Gue tidak mau mendengarkan kalian!

222 15 1
                                    

Bunyi apa itu? Keributan lagi, ya? Senja ini adalah waktu yang cocok untuk melihat senja yang berkilauan di tepi danau. Seperti biasa remaja laki-laki ini memakai hoddie berwarna hitam sembari merasakan nikmatnya surga duniawi dan kenikmatan Tuhan yang ia lihat saat ini. Telinga seakan berdenging saking sepinya danau yang ia pijaki saat itu. Picingan matanya menggambarkan keindahan dan keharmonisan keluarga, tapi, ia langsung membuka mata kembali karena terpikir Kakeknya yang marah-marah karena adik-adiknya berulah lagi.

Ia sudah lelah dengan pertengkaran Kakeknya, kakek Aba dengan beberapa adik-adiknya yang selalu terkena rotan dari sang Kakek. Tak terasa setetes air mata keluar dan ia merasa ada orang yang memperhatikannya sedari tadi. Ia reflek merasa takut dan tetap berusaha memasang muka datar padahal otaknya sedang berkecamuk.

"K-kak? hiks." Suara isakan tersebut membuat Halilintar kaget sembari memutarkan pandangannya ke belakang.

"Duri? Kenapa? Kakek Aba marah lagi kepada Lu?" tanya Halilintar cuek.

"Duri hanya mau jujur, Kak. Duri ga tahan menyembunyikan semuanya dari Kakak. Mungkin Kakak Hali ngerasa bahwa Kakek Aba memarahi kami, tapi.. " Duri berhenti yang membuat Halilintar memutarkan badannya agar ia dapat fokus mendengar curhatan sangat adik bungsu pertamanya itu.

"Kenapa berhenti?" tanya Hali

"Tok Aba punya.... punya p-penyakit Kak. Tapi, ia menyembunyikan dan membuat kita membencinya agar saat nyawanya ditelan bumi kita tak khawatir lagi dengannya."

"Maksud Lu? Jadi selama ini Tok Aba ga pernah membenci kita sama sekali, darimana kau menyimpulkan itu? Emang kau punya buktinya?" ujar Halilintar datar masig tak percaya.

Duri tidak berbohong, dia jujur. Mengapa? Duri adalah spek intel paling tinggi di keluarga Halilintar thunderstorm.

"Oh? Jadi apa pedulinya Gue dengan lelaki tua itu?" Perkataan itu membuat Duri kaget.

"Maksud Kakak?"

_______________________

"Kak Lintar!!!" teriak orang lainn yang membuat Halilintar ini membuka matanya.

"Kak Lintarr, bangun Kak. Jangan tinggalkan kami!!!" Halilintar perlahan mulai melihat sekitar, ia merasa tak asing dengan semua orang yang ada di sini.

Yahh, kejadian sepuluh tahun dulu membuat remaja delapan belas tahun ini selalu mengalami mimpi buruk yang amat mendalam. Kenapa ia bisa sesantai itu jika tahu keluarganya memiliki penyakit kejam seperti yang dirasakan Kakek Aba. Namun, naas, Kakek Aba benar-benar sudah pulang, pulang ke Tuhan.

"K-kenapa kalian ada di kamarku?" ujar Hali yang mulai menyadari bahwa yang tadi itu adalah memori gelap masa lalunya.

"Udah dia hari Kakak tidak bangun, emang kakak begadang berapa hari juga Kak??" tanya Duri dengan polosnya.

"Ahh, Duri masih bisa bercanda dia," ujar Ufan keliatan sedikit lega karena Halilintar sudah bangun.

"Duri ga bercanda!" Sambil memalingkan wajah manisnya dan melipat tangannya.

Gempa dan yang lainnya sedikit tertawa kecil kecuali Halilintar yang sedari tadi masih memberikan tatapan kosong walau sudah berbicara.

"Kakak?" tanya gempa.

"Hm"

"Bisa tinggalkan gue sendiri? Gue mau selesaikan pekerjaan gue hari ini, kan kalian sudah bilang kalau gue tidur selama dua hari. Berarti uang jajan kalian yang masing-masing lima ratus ribu rupiah sehari harus kalian bagi karena aku tak bangun dalam dua hari ini," ujar Halilintar mengapai laptop kantornya.

"Ini nih, kalau pengusaha muda istirahat. Istirahatnya langsung kerja. Lagian Kak, di ATM kami masih banyak uang lho masih ada seratus juta lagi masing-masing." ujar Taufan.

"Ya, setidaknya. Uang itu bisa kalian gunakan untuk bisnis kalian sendiri jika kalian sudah memiliki kehidupan masing-masing, dan Gue bisa fokus untuk kehidupan gue juga. Ingat, keluarga kita yang dulu bukan yang sekarang, kalian bisa bebas beli apapun yang kita mau sekarang. Dulu, sama sekali kita tak bisa mendapatkan apapun, bahkan untuk makan pun susah. Sekarang, kita bisa membuktikan bahwa tanpa orangtua itu berarti kita bukan orang lemah." Hali berkata sambil tetap mengetik sesuatu mungkin itu proposal bisnis.

"Tapi, Kak. Uang ini dari Kakak. Bukan dari usaha kami. Dari tujuh bersaudara, Kakak yang membiayai sekolah, baju, dan bahkan semuanya. Kami juga mau membantu Kakak," ujar Solar.

"Yeah, anak sulung itu adalah orangtua pengganti. Gue sedang berusaha menjadi Ibu sekaligus Ayah terbaik buat kalian. Gue tak mau kalian menjadi kita yang dulu. Jangan sungkan, semua yangku lakukan bukan hanya untuk kalian tapi juga karena keegoisan Gue sendiri. Kalian hanya akan menikmati keegoisan gue yang menguntungkan buat kalian." Semua tak berkutik.

Bersambung.....
        

Berusaha Terlihat Kokoh. Angst HaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang