3| Pelarian Sehari

578 97 57
                                    

"Tidak ada yang abadi di dunia. Tidak manusia, bahkan hubungan apa pun yang melibatkannya."

—●𝓛𝓪𝓴𝓼𝓪𝓶𝓪𝓷𝓪 𝓟𝓪𝓹𝓪●—

Orang bilang, berisiknya ombak di laut kadang dapat menenangkan berisik lain yang sedang menyulut di dalam kepala.

Menurut Jeffrey, pernyataan itu cukup berlaku untuknya. Pantai selalu berhasil menjadi tempat bersembunyi paling aman untuk ia menjauh dari segala perasaan tak nyaman yang mencekik. Jauh dari kota. Jauh dari seru cela manusia yang membenci. Jeffrey selalu suka berada di sini.

"Selain pantai, dulu Mama suka apalagi, Pa?"

Mungkin, itu juga jadi salah satu alasan mengapa Jeffrey suka sekali berada di sini. Pantai bukan hanya tempat pelarian, namun juga tempatnya memupuk kerinduan. Sebab pantai adalah tempat favorit Freya sejak lama. Karena itu pula, Jeffrey yang tadinya tidak suka bepergian mulai menyukai tempat ini perlahan-lahan.

Senyum Jeffrey lantas terbit tanpa perlu melihat sang putra yang juga sama-sama tengah menikmati laut di hadapan mereka. Menekuk lututnya seraya berdeham singkat.

"Jawabannya sederhana."

Juan lalu menoleh pada sang papa. Jeffrey semakin tertarik untuk mengambil senyum lebar, lalu menunjuk dirinya sendiri dengan bangga.

"Of course, ya Papa! Siapa lagi yang mamamu suka selain Papa?"

Juan berdecih, lalu memutar wajah malas. "Udah ketebak!"

Jeffrey hanya tertawa, mengambil kotak bekal di samping badan dan membuka tutupnya. Menyodorkan telur rebus kesukaan Juan yang langsung dengan senang hati disambut sang putra.

"Papa itu terlalu kepedean! Belum tentu cuma Papa yang Mama suka. Barangkali, Mama punya mantan kan? Yang lebih keren dari Papa," ujar bocah itu memanas-manasi seraya menggigit putih telur dengan tidak sedikit.

Jeffrey hanya tergelak. "Kalau ada rumor begitu yang kamu denger, itu udah pasti nggak bener. Papa itu cinta pertama mamanya kamu, Laksamana. Papa satu-satunya."

Untuk yang satu itu Jeffrey sungguh tidak berbual. Baik Freya atau pun ia sendiri, mereka saling menjadi cinta pertama bagi satu sama lainnya. Mungkin rasa-rasanya Jeffrey kelewat percaya diri dengan meyakini hal itu sedang ia sendiri tak pernah tahu perasaan Freya sesungguhnya bagaimana. Namun Jeffrey hanya tahu bahwa mereka saling mencintai dengan tulus, itu saja sudah cukup tanpa perlu tahu embel-embel masa lalu yang mungkin tidak sempat diceritakan.

Toh, Freya saja dapat menerima masa lalu Jeffrey yang lebur dan berantakan dengan luas hatinya yang hangat. Lalu mengapa Jeffrey harus memusingkan masa lalu Freya dan cinta lainnya dulu yang bahkan tidak jelas entah ada atau tidaknya?

"Yakin banget," kikik Juan menggoda pria itu. "Mama nggak cerita aja paling ke Papa. Biar Papa nggak tantrum."

Jeffrey hanya balas melotot padanya. Sedang sang putra malah tertawa. Mungkin ada kesenangan tersendiri tiap kali membuat kesal sang papa.

Air laut sesekali menyapa kaki mereka yang tertekuk di atas pasir lembut. Angin membelai sopan setiap helai rambut dengan niur yang melambai-lambai seakan nyaman dengan keberadaan mereka di sana. Juan lalu menengadah melihat matahari yang mulai turun hingga langit menjadi jingga. Ternyata mereka sudah sangat lama di sana.

"Mungkin nggak ya, Pa?" tanyanya lalu tiba-tiba, merasakan ombak kembali menyentuh dan membasahi kaki. "Mama lagi jadi angin yang terus bawa air laut ke kita, seakan-akan kasih kode kalau Mama juga lagi sama kita sekarang di sini."

Juan lalu menoleh pada sang papa sembari menarik senyum. "Mama lagi ngerayain ulang tahun Juan juga ya, Pa?" Lalu mendadak ia menunduk dengan senyum yang lebih getir. "Atau ombaknya menjelma air mata mama yang sedih karena gak bisa nikmatin laut lagi sama papa... gara-gara Juan ada di dunia?"

Laksamana PapaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang