SINGKONG

14.2K 186 12
                                    

ayahku memiliki perkebunan dengan beraneka ragam tanaman di dalamnya, salah satunya adalah tanaman singkong. aku sangat suka olahan singkong, biasanya mamaku membuat berbagai macam olahan singkong untung di jual. beberapa kali ketika saatnya panen, ada beberapa orang tukang kebun yang datang ke rumah untuk mengantarkan hasil panen singkong. salah satu tukang yang begitu menarik perhatian ku adalah pak yanto.
walau tak terlalu tampan, tubuhnya benar-benar atletis dan terlihat gagah. kadang dia juga datang hanya mengenakan kaos singlet ketat yang bersimbah keringat, lekuk tubuh jantannya tercetak begitu jelas dengan celana jeans belelnya, mempertontonkan lengannya yang kekar dengan urat yang menonjol di seluruh bagiannya. pemandangan yang langsung membuat darah di dalam tubuhku mendidih karena kobaran nafsu.
aku hanya bisa mengagumi nya dari jauh, setiap kali dia dan anak-anak buahnya datang ke rumah ku menyerahkan hasil panen singkongnya. tapi entah kenapa kali ini, dia datang sendiri, mengangkut hasil panen singkong ke gudang, menyuguhkanku pemandangan dari otot-otot nya yang liat, banjir akan keringat, membuatku tak bisa memalingkan penglihatan ku darinya. kemudian dia duduk di bangku tua yang ada di dekat gudang dan beristirahat sebentar sambil menyalakan sebatang rokok.
entah kenapa, keberanian menyelimuti diriku, lalu aku menghampirinya yang sedang menikmati secangkir kopi dan menghisap rokoknya itu.
"pak yanto kok sendiri aja pak? yang lain ke mana?"
"eh, den reyhan? iya den, lagi pada pulang kampung den, jadi saya anter singkong nya sendiri."
"banyak ya pak singkongnya?"
"iya, ini juga belum seberapa den, masih banyak, cuma gak ada yang bantuin aja."
aku akhirnya duduk di sampingnya lalu mengeluarkan rokokku dari saku celanaku, lalu menyalakannya, berinisiatif untuk mendekati pak yanto yang terlihat lelah.
"loh? den reyhan ngerokok juga?"
"hehe, iya pak, tapi beraninya kalau sepi, soalnya sama ayah belum dibolehin."
"hahaha, namanya juga sayang den, gak mau aden sakit. tapi nanti kalau udah lebih ngerti, juga dibolehin kok, apalagi den reyhan udah besar. kayak anak saya den."
"oh, bapak udah punya anak?"
dan kami akhirnya larut dengan obrolan kami, aku juga akhirnya mengerti bahwa dia masih kenalan dari keluargaku dan susah mendapatkan pekerjaan karena tak punya ijazah. anaknya sudah dua, aku agak sakit hati sih, tapi memang sudah sangat terlihat dia telah berkeluarga, apa yang aku harapkan?
"iya pak, tugasnya sudah banyak, padahal saya baru saja kuliah, aduh."
"ya namanya juga kuliah, beruntung aden dilahirkan di keluarga yang beruntung bisa menempuh jenjang pendidikan yang lebih tinggi, bisa menambah wawasan, gak berpikiran sempit macam saya den."
"oh iya pak, kalau saya ikut bapak buat melihat bagaimana cara singkong dipanen buat tugas paper saya gimana pak?"
"wah, boleh den, saya mah senang-senang saja ada orang yang mau jadikan saya sebagai narasumber tugas aden."
"kalau begitu, besok saya datang ke kebun pak, pagi aja ya, jam 8. mumpung minggu."
"lebih pagi lagi gak papa den, sekalian menghirup udara yang jauh dari kota pagi-pagi, suegere pol loh den."
"oke deh pak!"
akhirnya, aku telah lama menantikan momen ini. tentu saja tugas ku itu hanya alibi, agar aku bisa mempunyai alasan untuk bisa berdua dengannya.
.
paginya, dengan gugup aku mengendarai motor beatku menuju perkebunan ayah. aku juga membawa bekal untuk pak yanto, juga beberapa bungkus rokok kesukaannya. benar-benar seperti istri yang mau membawakan bekal untuk suaminya yang sedang berkebun, hahaha.
sesampainya di sana, aku memarkirkan motorku di samping gubuk panggung yang dibuat dari kayu yang berada di pinggir pagar perkebunan. suasannya begitu asri dan sejuk, apalagi ditambah dengan suara kicuan burung, dan gemericik air dari sungai kecil yang berada di ujung kebun ayahku ini. aku tak menemukan tanda-tanda adanya pak yanto, aku juga sudah mengecek ke dalam gubuk, tapi tak ada seseorang di sana.
setelah beberapa menit aku menunggu di teras gubuk, akhirnya pak yanto datang dari arah ujung kebun. aku langsung menelan ludah melihat penampilan pak yanto pagi ini. dia basah kuyup, tak menggunakan apapun kecuali sarung yang bahkan tak ia kenakan dengan benar, dan aku bisa melihat sekelebat rambut jembutnya yang tebal. baru kali ini aku melihat tubuh polos bagian atasnya yang biasanya tertutup singlet putih belelnya. benar-benar jantan, dengan leher yang tegap, bahu yang lebar, dada bidang yang menonjol besar, perut sixpack yang terlihat begitu keras dan kedua lengan yang kokoh, apalagi dengan keadaan basah begitu. membuatku ingin sekali menjilati tetesan air itu sampai kering—walaupun secara teknis aku hanya akan membuat tubuhnya lebih basah karena air liurku.
dia seolah berjalan dengan slow motion, sehingga seluruh bagian otot-ototnya yang menonjol itu terlihat membal seiring dia berjalan mendekatiku.
"gasikeh den reyhan sudah sampai, maaf den, baru mandi di sungai, masa ketemu sama den reyhan belum wangi, hahaha."
"ah, gak sampai begitu juga kali pak, saya aja belum mandi, masih bau iler."
pak yanto kemudian menaruh tempat sabunnya di pojok teras gubuk, lalu membuka sarungnya untuk mengencangkan ikatannya. seketika aku menahan nafas, begitu tersiksa dengan pemandangan sarungnya yang basah dan agak tembus pandang, apalagi ketika dia memposisikan sarungnya agar pas, aku bisa melihat jendolan kontolnya yang menggesek sarungnya pada bagian depan. padahal baru beberapa menit aku berada di tempat ini, tapi aku sudah hampir dibuat gila oleh kelakuan si pejantan seksi ini.
dia kemudian dengan santainya duduk di dekatku dan menyalakan rokok, aku kemudian menyuguhkannya bekal yang aku bawakan, dan dia menerimanya dengan gembira.
"wah, gak usah repot-repot den! bapak bisa masak sendiri."
"justru karena aku ada mau sama pak yanto, jadi harus ada timbal baliknya dong."
"wah, kalau timbal baliknya sebanyak ini, mau apapun itu boleh den, hahaha."
apapun? ah, yang benar saja pak!
kami kemudian mengobrol, dan aku tak bisa tak mencuri-curi pandang ke badan eksotisnya yang basah itu. sangat susah rasanya mengendalikan diri berada begitu dekat dengan lelaki macho seperti pak yanto yang bertelanjang dada ini. kalau aku tak punya moral, aku sudah menerkamnya dengan ganas dari tadi.
"ngomong-ngomong dari tadi den reyhan ngeliatin badan saya begitu amat, risih ya den? maaf ya saya gak sopan, gak pakai atasan dekat aden."
"ah? hah??? gak pak! bukan begitu. saya santai kok pak!"
"lah terus kenapa den?"
"itu, badannya pak yanto bagus banget, beneran deh. maksudnya, kok bisa. kayak model pak."
"hah? hahaha, model mah tampangnya gak begini den! mungkin karena kerja berat den, dari lulus smp sudah harus cari uang sendiri."
"serius pak, bisa bagus gitu. gak kayak badan saya, kurus gini."
"ya, aden sibuk kuliah mungkin, harusnya luangkan waktu buat olahraga, bapak aja kadang olahraga kalau waktu senggang. tuh, bapak bikin barbel sendiri dari semen juga."
aku melihat ke barbel semen yang di satukan dengan paralon di dekat pintu gubuk. ternyata memang selain kerja berat yang dia lakukan, dia juga sering olahraga. pantas badan atletis kehitaman itu begitu terpahat sempurna. dan untung saja aku bisa mengalihkan pembicaraan dengan baik. masa iya aku dengan jujur harus mengatakan kalau badannya membuatku ngaceng dalam celana jeans ku?
"pantes pak, kayak binaragawan. bo—boleh pegang gak pak? bener deh, aku kagum banget."
entah dari mana datangnya keberanianku, tapi aku benar-benar sudah tak tahan. ini juga karena kesalahanya yang telah dari tadi menggodaku. yah, walau tak disengaja juga.
"oh! boleh banget den, baru kali ini ada yang kagum dengan badan bapak. istri bapak aja malah takut, padahal emang bapak suka olahraga."
beruntungnya aku, ego nya menghalangi pak yanto untuk berpikiran yang tidak-tidak. dan fakta bahwa dia tak pernah dipuji atas kerja kerasnya membentuk tubuh, membuatku terlihat seperti orang baik yang akhirnya bisa mengapresiasi nya.
dengan gemetar aku mengulurkan tanganku untuk menyentuh otot pectoral nya yang masih agak basah oleh air sungai itu, ku usap dan aku remas pelan dengan penuh perasaan (birahi).
"wah, keras, ta—tapi kenyal juga ya pak?"
"iya bisa digerakin juga den."
ketika dia menggerakan otot dadanya itu, aku agak meremasnya keras karena gemas. astaga, ini benar-benar begitu menyulut birahiku.
"pegang perutnya juga den, keras nih."
dengan bangganya dia mengeraskan otot perutnya dan membuat 6 kotak otot itu terlihat begitu kentara, aku tanpa ragu lagi meraba dan menggosoknya tanpa henti.
"ka—kayak kayu kerasnya pak, wow."
"iya to? nih dipukul juga gak kerasa."
dia mulai memukul perutnya keras untuk membuktikan omongannya, benar-benar pemandangan yang begitu maskulin bagiku, ingin sekali aku menjilat sela-sela antara keenam otot abs itu. aku sudah tak diperintah lagi untuk meraba bagian demi bagian tubuhnya, toh dia juga dengan bangga menunjukkannya. bahkan ketika aku meraba lengan kekarnya, dia menonjolkan ototnya dengan rela.
karena nafsuku yang sudah tak terbendung, aku pun sampai menanyakan sesuatu yang tidak-tidak.
"pak, ka—kalau itu nya bapak? gimana? berotot juga gak?"
"hah? itu nya apa den?”
"ini pak."
aku dengan lancangnya agak meremas jendolan di bagian depan sarungnya, anehnya pak yanto tak menyingkirkan tanganku dan membiarkan aku meremas-remas jendolan yang makin lama makin membesar itu.
"oh, tentu dong den, istri bapak aja sampai teriak-teriak kalau di masukkin sama itu, hahaha."
kenapa dia biasa saja dengan remasanku ini? bukankah ini bagian yang tak sepantasnya dipegang sembarang orang? atau sebegitu polosnya kah dia? aku begitu bingung.
"aden mau liat gak?"
"be—beneran gak papa pak?"
"gak papa, sama-sama laki-laki juga. dah mulai ngaceng nih den, gara-gara aden remes-remes badan, sekarang malah ngeremes kontol juga."
aku benar-benar tak sanggup berkata apa-apa, memang ku rasa benda yang aku yakin tak bisa dibilang kecil ini sudah mulai membengkak di dalam sana, dan ekspresi wajah pak yanto menunjukkan kalau ini hal yang biasa. segampang ini kah aku mendapatkan apa yang aku impikan? emang boleh segampang ini?
"beneran pak? saya gak maksa sih, saya cuma penasaran aja, kalau yang punya saja se perkasa ini, apalagi—"
"gak masalah den, gak tahu kenapa bapak juga—aduh gimana ya bilangnya, terangsang sama rabaan aden. tangan aden muluse pol, istri saya aja kalah."
begitu jujurnya dia menumpahkan apa yang dia rasa, polos sekali pejantan dari pedesaan ini. dia bahkan menggenggam tanganku yang bebas dan mengusapnya dengan penuh perasaan, membuatku tersipu malu akan kelakuan impulsif nya. dan lagi, sepertinya dia sudah lama tak mendapatkan belaian dari seorang perempuan.
aku tak mau mengambil resiko dia akan berubah pikiran, jadi tanpa aku minta konfirmasi kembali padanya, aku langsung melepas ikatan sarungnya yang memang sudah begitu longgar.
dan voila! kontol yang begitu menggiurkan bentuknya itu mencuat begitu saja ketika aku menurunkan sarungnya. aku melotot sejadinya, melihat ukurannya yang di atas rata-rata. mungkin sekitar 22 cm? entahlah, pokoknya kontol berwarna coklat kehitaman ini terlihat besar sekali. belum lagi urat-urat yang menonjol di segala sisinya sebagai ornamen kontol tebal ini, menambah kesan jantan dan perkasa. kepalanya besar berwarna keunguan, tersunat rapi, sudah banjir oleh cairan pelumasnya. dimahkotai oleh hamparan jembut keriting yang tebal dan menyeruak ke sisi-sisi selangkangannya.
"i—ini, besar banget pak!"
"hm? besar banget ya den? masa sih? biasa aja kayaknya."
"kayak, singkong pak! yang di panen sama yang manen, sama besarnya."
dia hanya tertawa mendengar gurauanku, lalu dia malah menggodaku dengan menggerak-gerakkan kontolnya itu, sehingga terlihat seperti ular yang sedang mengangguk-angguk, sampai cairan pelumasnya menetes ke mana-mana.
tanpa basa-basi lagi, aku genggam dengan mantap kontol itu dan aku kocok dengan pelan. tanganku terasa terbakar oleh panasnya kejantanan pak yanto. genggamanku saja rasanya kurang pas, tak sanggup meng-cover tebalnya perkakas yang sudah menghamili seorang wanita sebanyak dua kali ini.
"auhhhh, kok yo rasane nikmat dikocok wong lanang, mhhhh."
aku terus saja mengocok kontol tebal itu, rasanya seperti aku tak bisa melepaskan tanganku dari situ, aku terus mengocoknya secara bervariasi. kadang pelan, kadang cepat, kadang ku pilin kepalanya, lalu ku remas-remas batangnya. cairan pelumas yang diproduksi oleh kontol ini pun sangat banyak, sehingga kocokanku terasa licin dan bebas hambatan, karena beceknya batang kontol tersebut.
tanganku yang bebas meraba-raba tubuhnya yang coklat eksotis, ku remas dengan agresif setiap otot yang menonjol, dan aku pilin-pilin puting coklat yang melenting itu secara bergantian.
"ahh, ohhh, denn, nikmat banget, asssuuu!"
erangannya semakin menjadi-jadi, dan akupun berinisiatif mengenyot dadanya yang menonjol itu sambil terus mengocok kontolnya dengan brutal. ku mainkan pentilnya dengan lidahku dan kusedot dengan kuat permukaan dadanya yang berotot liat tersebut, yang membuat tubuh padatnya menggelinjang hebat.
"AHH! ORRGHH! UGH! den—jangan den, oh! ini udah terlalu jauh, ahh!"
"—mhhh, terlalu jauh gimana pak? bapak keliatannya menikmati sekali pak?"
"ahh, gimana ya den, uhhh—emang enak sih."
hahaha, pak yanto sampai bingung dengan pendiriannya, karena diserang oleh rasa nikmat yang bertubi-tubi. aku sangat menyukai ekspresi nya yang begitu erotis namun bingung di saat yang bersamaan. bahkan, ketika ku angkat ketiaknya dan ku jilat rambutnya yang tebal itu, dia begitu pasrah, malah tubuhnya menengang dan mengetat menahan rasa geli bercampur nikmat yang aku yakin tak pernah dia rasakan sebelumnya.
"den, aden bisa anu gak den—ohhhh."
"bisa apa pak? hm?"
"bisa, itu, anuuhhhh, uhhhh, ngoloh."
tak kusangka pak yanto benar-benar meminta hal seperti itu padaku. aku sampai berhenti mengocok kontolnya dan menatapnya sejenak, meminta penjelasan lebih atas permintaannya.
"ngoloh gimana maksudnya pak?"
"mhhh, ngoloh, ngoloh kontol saya. kayaknya enak den, udah terlanjur ini. bibir aden keliatan pink banget, lebih menggoda dari pada bibir istri saya."
"beneran pak? bapak gak marah?"
"bapak juga gak faham, intinya bibirnya den reyhan kelihatan enak kalau ngoloh kontol saya."
aku terheran-heran dengan kejujuran dan kepolosan pak yanto, apa yang dia pikirkan, itu yang dia katakan. dia tak berpikir jauh, yang penting saat ini, dia bisa menuntaskan nafsunya yang memuncak.
akhirnya, aku mendekatkan wajahku ke selangkangannya. berada sedekat ini dengan monster tersebut, membuat kepalaku jadi pusing sendiri, karena terpapar panasnya hawa yang keluar dari tempat itu. belum lagi, bau menyengat yang sangat pekat menguar begitu luar biasa dari situ. padahal dia baru saja mandi, tapi bau alamiah pejantan dari tubuhnya sudah kembali merembes keluar dari tubuhnya.
aku jilat dahulu kepala kontolnya yang banjir akan cairan madzi itu, aku mainkan lidahku di lubang kencingnya, yang membuat ujung lidahku diselimuti oleh rasa asin yang kuat. aku jilat juga secara menyeluruh dari kepala hingga pangkalnya, lidahku bisa merasakan teksturnya yang menonjol-nonjol karena lekukan uratnya yang lumayan banyak dan besar. aku tarik kedua bijinya yang besar itu dan aku mainkan denga lidahku, ku hisap dan ku kulum pelan. pak yanto terlihat begitu menikmati apa yang aku lakukan, berkali-kali kepalanya mendongak ke atas, dengan urat leher yang bermunculan dan menegang. membuatky lebih bersemangat untuk mengerjainya dengan sapuan hangat basah dari lidahku.
akhirnya, ku usahakan untuk memasukkan seluruh batang kokoh itu ke dalam mulutku, sampai aku bisa merasakan kepala kontolnya memasuki pintu kerongkongan ku, besar sekali, benar-benar membuatku susah bernafas.
"AHHHH! OHHHH! ENAAAK BANGET DEN!"
geraman dan desahannya sangat keras, aku khawatir akan ada orang yang lewat ke perkebunan ini dan memergoki kegiatan cabul kami,mengingat kami masih ada di teras gubuk. tapi mungkin karena pak yanto lebih faham tentang tempat ini, aku yakin tak masalah. atau bisa saja dia sudah tak memikirkan hal itu lagi saat ini.
aku maju mundurkan mulutku, aku hisap dan aku mainkan lidahku untuk memberikan sensasi yang begitu nikmat pada kontol berototnya itu. ludahku sampai terciprat ke mana-mana, menimbulkan suara becek yang begitu keras, pak yanto mungkin sudah kehilangan akal sehatnya sekarang. terbukti dari tangannya yang malah menjambak rambutku dan menaik turunkan kepalaku, dan gelinjangan tubuhnya yang semakin tak terkendali.
detik berikutnya aku dibuat kaget oleh jambakannya yang begitu kuat, menarikku ke atas, membuat kontolnya terlepas dari cengkraman mulutku, lalu dengan ganasnya pak yanto menciun bibirku dan melumatnya habis. aku sampai kewalahan menerima lumatannya yang berantakan itu, tapi yang tak habis ku pikir adalah, kok dia biasa saja mengulum dan menyedot liurku yang bekas dari kontolnya dan penuh dengan cairan pelumasnya itu?!
"—mhhhahh, aden, bibirmu manis banget den, arghhh, duh gimana ini den, mau muncrat den!"
"muncratin aja pak, keluarin aja, udah merah bengkak gitu, kalau gak dikeluarin nanti jadi penyakit loh"
"ohh, masa bapak muncratin pejuh gara-gara aden sih, bapak merasa bersalah sama istri di rumah."
"gak masalah, toh aku juga sama laki-lakinya. kan yang jadi masalah, kalau bapak ngewe sama cewek lain, aku cuma bantuin bapak nuntasin nafsu bapak aja, biar lega, biar gak pusing."
"gitu ya den? gak papa ya den?"
"gak papa, pak, mau saya kocokin atau saya isep lagi pak?"
"isep lagi deh den, saya bingung kok aden bisa ngisep seenak itu, tapi monggoh kalau aden gak masalah."
setelah tarik ulur yang tak penting sebenarnya dari pak yanto, akhirnya aku langsung memasukkan kontol itu lagi ke dalam mulutku. benar-benar enak rasanya, entah enaknya di mana, padahal yang ku rasa hanya asin, getir, lengket, panas, tapi nagih.
"UARGHHH DEN! AHHH, INI, INI MAU MUNCRAT DEN! ANJING! BANGSAAATTT!! OHH!"
padahal aku sudah diperingatkan oleh pak yanto, tapi aku tetap terkejut. karena semprotan spermanya begitu banyak dan menembak dengan kuat berkali-kali ke rongga mulutku. karena aku kira, tak akan keluar sebanyak itu, akhirnya beberapa sampai lolos memuncrat keluar dari sela-sela bibirku, mengotori selangkangan, sarungnya yang tak sepenuhnya terlepepas, dan jatuh ke teras kayu gubuk itu. sungguh dahsyat volume-nya, kontolnya pun berkedut-kedut dengan kuat, seperti membengkak dan membuat mulutku kian penuh.
akhirnya aku melepaskan kontol tersebut, menarik nafas sedalam-dalamnya dan agak terbatuk juga, dengan mulut penuh dengan liurku sendiri dan cipratan spermanya. aku duduk melihat hasil kerja kerasku yang begitu berantakan. pak yanto langsung jatuh berbaring ke lantai kayu, dengan nafas yang begitu berat, masih menggeram pelan, bersimbah keringat, berbau pekat, dengan selangkangan yang basah oleh berbagai macam cairan yang kami berdua produksi. aku juga terkejut karena ternyata spermaku keluar dan merembes keluar dari celana tipisku, kegiatan terpanas yang baru saja aku lakukan ini membuatku bisa keluar tanpa harus disentuh sama sekali.
"ahh, adenn, enak banget den, istri bapak gak pernah mau ngulum."
"hah? jadi kalau bapak main sama istri langsung ke acara intinya pak?"
"hahh, iya, uhhhh, enak banget den, kalau bapak ketagihan gimana den?"
"gak papa pak, saya usahakan bantu pak, hehe. nanti kapan-kapan saya kasih yang lebih enak pak."
pak yanto kemudian bangun dan menatapku dengan wajah yang terlihat begitu tertarik.
"wah, apa itu den? ada yang lebih enak dari mulut aden?"
"ada dong, rahasia, buat kapan-kapan lagi aja pak."
ternyata dengan sekali serang, dia sudah merasa ketagihan. aku senang sekali, pria yang aku dambakan, akhirnya telah jatuh ke dalam genggamanku. dan aku tak bisa membayangkan apa saja yang akan kami lakukan di hari-hari berikutnya.
"jadi lupa manen singkong nih den kita."
"gak perlu pak, saya udah panen singkong yang ini, gede lagi singkongnya."
ujarku sambil menggengam kontolnya yang masih agak keras dan basah itu sambil tersenyum penuh arti padanya.
.

SAKECROTANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang