☆Prolog☆

58 6 1
                                    

*tik.. tok.. tik.. tok*

Selama jarum jam di dinding berbunyi, dan peserta lain menampilkan permainannya, seorang pria dengan rambut pirang mengayun-ayunkan kakinya sembari menunggu giliran selanjutnya untuk tampil.

Bagaimana ini... Apa aku akan berhasil? Bagaimana jika tidak?! Akh tidak boleh begitu! Aku sudah berlatih siang dan malam, aku pasti bisa!... Tapi bagaimana jika gagal lagi?!
Pria itu tidak bisa berpikir jernih. Pikirannya penuh dengan kekhawatiran dan kecemasan.

Saat ini, ia berada di ruang panggung tempat orang-orang melakukan audisi. Ia sudah berhasil melewati beberapa tahap hingga akhirnya ia sampai di Ronde terakhir. Tentu, ini adalah waktu yang sangat mencemaskan baginya.

"Oke... Selanjutnya... Tsukasa Tenma"

"...."

"Tenma?"

"....."

"*Ekhem* Tenma!"

"......."

Pria bersurai ungu dengan topi serta setelan jas yang dipakainya itu menghela nafas sejenak. Ia melangkah ke arahnya. Dan secara tiba-tiba memegang dagu pria yang melamun itu sambil tersenyum. Hal itu pun sontak membuat pria bersurai pirang itu terkejut. Bahkan tidak hanya dia, peserta lain yang ada di ruangan pun ikut kaget dengan pemandangan ini.

"Masih sering melamun, tuan? Ini sudah waktunya giliran anda loh~"

"A- ah maaf! Maafkan saya!!"
Dengan sembrutan merah karena malu ia langsung meminta maaf kepada leader itu.

Yang dipegang dagunya langsung menjauh dari sang leader, kemudian dengan segera berjalan ke panggung dan duduk di kursi piano.
Sebelum menekan tuts piano di bawah jarinya, pria itu sekali lagi melihat ke leader. Mendapatinya ditatap olehnya, leader itu hanya tersenyum, lagi-lagi membuat pria bersurai pirang itu malu mengingat kejadian tadi. Sontak ia menggeleng-gelengkan kepalanya agar dapat berpikir jernih.

"Aku bisa melakukannya... Aku akan baik-baik saja. Aku hanya harus memainkannya seperti saat aku latihan...!"

__♪__♪_♪___♪___♪__♪___

Melodi yang dikeluarkan dari piano yang dimainkannya sukses membuat peserta yang menontonnya kagum. Suara yang dikeluarkannya benar-benar indah, jari-jemari pria itu menekan tuts tuts di piano dengan handal. Bahkan sang band leader mengakuinya.
Tetapi...

♪_____

Musik yang dikeluarkan dari piano itu mendadak terhenti. Ditunggu beberapa detik pun masih tidak keluar satupun nada dari piano itu. Padahal seharusnya, notasi-notasi yang tertulis di partitur masih panjang.
Orang-orang yang ada di ruangan pun menatap ke arah pria pemain piano itu dengan heran, termasuk sang leader, walau ia juga sudah menduga hal ini. Sementara, pria yang ditatap itu membeku. Dahi dari sang pemuda bersurai pirang itu mengalirkan keringat dingin. Terlihat tubuhnya sedikit gemetar juga wajahnya yang tegang. Dirinya benar-benar membeku hingga tak sanggup menggerakkan tubuhnya saat ini. Sampai...

"*Ekhem...*"
Sang leader berdehem untuk menyadarkan pria yang otaknya sudah konslet itu.

Seketika, pikirannya yang awalnya kosong kembali tersadar. Ia mengangkat kepalanya. Menoleh ke kanan dan ke kiri, menatap ke arah sekitar, menatap balik orang-orang yang menatapnya dengan wajah heran, kasian bahkan masam. Semua tatapan yang bervariasi itu tertuju padanya.
Pria itu kembali menundukkan kepalanya.

"Tidak... Ini tidak ada gunanya..."
Gumanya.

"Hmm... sangat disayangkan..."
Leader itu melipat kedua lengannya, dan menatap pria pupus harapan itu dengan tatapan kasihan.

🌟Star Chanting🎹 {DANTORU AU}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang