15

5.4K 975 292
                                    

"Demammu naik lagi? Sudah aku bilang jangan ikut sarapan." Arthea melepaskan tangannya dari genggaman Jenov. Ia memiringkan kepalanya menatap pria itu, "Kau kenapa?"

Wajah Jenov sekarang seperti orang yang siap menelan Arthea hidup-hidup. Pria itu mendudukkan tubuhnya di ranjang dan terlihat sangat kesal, "Untuk apa kau memegang tangan Castor? Kau ingin membuat suamimu malu?"

"Apa hubungannya denganmu?"

"Kau baru kenal dengan Castor, kenapa menyentuh tangannya?"

"Kau tidak lihat tangannya terluka?"

"Apa hubungannya denganmu? Memangnya kau dokter?"

"Aku tahu kau ingin Castor cepat mati, tapi tidak begini caranya."

"Aku tidak ingin dia mati."

Arthea terkekeh, "Oh ya? Bukannya kau ingin menikahi Janettha? Kalau Castor masih hidup, kalian tidak bisa menikah." Arthea pun mengambil air putih, lalu meminumnya dengan cepat, "Lebih baik kau tutup mulutmu, membuat orang kesal saja."

"Oh, kau kesal dengan suamimu sendiri, tapi ramah dengan Helios dan Castor? Aku cukup tahu saja."

Arthea merinding, "Kau cemburu?"

"Siapa juga yang cemburu. Terserah kau melakukan apapun, aku tidak peduli."

"Baiklah, aku memang berencana mencium Castor, supaya dia cepat sembuh."

"Cium saja. Aku tidak akan memberimu makan lagi. Uang bulanan, gaun... perhiasan, semuanya aku ambil."

Orang sinting! Arthea benar-benar tidak cocok dengan pria ini. Ia pun mengabaikan Jenov, lalu merebahkan tubuhnya di ranjang.

"Tidur di sofa saja, aku malas tidur denganmu."

"HEI!" Arthea melempar bantal hingga mengenai tubuh pria itu, "BARU KEMARIN AKU MENCIUMMU, KAU MAU MATI, YA?"

"Siapa suruh menciumku? Aku tidak minta."

Arthea emosi, ia langsung meraih tubuh Jenov, lalu menggulingkannya di atas ranjang. Karena kesal, ia menarik rambut Jenov, lalu memukul-mukul kepalanya dengan bantal.

"Aaarrtheaa... sudah!!! Berhenti..." Pria itu mencoba bangun, lalu menggulingkan tubuh Arthea, sehingga kini ia berada di atas, "Kau pikir kau bisa mengalahkanku?" Jenov menyeringai, layaknya antagonis dalam drama yang biasa ada di balai kota.

"Aaaahhh... kau curang!"

"Minta maaf." Pria itu menatapnya dengan raut kesal.

"Aku tidak punya salah."

"Tadi kau pikir tidak salah?"

Arthea menghela nafas, "Mau cium tidak Jen? Ayo..." Arthea menyentuh bibirnya.

"Huh?"

"Kau penasaran'kan, kenapa tidak sakit saat aku cium?"

"Boleh?" Nada suara Jenov tiba-tiba rendah.

Arthea mengangguk, sembari menepuk bibirnya dengan jari telunjuk.

"Kau sendiri yang minta." Pria itu menurunkan tubuhnya, lalu mendekatkan wajah mereka. Namun, belum sampai bibir mereka bertemu, Arthea menghantam kepala Jenov dengan kepalanya sendiri.

Pria itu mengerang kesakitan, lalu menggulingkan tubuhnya di samping Arthea. Gadis itu tertawa terbahak-bahak.

"Arthea!!" Jenov kesal.

"Apa? Kau cium saja Janettha!" Karena Jenov, rambut panjang dan bergelombang miliknya acak-acakkan. Arthea berdecak kesal, lalu mengambil karet gelang. "Aku akan membersihkan diri, lalu jalan-jalan sebentar."

The Legend of Arthea : Punishment and PenanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang