BAB 17

26.4K 2.2K 189
                                    

Ps: Bagi teman teman yang lagi puasa, nanti sore waktu berbuka puasa baru baca aja ya. Trims. :)

****

"Meskipun suatu hari nanti aku akan bersama orang lain, kamu akan tetap menjadi orang paling menakjubkan yang pernah aku temui." - Unknown.

***

Langit mulai gelap. Hujan mulai mengguyur bumi dengan deras. Kirana yang baru saja keluar dari ruangan interogasi tersebut pun menarik napas kuat sembari menatap keluar jendela kantor polisi.

Tangan tangannya masih mendingin karena interogasi tersebut. Kembali teringat dirinya akan bagaimana dirinya begitu takut dan gugup dibawah tatapan tajam dan menyelidik pak polisi. Kata demi kata pun keluar dari bibirnya. Kenyataan demi Kenyataan yang Ia ungkapkan tadi pula masih meninggalkan bekas di hati, sesak dan perih.

"Belum pulang bu?" Tanya Harry, Pak polisi yang menginterogasinya tadi, dengan ramah, berbanding terbalik saat dirinya sedang menjalankan tugasnya tadi.

"Iya. Belum dijemput pak." Jawab Kirana tersenyum tipis sembari mengangguk.

"Baiklah. Kalau begitu saya duluan ya bu." Tukas Harry membalas senyuman Kirana dengan sopan kemudian melangkah pergi menjauh.

"Pak!" Panggil Kirana tiba tiba

Kirana menahan napasnya ketika melihat langkah pak polisi tersebut berhenti. Dengan raut wajah hangat, pria paruh baya tersebut menatap Kirana dengan sebuah senyuman sopan.

Kirana mencoba mengontrol degupan jantungnya yang tiba tiba kian berdegup cepat. Kedua tangannya saling terkepal. Ia mengigit bibirnya, mencoba meredam keinginan yang tiba tiba muncul. Akal sehatnya mengingatkannya agar tidak melangkah terlalu jauh namun entah mengapa sudut hatinya memberontak dengan keras.

Kirana membasahi bibirnya setelah memutuskan dirinya dengan keputusan gila yang baru Ia ambil kemudian dengan tatapan penuh permohonan Ia membalas tatapan Pak Harry yang binggung.

"Saya ... bolehkah saya melihat keadaannya?" Tanya Kirana hati hati mengejutkan Pak Harry. Keningnya menyergit.

"Maksud Ibu, Ibu mau menjenguknya?" Tanya Pak Harry mengerti dengan arah pembicaraan Kirana.

"Saya hanya ingin melihatnya. Bisakah bapak mengijinkannya?" Tanya Kirana

Pak Harry tampak berpikir keras. Ia menatap Kirana dengan sebelah alisnya terangkat, heran mengapa Kirana yang notabane sebagai korban yang sudah seharusnya membenci Bram malah ingin menemui tersangka. Tatapannya menyeledik, mencoba menemukan tanda tanda mencurigakan yang sudah Ia geluti selama puluhan tahun tersebut namun tidak ada hal mencurigakan apapun yang Ia temukan selain permohonan wanita rapuh dihadapannya. Ia menarik napas kuat setelah melihat jam tangannya.

"Baiklah. Saya akan mengantar anda ke sel tahanannya tapi ingat hati hati. Jangan berjalan terlalu mendekati sel tahanan karena apapun bisa terjadi. Mengerti?" Tukas Pak Harry mengingatkan.

Sebuah senyuman langsung terlukis diwajahnya membuatnya terlihat lebih cantik. Wajah Kirana dengan kantung mata yang cukup mengerikan karena tidak tidur semalaman menjadi lebih bercahaya.

Kirana mengangguk mengerti kemudian mengikuti langkah Pak Harry dari belakang. Langkah demi langkah terasa begitu mendebarkan dada. Ia memeluk tubuhnya sendiri ketika melewati sel tahanan yang terlihat begitu mengerikan.

Kirana terkejut ketika tangannya di sentuh oleh salah satu tahanan dari sel yang Ia lewati. Ia langsung melangkah menjauh sembari menahan pekikan sementara Pak Harry yang melihat tersebut langsung memarahi tahanan tersebut.

"Hati Hati. Sudah saya bilang disini rawan. Kamu tetap berjalan dibelakang saya. Jangan terlalu mendekati sel tahanan." Tukas Pak Harry khawatir

Kirana mengangguk mengerti sembari menyentuh tangannya, bekas sentuhan tiba tiba tahanan yang menyisakan debaran dalam dada. Langkahnya terhenti ketika Pak Harry menghentikan langkahnya. Pak Harry menunduk, mengambil pisau silet yang tampak sengaja dibuang di tengah lorong.

"Siapa yang mengambil pisau silet?!" Teriak Pak Harry mengejutkan seisi lorong.

Beberapa tahanan yang sempat Kirana lihat tidur dan duduk di sudut sel langsung berlari mendekati tiang besi sel tersebut sambil menatap mereka dengan penasaran.

"Siapa?!!" Teriak Pak Harry sembari menatap seisi lorong.

Black PaperWhere stories live. Discover now