Catra Kenandra Fadhil

338 66 8
                                    

Kinanti Citra

Udah pulang?
Cit?

Maaaaaf
Masih di perpus Bang

Masih banyak tugasnya?

Lumayan Bang
Dok Teguh kan selalu all out
Udah di bandara?

Aku udah boarding Cit

Safe flight ya Bang

Gue membaca balasan dari pacar gue sesaat sebelum mengubah ponsel jadi mode pesawat. Iya, Kinan pacar gue. Wait, gue lebih suka panggil dia Citra. Malam itu, sekitar enam bulan lalu, Citra mengiyakan ajakan gue buat pacaran. Yah, gue nggak tau sih dia serius apa enggak. Karena sama kayak gue yang cengar-cengir waktu ngajakin dia, dia juga bilang iya sambil ketawa. Tapi, nggak ada masalah buat gue.

Hari ini gue terbang dari Pontianak, tempat internship gue, menuju Jakarta. Setelah satu tahun di sini, akhirnya selesai juga program internship gue. Jadi habis ini, gue udah resmi jadi Dokter beneran. Alias bisa praktik sendiri. Yah, walaupun semua orang yang kenal gue pasti tahu kalau gue udah ditunggu di Rumah Sakit milik keluarga. Dan setelahnya, gue bisa mempersiapkan rencana gue buat ambil spesialis.

"Tra, lo punya pacar?" pertanyaan dari Lula yang duduk di samping gue, membuat gue tersadar kalau dia melihat ponsel gue yang menunjukkan ruang obrolan bersama Citra.

Alula adalah salah satu dari empat sahabat gue sejak awal kuliah. Kami semua menjadi dekat karena NPM yang berurutan, membuat kami sering satu kelompok. Kamipun lulus bersama. Tapi kebetulan, hanya Lula yang mendapat tempat internship yang sama dengan gue.

"Iya." Aku gue. Lula termasuk perempuan yang nggak banyak ngomong, jadi gue yakin dia nggak akan berisik.

"Tumben." komentarnya. Nah kan.

"Kenapa?" tanya gue. Meski gue tau jawabannya, nggak ada salahnya basa-basi.

"Orang sini?" Dia malah balik bertanya.

"Enggak, di Jakarta."

"Wah." katanya kemudian memasang earpods tanpa berniat menjawab pertanyaan gue.

See?

Lula memang semalas itu bicara hal yang tidak penting. Dan 'Catra punya pacar' bukan hal yang penting untuknya. Kenapa? Karena dia tau, gue juga nggak menganggap pacaran sepenting itu. Mungkin belum.

Gue bukannya nggak pernah pacaran. Sebelum sama Citra, gue udah beberapa kali pacaran di masa kuliah gue. Dan hampir sama kayak ke Citra, gue sebenernya nggak setertarik itu sih sama mereka. Satu hal yang bikin gue make a move sama mereka adalah sahabat gue yang mulai berisik. Gimana enggak? Semua pacar gue cantik, pinter, dan memukau. Jadi mereka gemes sama gue yang cuek aja, padahal mereka tuh keliatan banget suka sama gue.

Jangan kesel dulu!

Boleh dong kalo gue masih punya prioritas lain yang bagi gue jauh lebih penting dari punya pacar. Dan kalo akhirnya ada yang mau nerima gue dengan segala ambisi gue, ya bagus. Sayangnya, belum ada. Mereka akhirnya mundur sendiri karena gue nggak memprioritaskan mereka. Lo semua mungkin paham lah ya, gimana cewek kalo udah merasa memiliki. Gue mendadak jadi kayak tahanan yang wajib lapor kemanapun gue pergi.

Nggak heran kan kenapa reaksi Lula kayak tadi? Dia tau banget gue tuh males banget punya pacar karena mesti sering laporan. Jadi waktu dia lihat chat gue sama Citra, jelas aja dia heran. Apalagi dia sama sekali nggak kenal Citra dan tiba-tiba banget gue punya pacar. Tapi Lula tetep Lula, nggak peduli sama hal yang bukan urusannya.

ORIFISIUM: Kumpulan Cerita PendekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang