Belum Berjumpa

77 10 3
                                    

      Gempa, Taufan dan yang lainnya kecuali Halilintar keluar untuk mencari Ais. Gempa yang ingin marah kepada kakak sulungnya itu karena seperti tak peduli kepada Ais hanya bisa pasrah dan tidak bisa berbuat apa-apa untuk menasehati Hali. Baginya sekeras apapun dirinya, Halilintar lebih keras kepala.

      Tapi, bukan itu masalahnya. Masalahnya yang sekarang bagaimana caranya agar bisa menemukan Ais di manapun.

      "Bagaimana kalau kita pergi ke toko Ice Cream favorit  Ais. Biasanya Ais jika merasa bosan atau sedang sakit, ia pasti akan datang ke toko ini."  Tukang tidur ini kalau sakit bukannya ke Rumah Sakit tapi harus ke Toko Es Krim dan dijamin dia bakal sehat lagi dengan cepat.

      "Baik, kita ke sana sekarang." Taufan langsung tancap gas mobilnya dengan cepat.

____________________

Pov Halilintar.

      Gue merasa biasa saja? No, itu bukan hal yang diduga. Gue hanya sedang memikirkan apa yang harus gue lakukan sekarang. Gue ga tau apa yang harus gue kerjakan sekarang. Apa yang harus gue lakukan dan apa strategi gue untuk mencari Ais?

      Bisa-bisanya gue bersikap biasa saja ketika mendengar kabar Ais yang menghilang tanpa kabar. Gue hanya mengingat sesuatu yang tidak terduga, yang seharusnya gue kubur dalam pikiran gue. Gue harus bisa untuk menguburnya dalam-dalam. Tapi, apa daya? Ketika sudah hampir musnah, ingatan itu datang lagi.

Pov Halilintar end

________________________

Malamnya...

     "Gimana ini kak Ufan? Apa yang kita lakukan sekarang? Ini sudah malam dan Ais belum bisa kita temukan," ujar Gempa panik.

     "Huh, terpaksa kita harus melaporkannya ke polisi besok pagi. Kalau kita laporkan sekarang, sia-sia saja. Karena kantor polisi hanya menerima laporan yang sudah 24 jam."

     "Laze ragu, Kak. Laze jadi merasa bersalah. Apa karena tadi Laze sempat memarahi Ais dan Ais merasa sakit hati dan pergi dari rumah?" Teori Blaze membuat Taufan rem mendadak.

     "Eh!!" Teriak mereka serentak.

     "Ya ampun, gue minta maaf. Gue ga sengaja rem mendadak. Gue cuma kaget aja sama pengakuan lo Blaze. Gue rasa, Ais bukan orang sebodoh itu, kalian kan tahu kalau Ais orang yang bodo amatan. Wajahnya datar dan cuma pakai logika, 11,12 sama kak Hali. Tapi bedanya, Kak Hali masih punya emosi marah, tapi kalau Ais ya datar-datar aja hidupnya." Penjelasan Taufan yang menepikan mobilnya membuat Laze sedikit tenang.

     Setibanya di rumah mereka berjalan dengan penuh kecewa. Berharap akan menemukan Ais, tapi mereka harus menelan kenyataannya bahwa Ais tidak ditemukan.

     Entah apa yang sebenarnya terjadi kepada saudara mereka yang suka turu itu, walau Ais tak terlalu menonjol dari mereka. Tapi, mereka tetap menyayangi Ais dan tak pernah pilih kasih, kecuali Halilintar (?)

     Gempa yang menahan kecewa juga teringat kata-kata Halilintar tadi sore seperti tidak peduli dengan adik-adiknya. Akan tetapi, Gempa langsung teringat apa saja kebaikan yang sudah Halilintar lakukan kepada mereka. Halilintar berhasil menjadi sukses di usianya yang cukup muda dan mampu membiayai semua kebutuhan ke-7 adiknya.

     Gempa sedikit merasa bersalah tetapi juga sedikit kecewa kepada Hali. Akhirnya Gempa membersnikan diri untuk menemui Hali di kamar Halilintar. Gempa duga, pasti Halilintar sedang duduk di meja kerja sambil mengetik dokumennya. Ya, itu pemandangan yang sudah biasa.

     Gempa mulai mengetuk pintu dan berharap sang Kakak masih bangun saat itu. Dugaannya benar, Halilintar masih bangun di jam segitu.

     "Masuk!"

     Gempa dengan perlahan membuka pintu kamar hali yang terbuat dari kayu bercat merah itu. Akan tetapi, setelah masuk ke dalam, Gempa merasa tubuhnya kaku melihat pemandangan yang membuatnya terkejut.

     "K-kak? Lo??"

*bersambung


Berusaha Terlihat Kokoh. Angst HaliTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang