BAGIAN 3

8 3 1
                                    

Sepatu ditaruh di tempat nya. Abbiyya memeriksa area dapur, berharap jika sang nenek berada di dapur tengah menyiapkan makan malam. Namun, Abbiyya tak menemukannya.

"Nek!" Panggil Abbiyya.

Tangannya meraih gagang pintu kamar milik neneknya. Memutarnya hingga suara Cklek terdengar, menandakan jika pintu tidak terkunci dari dalam. Pintu terbuka lebar, kamar gelap. Menandakan jika sang nenek tidak berada di dalam kamar.

"Nek!" Sekali lagi, Abbiyya memanggil.

Menaiki lantai atas, tujuannya ke gudang. Kembali membuka pintu, berharap jika sang nenek berada di dalam gudang. Tetapi, lagi-lagi tidak menemukan sang nenek.

Abbiyya mulai kebingungan.

Hingga suara ponselnya berdering. Segera Abbiyya mencari keberadaan ponselnya. Turun ke lantai bawah sekedar mencari sumber suara ponselnya.

Meraih ponsel yang berdering di atas meja ruang tamu dan segera menerima panggilan ketika nama sang nenek tertulis di layar ponselnya.

" Assalamualaikum, nek."

" Walaikumsalam. Abbiyya—" suara nenek bergetar, menahan tangis.

Abbiyya tak bersuara, ia menunggu kelanjutan dari sang nenek. Abbiyya tau, pasti ada sesuatu hal penting yang ingin di sampaikan nenek.

"—Bapak mu, masuk ke rumah sakit. Bapak mu mengalami luka bakar serius akibat terkena ledakkan bom yang terjadi Minggu kemarin."

Perkataan sang nenek membuat Abbiyya terdiam, tak bisa mengucapkan satu kata pun. " Abbiyya jenguk bapak ya? Sekali aja, Abbiyya." nenek memohon kepada cucunya.

Abbiyya tak membalas. Ia mengakhiri panggilan sang nenek secara sepihak. Tak ingin menjawab permintaan sang nenek yang ingin dirinya menjenguk Bapak. Abbiyya terlanjur sakit hati dengan Bapak dan Abbiyya tak ingin melihat wajah Bapak, karena melihatnya mengingatkan Abbiyya dengan kejadian 2 tahun lalu.

***

Hubungan Abbiyya dengan Bapak bisa dibilang tidak harmonis. Ini berawal dari kejadian 2 tahun lalu.

Langit pagi mendeskripsikan bagaimana cerahnya cuaca pagi ini. Semilar angin membuat helai rambut Abbiyya ikut tersapu lembut. Ketika teman-temannya tengah asik bermain voli pantai, ia justru menyibukkan dirinya untuk melukis pemandangan pantai pagi ini. Ia tidak sendiri, Hafi juga menemaninya, menyandarkan tubuhnya di batang pohon kelapa sambil membaca buku.
Di sana, tepat di pesisir pantai, Calvin tengah sibuk mengumpulkan beberapa cangkang kerang untuk dijadikan bahan kerajinan tangan. Calvin menyukai cangkang kerang, sebab itulah dia mendapat gelar sebagai kolektor cangkang kerang.

“Abbiyya, Ka Dani berbuat curang.” teriakkan dari Ifit tentu membuat fokus Abbiyya teralihkan.

Melihat keributan yang terjadi membuat Abbiyya memutuskan untuk menghentikan pertengkaran kecil tersebut.

“Memangnya kamu tau jika aku berbuat curang?” Dani mencoba membela diri.

“Tadi ka Dani nginjak kaki aku, jangan pura-pura gak tau.” jawab Ifit tidak kalah berteriak.

Dani menatap tajam pada Ifit yang terang-terangan memfitnahnya. Enak saja, bagaimana bisa kaki ku menyentuh base lawan?, pikir Dani saat ini.

“SUDAH-SUDAH”

Abbiyya menarik Ifit menjauh dari Dani. Kini Abbiyya berada di tengah-tengah Ifit dan Dani.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 28, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Mengapa Kita Harus Dipertemukan? (Bagian I)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang