kata yang paling tepat untuk menggambarkan keadaanku saat ini. Aku terjebak dalam labirin perasaan yang tak kunjung jelas, di antara keinginan untuk menyembunyikan perasaanku dan ketakutan akan kemungkinan ditolak. Sementara itu, kau, sosok yang tak lekang dari pikiranku, terlihat bahagia bersama orang lain. Aku bertanya-tanya, apakah keberanian untuk mengungkapkan perasaan ini layak untuk dicoba, ataukah aku hanya akan menghadapi kegagalan yang menyakitkan?

Aku menghabiskan waktu berjam-jam untuk merenung, duduk di sudut kamarku yang gelap. Lampu remang-remang memberikan sentuhan dramatis pada keheningan yang mengelilingiku. Ponselku tergeletak di meja, layar terang memantulkan wajah-wajah di media sosial yang menggambarkan kebahagiaan orang-orang di dunia mereka masing-masing. Aku berselancar dari satu akun ke akun lainnya, mencari inspirasi atau bahkan sekadar pengalihan perhatian dari pertanyaan yang terus menggelayuti pikiranku.

Aku mencoba memahami mengapa melihatmu bersama orang lain dapat membuatku merasa begitu hancur. Seharusnya aku bahagia untukmu, seharusnya aku mampu melepaskan dan memberimu kebebasan untuk mengejar kebahagiaanmu sendiri. Tapi, mengapa hatiku meronta-ronta dalam ketidakpastian dan kecemburuan?

Pernahkah kamu merasakan gelombang cemburu yang melanda begitu mendalam sehingga seolah akan menenggelamkanmu? Itulah yang kurasa saat ini. Dan aku tahu, ini adalah ujian untukku, ujian untuk memahami arti sejati dari cinta tanpa harus memiliki.

Ketika melihatmu bahagia dengan orang lain, aku mencoba menghibur diriku sendiri dengan berpikir bahwa ini adalah pilihanmu. Aku tidak punya hak untuk merusak kebahagiaanmu hanya karena perasaanku yang rumit. Aku memilih untuk menjaga perasaan ini sendiri, menyimpannya dalam lapisan-lapisan hatiku yang paling dalam. Mungkin ini cara terbaik, pikirku. Tapi, di saat yang sama, ada suara kecil yang bertanya-tanya, apakah ini keputusan yang tepat?

Aku tahu kau adalah orang yang baik, dan aku tidak ingin menambah bebanmu dengan perasaanku sendiri. Aku ingin kamu bahagia, meski itu tidak bersamaku. Dan entah mengapa, ada kebahagiaan tersendiri dalam melihatmu tersenyum, meski itu adalah senyuman untuk orang lain.

Namun, ketika malam tiba, dan aku sendirian dengan pikiranku, terkadang aku bertanya-tanya, apakah semua ini sepadan dengan rasa sakit yang kurasakan? Apakah ada gunanya mencoba menyembunyikan perasaan ini jika hatiku terus merasakannya?

Hari-hari berlalu, dan aku semakin merasa terjebak dalam kebimbangan ini. Aku melihatmu dari kejauhan, menciptakan narasi dalam benakku tentang bagaimana hidup kita bisa bersama. Tapi, realitas selalu menghantamku seperti pukulan yang tak terduga. Kau ada di sana, bersama dia, dan aku hanya bisa menjadi penonton dalam kisah ini.

Aku tidak bisa membenci dirimu atau dia, karena ini bukan salah mereka. Aku yang memilih untuk tetap diam, meratapi nasib sendiri tanpa berusaha mengubahnya. Aku tahu bahwa untuk mencapai kebahagiaan sejati, aku perlu menemukan keberanian untuk menghadapi ketakutan dan menjelajahi wilayah yang belum pernah kutelusuri sebelumnya.

Pertanyaan-pertanyaan itu tetap bergelayut dalam benakku seperti bayang-bayang yang tak pernah pergi. Apakah aku memiliki keberanian untuk mengungkapkan perasaanku, meski itu berarti menghadapi risiko penolakan dan melibatkan diriku dalam kompleksitas hubungan? Ataukah aku akan terus menjadi penonton yang melihat dari kejauhan, meratapi perasaan yang tak kunjung hilang?

Aku tahu bahwa jawaban mungkin tidak akan langsung muncul. Ini adalah perjalanan panjang, dan aku harus bersiap untuk melewati liku-liku yang mungkin menghantui perasaanku. Tapi satu hal yang pasti, aku tidak ingin hidup dalam penyesalan. Aku harus menemukan keberanian itu, entah dari mana pun itu berasal, dan mencoba untuk menjalani hidup dengan penuh warna.

Mungkin keputusan untuk melangkah maju akan membawa konsekuensi, tapi setidaknya aku akan tahu bahwa aku telah mencoba, bahwa aku tidak lagi hanya menjadi penonton yang pasif dalam kisah ini. Jika aku gagal, setidaknya aku gagal dengan keberanian, bukan dengan pengecut. Dan jika berhasil, mungkin ini adalah awal dari bab baru yang menarik dalam hidupku.

Harmoni di Antara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang