"Ondeh mandeh rancak bana nak ratu sorang ko, tantu de'e jam kalua dari kandang. ndak takana de'e ka makan, ka sumbayang gaii" celetuk Mamak sinis melihatku keluar dari kamar.
aku langsung memeluk pinggang Mamak. "Jan marah, Mak. sakik ati Rya kalo amak sadiah. Rya sayang jo amak moh" rungut Rya.
melukai hati mamak adalah kesalahan yang tidak bisa di tebus. dalam pikiranku jika melukai hati Mamak, Allah jadi tidak sayang lagi padaku dan itu adalah salah satu ketakutan terbesarku.
Mamak terkekeh kecil kemudian memintaku untuk segera makan. "lain kali kecek an elok-elok, bukan menghindar. masalah itu di musyawarahi bukan di baok lari, Rya. kalo basabuik elok-elok tadi tuh ndak ka baa gai doh. ndak do lo salah paham jadi e. li mangarati dek Rya tu?" ucap Mamak mengusap kepalaku setelah membawakan segelas air minum.
aku tersenyum mengangguk, menanggapi ucapan Mamak karena aku sangat lapar dan hanya ingin fokus pada makanan di depanku saja untuk saat ini.
Satu persatu yang lain pulang dari sekolah dan menyalim tangan mamak dan bapak.
"apo iko Sufii?" tanya mamak melihat kantong hitam tergeletak di pinggir meja dapur, kak suffi membawanya.
"pensi mak, dari pakwo Dirman"
aku yang sudah diluar langsung melompat menaiki tangga untuk masuk kembali. Pensi itu kesukaannya masyarakat, termasuk aku. Pensi itu makanan seafood yaitu kerang kecil-kecil berwarna hitam dan di masak dengan khasnya yang penuh rempah. cocok untuk di cemili.
"Ryaa mau pensinnya mak. Rya makan sama Patih yo mak? Patih jugo suko dengan pensi" izinku sembari menciumi bau pensi.
"enak sajaaa! memangnya Patih aja, kami pun suko" bang Ejaa menyambung. aku hanya mendeling membalasnya jadinya aku hanya membawa sedikit.
aku berlari keluar menuju arah jalan sedikit membukit karena rumah Patih ada di atas sana.
"Patihh, patihhh. aku bawa Pensiiii kesukaan anggg"
Patih melempar parang di tangannya ke sembarang arah dan ikut berlari menyusul. ia tengah membantu ayahnya menebang pisang.
"dapat darima???"
"kak Suffi bawa"
kami mengapar begitu saja di tempat kami berhenti. duduk sambil menikmati pensi di atas tanah padat dan bergunduk, khusus untuk jalan.
"kama kito kini, Rii?" tanya Fatih.
"mudiak. Ridho ajak main gambar, bawa gambar ang yo, Tih. gambar den habis main tapuak samo intan, pinjam dulu 10 gambar ang" jawabku. Fatih hanya mengangguk.
kalian tau permainan gambar? kalian tau kartu dengan berbagai macam gambar-gambar kartun? jika tau, maka itulah yang kami sebut dengan gambar.
"yang patang 10, tapi alun kembali" celetuk Fatih santai. aku nyengir.
setelah mengambil seluruh gambarnya Patih kembali berlari menghampiriku, kami langsung turun ke bawah untuk ke mudik. Ridho sudah lebih dulu di mudik bersama yang lain, wajahnya kusut karena dalam waktu sekejab gambarnya sudah habis dikalahkan sama Husniii. gadis cantik dan tomboy, dia seumuran denganku. padahal kami dia tomboy tapi kenapa banyak yang suka dengan Husni. apa aku tidak cantik?, tapi Husni memang baik dan anaknya asik.
"Ryaaa, gambar den banyakkk. Rya mau pinjam?" Husni menunjukkan tumpukan gambar di tangannya. mendengar tawaran itu wajahku langsung berubah ceria, siapa yang tidak mau. aku langsung menunjukkan 10 jari tanganku.
"Pinjam 10 lagi, Tihh! ndak bisa ni aku, kali ni harus men__"
nangg ... "Loh?? mana orangnyaa?"
Fatih ternyata sudah duduk berdua dengan Husni, bercengkrama. tapi gambarnya ada di dekatku maka ku mainkan semua hingga habis.
"Husni" panggilku menghampiri mereka setelah membuat ludas gambar Fatih. Husni menoleh.
"besok jemput aku yoo"
Husni mengangguk. Fatih berdiri dan beralih menuju tempat bermain gambar tadi. tentu bocah itu pasti tercengang-cengang.
"besok den jemput jam setengah tujuh, harus sudah siap yo" ucap Husni.
"iyo"
di perjalanan pulang aku cekikikan dengan Husni karena aku menceritakan tentang gambar itu. Sepanjang perjalanan Fatih merengut kesal. tapi aku tidak peduli, nanti juga lupa.
aku sampai di rumah, Mamak tengah mengayak beras, membuang kotoran dan kutu beras.
"masak apo, Mak?" tanyaku basa basi.
"gulai" jawab Mamak seadanya.
aku masuk ke kamar setelah mencuci kaki, tangan, dan wajah.
krek!
aku sontak terperanjat. Bangunan rumah dari stik es krim, tugas kerajinan tangan kak Suffi hancur tergerai. aku menutup mulut dan langsung melompat ke atas kasur dengan posisi tengkurap. yang kulakukan adalah pura-pura tidur dan membiarkan kerajinan tangan tersebut begitu saja tanpa menyentuhnya sedikitpun.
Kak Suffi masuk ke kamar dengan beberapa kardus di tangannya dan lem.
Tplaaakk!
aku terkejut bukan main. kak Suffi menampar pipiku dekat telinga. aku bangun dari tidur menangis kencang sembari mengusap karena rasa perih dan panas.
Tetapi meski begitu aku tidak terima, aku ingin membalas maka aku melawan kak Suffi dan berujung perkelahian. tenaga kak Suffi sangat kuat dan aku tidak bisa menandinginya, alhasil aku hanya bisa melawan dengan mencakar tubuh bahkan wajahnya hingga berbekas.
Mamak masuk ke kamar dengan membawa tangkai sapu dan memukul kak Suffi. Mamak juga memukuliku tapi tidak sekuat pada ka Suffi. kak Suffi menangis, Mamak memarahi kak Suffi habis-habisan, karena merasa tidak bersalah kak Suffi melakukan pembelaan dengan melawan ucapan Mamak.
sedangkan aku hanya diam sambil menangis melihat percekcokan itu. sebenarnya aku merasa bersalah, gara-gara aku kak Suffi jadi di marahi tapi aku apa daya. tapi itulah Mamak, mamak memang mendidik anak-anaknya dengan memarahi yang besar dan membela yang kecil meskipun yang kecil yang bersalah tetap yang besarlah yang kena amukan Mamak.
Kak Suffi mendorongku keluar kamar karena dia ingin sendirian, menangis, setelah Mamak menyudahi cekcok itu dan kembali ke dapur. aku lagi-lagi hanya bisa diam, tapi aku juga menangis.
Aku dan kak Suffi selalu berkelahi, maka dari itu juga kak Suffi selalu yang di marahi. pernah suatu hari aku berkelahi dengan kak Suffi, karena tidak bisa membalas rasa sakit hatinya di tambah merasa tidak di sayang karena aku yang selalu di bela Mamak, kak Suffi selalu melampiaskannya pada barang-barangku. terakhir kali dia meludahi baju sekolahku yang putih, entah apa yang dilakukannya lagi pada bajuku itu yang jelas dia meludahinya karena aku melihat ada banyak ludah, ia juga membungkus baju itu dalam kantong hitam kemudian membuangnya diantara tumpukan sampah di samping rumah. Bapak yang menemukan bajuku dan memberikannya padaku setelah tahu itu milikku.
Sebenarnya aku merasa sakit hati dan sedih melihat kondisi bajuku itu, aku mencucinya ulang sambil diam-diam menangis.
Karena kecemburuan kak Suffi itu hingga menjadi penyakit dalam hatinya.
____________________________________________
See You Next Page 👋
Lumut Hijau
KAMU SEDANG MEMBACA
Layang-layang "Terbanglah Tinggi"
Teen FictionFyi, ada sedikit campuran bahasa Minang dalam dialog karena mengambil latar di salah satu perkampungan di provinsi sumbar (Padang). target 30 capter