18 November 2023
Kafe yang dikunjungi terlalu gelap, membuatnya harus berusaha keras membaca huruf tertulis di buku menu yang tersaji dihadapannya. Dari tempatnya, dia bisa melihat cara orang mengisi waktu di kafe ini. Ada yang menyibukan diri berhadapan laptop dengan jari yang menari diatasnya. Ada yang duduk-duduk dengan wajah murung. Ada yang duduk berkerumunan. Dia mengamati sekitar, beberapa terang-terangan tengah melakukan transaksi narkoba. Dia menyadari, semua orang pun menyadari itu, akan tetapi mereka semua berpura-pura tidak tahu.
Apa yang membuat mereka berpura-pura tidak melihat? Mereka sebenarnya bisa menghentikan transaksi tersebut mengingat mereka berjumlah banyak dibandingkan mereka yang melakukan transaksi tersebut.
Asap rokok mengelilingi sekitarnya hingga menyebar ke seluruh ruang. Ruangan itu berbau asap rokok.
“Maaf telah membuat kapten menunggu.”
Sesosok pria muda datang terburu-buru. Pria itu telah dipenuhi oleh keringat. Laki-laki yang sedang memperhatikan sekelilingnya kini memandang pria muda itu. Pria itu memesan dua gelas lemon tea.
“KOPDA Redho Pratama. Kamu berani sekali membuat saya menunggu terlalu lama.”
Seketika cengiran pria muda itu hilang. Pemuda yang dikenal bernama Redho Pratama–lebih familier dipanggil Redho–seorang TNI AL berpangkat Tamtama–Kopral Dua–menundukkan kepalanya.
“Lucu sekali melihatmu yang ketakutan. Tenang saja, saya tidak akan menghukum mu.”
Darahnya berdesir pelan mendengar perkataan sang kapten. Rasanya ketegangan yang sedari tadi membebani pundaknya seolah terlepas dengan sendirinya.
Lemon tea tersaji dihadapan mereka. Redho segera meminumnya karena memang ia tengah kehausan sedari tadi. Sedangkan sang kapten Mohammad Firdaus Sabud–lebih familier dipanggil Firdaus–hanya memandang minumannya saja tanpa ada niat untuk meminumnya sama sekali.
“Kerajaan mulai mencurigai pemerintah atas teror penusukkan yang terjadi akhir-akhir ini.”
“Lalu bagaimana tanggapan pemerintah atas tuduhan itu?”
“Sampai saat ini pemerintah masih tutup mulut, enggan untuk memberi komentar mengenai kasus tersebut.”
“Tidak, pemerintah tidak diam. Mereka tengah memperdalam kasus teror penusukan. Apalagi teror ini mengancam nyawa para bangsawan. Jika tidak dibereskan segera, kemungkinan peperangan akan segera terjadi dalam waktu dekat.”
Redho terdiam sebentar hingga akhirnya mengangguk setuju akan pendapat sang kapten. Redho sedikit tertegun mendapati Firdaus tengah memasang ekpresi menahan amarah.
“Maaf, mungkin ini tidak sopan. Tapi, saya rasa kapten mengetahui sesuatu mengenai kasus ini.”
“Apakah terlihat?”
Redho menaruh gelas berisi lemon tea yang sedari tadi ia pegang. Matanya kini bertemu dengan mata Firdaus. Anggukan kepala menandakan jika Redho yakin jika Firdaus tengah menyembunyikan sesuatu darinya.
BRAK!
Semua pengunjung kafe dikejutkan dengan ulah pemuda berseragam sekolah yang tiba-tiba saja memukul meja dihadapan gadis remaja yang tengah asik membaca buku.
***
TV di kafe disetel dengan suara menggelegar. Tak ada yang peduli karena mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. TV isinya hanya berita kasus penusukkan yang tengah meneror kerajaan. Semua siaran hanya berisikan kejadian yang tengah heboh di wilayah kerajaan. Nampaknya kasus tersebut menjadi viral.
“…Baguslah, mengurangi populasi orang-orang arogan seperti mereka…”
Hafi yang memang tengah berada di kafe tak sengaja mendengar percakapan sekelompok pemuda sekilas.
“…Aku ingat sekali bagaimana ekpresi Raja saat berjabat tangan dengan Pak Presiden. Merendahkan…”
“…Itu karena kita dulunya budak mereka. Untung saja Pangeran ke II segera melakukan pemberontakan, membela rakyat biasa seperti kita…”
“…Anehnya, setelah Pangeran ke II di keluarkan dari keluarga kerajaan. Tiba-tiba saja Putra Mahkota diangkat menjadi Raja selanjutnya. Bukankah itu aneh?, kurasa politik kerajaan lebih mengerikan.”
Hafi tertawa, tidak menyangka mendengar kalimat tersebut dari seorang pemuda yang jelas seusia dengannya. Pemikiran yang luar biasa hingga membuat Hafi tertawa mendengarnya.
“Bukankah topik pembicaraan kalian terlalu berat?”
“Jangan lupa. Berkat Putra Mahkota yang di angkat menjadi Raja, kita memiliki wilayah tersendiri. Jauh dari ancaman bangsawan yang terus berteriak meminta Raja untuk memusnahkan kita.” Hafi memberikan senyuman mengejek.
BRAK!
Hafi dikejutkan dengan ulah pemuda itu yang tiba-tiba saja memukul meja dihadapannya. Ia sudah mengira pemuda itu sedari tadi menahan amarah. “Jangan memotong omongan orang lain!”
Hafi menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal. Ia agak tidak siap jika harus berkelahi di tempat ramai saat ini.
“Aku tidak memotong omongan kalian, aku hanya mengingatkan saja,” jawab Hafi setengah hati.
Kerah baju ditarik, membuat hafi kesulitan untuk berdiri karena tinggi tarikkan di kerah. Buru-buru Hafi menggenggam salah satu tangan pemuda yang menarik kerahnya dan memelintir nya kebelakang.
“Mau keroyokan?”
Buru-buru pemuda yang tersisa mundur kebelakang, tak ingin berurusan dengan gadis remaja tersebut. Melihat jika mereka tak akan menyerangnya, segera Hafi melepaskan genggamannya. Pemuda yang menjadi korban menatap tajam ke arah Hafi lalu pergi bersama teman-temannya meninggalkan kafe.
***
Ketika semua orang fokus akan perkelahian remaja tersebut barusan. Firdaus justru memperhatikan tiga pria berjas hitam masuk ke area dapur café sambil membawa tas hitam yang menggembung. Entah mengapa, Firdaus merasa curiga dengan isi tas tersebut. Narkoba kah?, pikir Firdaus. Mengingat terjadi transaksi narkoba di kafe yang tengah dikunjunginya.
Tak lama, tiga pria berjas hitam itu keluar dari area dapur tanpa membawa tas hitam itu lagi. Mereka jelas meninggalkan tas hitam tersebut di area dapur.
Mereka saling bertatapan, seringaian mengejek diberikan ke Firdaus. Sontak Firdaus berlari keluar mengejar pria berjas tersebut. Namun ketiga pria tersebut berhasil masuk ke dalam mobil dan meninggalkan area kafe.
“Kapten, apa yang terjadi?” Redho jelas khawatir kita Firdaus tiba-tiba saja keluar dari kafe.
“Kamu melihat secara jelas wajah tiga pria berjas hitam yang baru saja keluar dari area dapur?”
Redho menoleh ke arah kafe dengan pandangan tidak mengerti. Ada yang aneh, kenapa Firdaus Nampak terlihat panik. Jelas jika Firdaus tengah menyembunyikan sesuatu darinya, tapi apa yang tengah disembunyikan? “Maaf Kapten, saya tidak melihat tiga pria berjas hitam.”
Firdaus menggeleng.
“Pramusaji! Kenapa tidak ada pramusaji yang berlalu lalang?”
“Uhm…mungkin tidak ada yang memesan.”
Firdaus terdiam. Dahinya berkerut seolah-olah jawaban Redho yang dilontarkan tidak masuk akal.
KRING!
Bel depan pintu keluar-masuk kafe berbunyi. Mereka berdua melihat gadis remaja yang tadi terlibat perkelahian singkat keluar dari kafe sambil menenteng buku di tangan kanannya.
BOOMM!
Tubuh Firdaus dan Redho terlempar cukup jauh akibat ledakkan yang terjadi begitu cepat. bunyi mobil saling bersahutan akibat terkena ledakkan, lampu sen menyala mengikuti iringan suara yang memekik telinga.
Orang-orang berteriak, berlarian menjauhi area ledakkan. Potongan tubuh berhamburan di jalanan. Aroma daging terbakar begitu menyengat. Seketika Firdaus menyesali firasatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengapa Kita Harus Dipertemukan? (Bagian I)
No FicciónKejahatan merajalela, kini perdamaian mulai terancam.