“ Sebatas angin yang berhembus, mungkin sebatas itulah kau menghampiri diriku.” – Unknown
****
Kirana memutuskan kembali setelah menghabiskan beberapa jam di rumah Jane. Tubuh lelahnya dengan perlahan membuka pintu belakang rumah besar Bram. Lampu lampu sudah padam menandakan malam sudah larut. Dengan hati hati Kirana menyalakan satu lampu dapur.
Tubuh Kirana terpaku disuguhkan permandangan menjijikan dari Bram dan Claudia di dapur mereka sendiri. Keduanya saling berciuman. Butuh beberapa detik bagi Kirana untuk tersadar dari hal itu. Buru buru Kirana berbalik badan mengunci pintu belakang sembari mengengam erat kantongan plastik belanjaan Kirana bersama Jane dan Billy.
Kirana sempat memejamkan matanya saat mendengar dehaman Bram disertai dengan desahan Claudia yang disengajai. Memberanikan dirinya, Kirana menatap keduanya dengan datar. Kedua matanya sempat melirik segelas susu vanilla yang terjatuh membasahi lantai akibat ciuman Bram dan Claudia.
Sadar akan posisinya, Kirana segera meletakkan kantong belanjaannya di salah satu kursi terdekat lalu membersihkan lantai kotor tersebut beserta serpihan kaca dengan hati hati.
“ Buatkan aku susu lagi nanti, mengerti?” Ucap Claudia.
Kirana menganggukan sedikit kepalanya tanpa menoleh kearah keduanya. Beruntung Kirana membelakangi keduanya hingga Ia tidak perlu menyiapkan mental yang lebih besar lagi untuk melihat wajah menjijikan keduanya.
“ Kau dengar?” Tanya Bram dengan suara berat khasnya. Seulas senyum lirih terlukis di sudut bibir Kirana. Kedua matanya bergetar menahan perih lalu mengangguk kepala sekali lagi.
“ Segera saya buatkan.” Ucap Kirana membalikkan badannya. Namun karena terlalu terburu buru tidak menyadari Bram dan Claudia berada dibelakangnya, alhasil tubuh Kirana menabrak Claudia. Tubuh wanita seksi itu menabrak dada bidang Bram. Kirana hanya terdiam mendengar rintihan sakit Claudia. Dengan sengaja Claudia memamerkan kemesraan keduanya, berpura pura tersakiti hanya dengan dorongan ringan yang tidak disengaja.
“ Apa apaan sih kau,Kirana?!” Tukas Claudia menyentuh perutnya dengan mata berapi api, “ Kau mau membunuh bayiku?!” sambung Claudia.
“ Maaf, saya tidak sengaja. Saya,” Ucap Kirana terhenti mendapatkan tepisan tangan Bram padanya saat Kirana tidak sengaja mengangkat tangan hendak menjelaskan. Bram menatapnya dengan murka. Wajah tampan itu tampak sedikit memerah. Sedikit menunduk kepala mengelus perut langsing istrinya, Bram mencium perut itu beberapa kali sembari menatap Claudia.
“ Kau tidak kenapa kenapa kan,sayang?” Tanya Bram.
“ Tidak sayang. Mungkin kita harus segera mengeceknya. Aku takut terjadi apa apa dengan anak kita.” Jawab Claudia dengan mata berkaca kaca memeluk Bram.
Nafas Kirana seolah tercekik melihat keduanya hingga tanpa Kirana sadari sebelah tangannya menyentuh perutnya sendiri. Tubuhnya juga bertabrakan dengan tubuh Claudia tadi. Bagaimana keadaan bayinya? Apakah bayinya terluka?
Kirana baru saja hendak menjauhkan tangannya dari perutnya sendiri saat mendapati tatapan tajam Bram. Pria itu sepertinya mendapati Kirana mengelus perutnya sendiri. Sudut bibir Bram tersungging penuh kekejaman. Bram menatap Kirana dan perut datar Kirana dengan bergantian sembari mengelus lengan Claudia beberapa kali.
“ Kalau sesuatu terjadi, kau dan anak sialanmu tidak akan selamat.” Ucap Bram menekankan setiap kata yang Ia lontarkan sebelum akhirnya meninggalkan Kirana seorang diri di dapur.
YOU ARE READING
Black Paper
RomanceKau adalah putih. Aku adalah hitam. Seharusnya sudah dari dulu kusadari putih dan hitam tak akan pernah bersatu. Bagai tinta hitam tercoret diatas lembaran putih bersih, aku lah parasit dalam hidupmu. Terlalu banyak kata, terlalu banyak tindakan ya...