GC Bab 09: Drama

176 28 2
                                    


VOTE DULU BIAR GAK LUPA!


Tiga hari telah terlewat, selama itu pula Isma selalu membuntuti masnya saat pergi keluar. Terkadang pria itu pergi menemui teman-temannya, tapi kadang juga menemui Bianca.

Lalu saat ini rumah tengah rusuh karena ibu dan bapak sudah datang dengan membawa banyak barang, entah apa saja yang pasti kedua adik dan kakak itu hanya memasang wajah heran.

“Buk, ini sebenarnya apa sih? Kok banyak sekali?” Tanya Isma penasaran.

Ibu mendekatkan wajahnya pada telinga Isma, berbisik dengan suara sekecil mungkin agar Kalana yang berdiri di samping Isma tidak mendengar.

Isma manggut-manggut, “Oh jadi itu, bagus lah buk mending capat-cepat sebelum makin ganas.” Katanya dengan mata menyipit, ibu mengangguk semangat dan menatap Kalana penuh permusuhan.

Kalana bingung, sejak dari datang tadi sampai sekarang ibu menatapnya dengan pandangan kesal, sebenarnya ada apa? Dia bahkan tidak tau kesalahannya!

“Buk, jangan tatap Kalana seperti seorang kriminal.” Keluh nya sembari memegang tangan sang ibu, ibu melepas kan genggaman Kalana pelan. “Ibu lagi jengkel sama kamu Kalana, siap-siap nanti malam ya?” Katanya dengan penuh misteri.

*****

Berbeda lagi dengan Kalana yang tengah di buat bingung dengan tingkah sang ibu. Bianca, saat ini tengah menahan kesal lantaran keadaan harus menghentikannya saat ada seseorang yang menghardiknya di siang yang terik ini.

Udara tampak panas, sepanas tatapan dua wanita di depan warung buk Euis. Bianca memicing menatap tak suka pada perempuan gila yang menahannya dengan kata-kata sialan, di siang yang cukup panas ini Bianca harus bersabar menghadapi keong racun di depannya.

Sedari awal dia tinggal di desa ini perempuan bernama Lastri yang ada di hadapannya sekarang selalu saja mencari masalah dengannya. Bianca menebak si Lastri ini iri dengan kecantikannya yang bisa menarik perhatian Kalana. Ah mengingat pemuda itu dia juga jadi kesal, nanti dia harus memastikan sesuatu.

“Sudah ya mbak Lastri? Saya harus balik di tunggu sama mama soalnya.” Bianca masih tampak tenang menjaga emosinya agar tidak menjambak perempuan dengan baju ngejreng di depannya ini.

Lastri tersenyum sinis, “Ya sana pulang, awas kalo kamu masih berani deket-deket sama mas Kalana! Inget, dia itu calon suami aku, jadi kamu harus menjauh dari dia mulai sekarang atau aku akan mengadu pada ayah ku.”

Cih! Perempuan sedeng! Halu jangan ketinggian tante! Batin Bianca menggebu-gebu.

“Iya terserah orang-orang yang berbahagia deh.” Gumamnya yang tentu saja di dengar oleh Lastri, wanita itu lantas kembali menahan Bianca dengan wajah berang. Dia kesal saat mendengar gumaman gadis yang menurutnya tak seberapa ini terkesan merendahkannya.

“Kamu ngomong apa tadi?!” Tanya nya dengan tajam. “Terserah orang-orang yang berbahagia, memang kenapa?” Bianca pun seolah menantang kobaran api yang kini sudah meraja lela di hati Lastri.

“Kamu perempuan gak tau diri! Masih baru di sini sudah belagu, aku bisa mengadukan kamu pada ayah ku biar di usir sekalian dari desa ini!” Katanya dengan wajah kejam. Bianca pikir perempuan gila ini sangat kekanakan, menggunakan kekuasaan ayahnya yang merupakan seorang kepala desa untuk menekannya. Dia pikir Bianca takut begitu? Heh bermimpilah!

Ganti CangkangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang