BAB 3

42.6K 3.4K 161
                                    

“ Jejakmu masih terekam jelas dibenakku, seperti kaca jendela yang masih membeku, sisa hujan malam tadi.”– Unknown

                               ****

Ibarat nasi berubah menjadi bubur, Kirana benar benar membuktikan perkataannya.Semua benar benar terasa berbeda dan asing sejak malam itu.Kirana benar benar berusaha melupakan Bram dalam hatinya.

Pagi hari Kirana menyelesaikan pekerjaan rumah sebelum Bram dan Claudia bangun. Setelah Bram dan Claudia bangun, Kirana sudah meninggalkan rumah mewah itu beristirahat di rumah Jane selama kurang lebih satu jam sebelum akhirnya Kirana pergi bekerja lagi dan pulang setelah malam sudah menunjukan pukul sepuluh.     

Awalnya semua terasa sangat sulit mengingat ada satu nyawa dalam kandungannya. Beberapa kali Kirana mendapati dirinya kelelahan namun Kirana tidak menyerah. Kirana tahu Ia hanya tinggal seorang diri, tidak ada orang yang bisa memberi sandaran padanya selain Jane dan Billy yang seharusnya tidak berkewajiban melakukan semua itu.

Bram, pria itu tidak hanya membuatnya mengenal cinta. Bram juga  membuatnya mengenal bagaimana sakitnya sebuah cinta, bagaimana rasanya menderita. Yang paling penting adalah Bram mengajarkan Kirana untuk bertanggung jawab terhadap hidup Kirana sendiri dan anak yang Kirana kandung, anak Kirana.     

Mengingat hal itu Kirana langsung menundukan sedikit kepalanya menatap perutnya yang mulai membuncit.Ada rasa bahagia dan kagum menyelimuti hatinya ketika kedua jemarinya menyentuh perutnya. Walau tidak dapat Kirana pungkiri akan banyak cemooh yang akan Kirana dapatkan setelah perutnya membuncit besar seperti Ibu hamil pada umumnya. Hinaan di rumah Bram, di kantor dan disekitarnya. Namun Kirana berusaha untuk tidak memikirkan hal itu lebih jauh.Ini adalah keputusan yang Kirana ambil.     

Dengan langkah perlahan Kirana berjalan ke halaman belakang rumah Bram, berencana untuk mengambil gelasyang  tidak sengaja Kirana tinggalkan tadi sehabis menjemur pakaian. Sedikit bersenandung menyanyikan lagu untuk bayinya, Kirana mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Seketika itu Kirana merasakan tubuhnya menegang mendapati Bram duduk di tepi kolam renang.

Punggung tegap Bram menghadap dirinya. Hampir tiga bulan Kirana tidak pernah bertemu apalagi bertegur sapa dengan Bram. Kini melihat Bram membelakanginya membuat Kirana semakin sadar akan kebenaran tindakannya selama beberapa bulan ini. Inilah akhirnya, Ia dan Bram seperti dua kutub magnet yang tidak akan pernah bisa bersatu, tidak akan pernah bisa saling memandang.      

Kedua mata Kirana mengerjap melihat Claudia muncul diatas permukaan air. Wanita cantik itu melambaikan tangan kepada suaminya, memperlihatkan tubuhnya dalam balutan bikini berwarna merah muda. Bram turun kedalam kolam renang lalu bergabung bersama istrinya. Beberapa kali Bram mengelus perut Claudia yang sudah mulai membesar dan memberi kecupan di sekitar perut Claudia hingga membuat Claudia terkikik.     

Melihat hal itu Kirana langsung membalikkan tubuhnya, seolah terlalu takut membiarkan bayi dalam kandungannya melihat hal itu. Dengan sigap kedua jemari tangannya mengelus perutnya sembari mengigit bibir selama beberapa saat, menahan rasa sakit yang tidak pernah terasa asing baginya.

Kirana mengangkat sedikit kepalanya, berusaha memperoleh udara yang mulai menghimpit dada sesaknya. Kau tidak apa apa kan,sayang? Kau tidak melihat itu kan,sayang?

Seketika itu Kirana kembali merasakan perih pada kedua matanya.Sial. Kenapa ini bisa terjadi lagi sih??, gumam Kirana dalam hati. Usahanya gagal hanya karena menyaksikan semua itu.

Apakah hal ini terjadi karena Kirana masih tinggal satu atap dengan Bram sehingga semua yang ada dalam rumah ini akan selalu mengingatkannya dengan semua yang pernah Bram lakukan padanya?    

Black PaperWhere stories live. Discover now