HUIT

61 3 0
                                    

Hi!
Happy reading
Don't be a silent readers!
Help to Vote and Comments
Thank you

-
-
-
-

Saat ini tampak Kayden menunduk seraya memejamkan matanya. Sudah terhitung hampir 1 jam tapi Jayden sang adik belum juga sadarkan diri.

Kayden terbayang akan tatapan adiknya sungguh membuat hatinga sakit. Badan yang ringkih ditambah tatapan pilunya adalah luka mendalam untuk seorang Kayden.

Terdengar hembusan nafas berat dari Kayden dan matanya tertuju ke brangkar untuk embgecek kondisi Jayden ia terkaget bahwa Jayden sudah sadar dan melihat ke arahnya. Dengan tergesa-gesa ia menuju sang adik.

"Eden, apa yang sakit? bagian mana? bilang abang Eden!". Kayden panik setengah mati melihat Jayden hanya diam saja saat ditanya.

"Abang". Tumpah sudah air mata yang Jayden tahan sedari tadi.

"Kenapa nangis? Mana yang sakit nya?". Kayden mengusap air mata itu dan mendekap sang adik.

"Abang, maaf. Maafin Eden ya udah ketus terus sama abang, Eden juga gamau gitu tapi Eden harus gimana abang? Eden capek". Sambil terisak-isak, Jayden memeluk erat sang kakak. Sungguh seperti anak kecil yang tengah mengadu.

Kayden membelai surai coklat halus itu seraya mengelus punggung ringkih itu dengan lembut seolah-olah takut jika kuat akan terluka. Ia sakit melihat adiknya seperti ini, ingin rasanya ia menggantikan posisi sang adik.

"Dengerin abang! Eden bakal baik-baik aja, akan selalu baik. Abang selalu sama Eden". Tutur Kayden lembut pada Jayden.

Jayden melihat abangnya. Ia percaya tapi takut jika tersakiti lebih dalam lagi. Ia bertahan sekarang karena adanya Kayden. Sungguh di hati kecilnya ia masih berharap kasih sayang ayahnya.

"Sekarang kita makan ya. Tadi katanya mau disuapinkan sini abang suapin ya". Kayden mengambil makanan yang ia bawa tadi.

"Abang bawa nasi goreng kesukaan Eden, abang yang masak. Dulu Eden suka ini loh". Kayden berbicara seraya menyiapkan makanan untuk menyuapi Jayden.

"Abang makasih ya". Jayden menunduk sambil memilin tangannya.

"Gapapa malahan abang seneng kayak gini sama Eden. Udah lama kita ga gini ya". Kayden tersenyum pedih. Sungguh kejam takdir mereka. Mereka dekat satu rumah namun serasa jauh dan asing.

"Udah sini makan, jangan ngomong dulu". Titah Kayden.

Jayden makan dengan lahap, sudah lama ia mengharapkan moments seperti ini akhirnya terwujud. Jayden senang hati hingga menatap abangnya terus menerus. Kayden tersenyum seraya mengelus kepala sang adik.

Setelah beberapa saat, habis sudah makanan itu tak ada tersisa sedikitpun. Kayden mengemas peralatan makan itu.

"Abang makasih. Eden sayang abang". Jayden berucap cepat sambil berbalik badan. Ia malu menatap kakaknya.

Kayden terdiam kaku hingga beberapa saat munculnya senyum merekah itu. Ia menjahili adiknya.

"Apa? Ga denger. Ulang coba". Kayden menahan tawa sambil menoel telingga Jayden.

"Jangan gitu". Jayden merenggut dan menutup mukanya dengan selimut. Kayden tertawa terbahak-bahak. Adiknya sungguh lucu pikirnya.

"Iya-iya maafin". Kata Kayden.

"Abang pun sayang Eden". Lanjut Kayden seraya mengecup surai sang adik. Jayden tersenyum.

___________________________________________________________

Continuera!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 27, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JAYDENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang