Chapter 2

5.7K 230 3
                                    

Hi!
Happy reading
Don't forget to vote, comment
and follow my acount:)

Kalau ada typo silakan di
koreksi!

-----------------------------------------------------

Keesokan harinya William benar-benar kembali ke Marlenia, keputusan yang sebenarnya engan dia lakukan tapi melihat sang nenek yang kekeuh mengusir dia dari kediamannya mau tak mau dia harus segera pergi ke Marlenia.
bukan tanpa alasan mengapa dia tidak ingin kembali ke Marlenia, ada seseorang di sana yang tidak mungkin menunggu dia pulang, dan tidak merindukan dia dan juga selalu mengabaikan dirinya, namun di sisi lain William merindukannya.

Entah bagaimana wajah cantik itu terlihat sekarang, pasti cantiknya sudah bertambah, sering kali William melirik wajahnya ke cermin dan bertanya pada diri sendiri 'Apa aku masih terlihat tampan?', faktor usia pasti membuat manusia menua, usianya sekarang sudah hampir kepala tiga pasti sudah muncul keriput keriput mengerikan seperti yang ada di kulit neneknya, apalagi William selalu berada di dekat perdebu-debuan nyaris tidak pernah merawat kulitnya. 'Apa aku sudah terlihat seperti kakek-kakek?'.

Perjalanan ke Marlenia sendiri memiliki jarak yang jauh namun karena dia perginya pagi-pagi dia bisa sampai ke Marlenia malam nanti. mungkin ini salah satu dari rencana neneknya untuk mengusir dia, menyuruh pergi pagi buta agar bisa sampai malam nanti.

William menarik sesuatu dari kantong pakaiannya, sebuah liontin yang bisa menyimpan lukisan kecil di dalamnya. William membukanya dan menatap lukisan seseorang di dalamnya dengan lamat-lamat. cantiknya!.

"Aku akan kembali, emily." Gumam William bernada sendu.

William menutup liontin itu memasukkannya kembali ke dalam kantongnya.

"Aku berharap kau bisa tersenyum padaku, Emily. aku merindukanmu"

....::::**•°✾°•**::::....

Seorang pelayan berusia kisaran tiga pula tahun nampak sedang menyisiri rambut panjang berwarna cokelat, dia tampak hati hati menyisiri rambut indah itu, sedangkan yang di sisir menghadap cermin tanpa ekspresi muka.

"Nyonya, malam nanti Duke akan sampai ke mansion, Anda mau menyiapkan sesuatu?" tanya pelayan itu-Dina, dia bertanya dengan raut senang karena tuannya akan segera datang lagi setelah berbulan-bulan lamanya, baginya itu baik untuk nyonya-nya, Duchess amalia.

Sementara amalia, dia menghiraukan dina, tidak ada yang menarik dalam perbincangan pagi itu.

Dina selesai menyisiri rambut amalia sekarang hendak mengatur bagaimana rambutnya di tata. "Nyonya anda tampak tidak senang? apa anda sedang tidak enak badan?"dina kembali bertanya

"tidak, aku baik. Sampaikan pada nyonya rosetta untuk membuat makan malam, siapkan untuk Duke makanan favoritnya"

Dina mengangguk sempurna, sejak tadi itulah yang dia harapkan dari amalia perintah untuk menyambut kedatangan tuan mereka. "anda tidak mau membuat penyambutan di depan nyonya?"

"Tidak perlu, lagipula Duke datangnya malam jangan membuat dia terlalu lama di luar" begitu saja, tanpa ekspresi wajah dan nada yang memperlihatkan kekhawatiran.

"Selesai nyonya, sekarang anda tampak sempurna" ujar dina kegirangan dia langsung pamit menuju tempat nyonya rosetta-kepala pelayan wanita di kediaman Kebangsawanan smith.

A chance for duchess amalia Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang