Alfath Nugraha
Katanya di kala menjelang pagi, malaikat akan turun ke dunia untuk menyucikan bumi dari kejahatan setiap hari sekali. Ara percaya itu, sewaktu matahari mulai menyembul keluar di garis horizon dan sang purnama menyelinap pergi. Ara memuja para malaikat dengan melantunkan lagu-lagu dan menghidangkan sajian berupa buah-buahan ranum dari hutan dan meletakkannya di tebing bukit tertinggi yang bisa dicapai.
Ara rutin melakukan ritual pemujaan ini saban hari bersama dengan sahabat sebayanya, Diana dan Eva. Sejak pagi-pagi buta mereka dibangunkan oleh para tangan lembut malaikat yang duduk-duduk mengawasi di langit sambil tersenyum. Setelah membasuh muka di sungai supaya menghilangkan kantuk, mereka mulai berlari secepat cahaya bintang-bintang melintasi semesta, mencari buah-buahan paling lezat untuk diberikan kepada malaikat-malaikat.
Seusai mengumpulkan segala sesuatu yang dibutuhkan, Ara dan kedua temannya menempatkan sajian itu di bawah cahaya mentari pertama yang jatuh di ujung tebing dan memohon keberkahan diturunkan kepada mereka.
Tak disangka-sangka, doa mereka terkabulkan. Terdengar suara dentuman keras sekali, ternyata malaikat turun dari langit, jatuh dalam kecepatan tinggi dan menghantam padang rerumputan luas di bawah tebing. Ketiga gadis itu terkesiap, nyaris tidak percaya dengan apa yang terjadi. Tampak bulu-bulu indah berwarna putih keemasan dari sayap malaikat berguguran di angkasa yang menguning.
"Seorang malaikat turun ke dunia!" pekik Ara bahagia.
"Sangat luar biasa!" sahut Diana terharu. "Aku tidak pernah menyangka akan bertemu kesatria langit sepanjang hidupku!"
Eva sangat takjub, dia kehabisan kata-kata dan nyaris tidak mempercayai penglihatannya sendiri. Penantian panjang berdoa dengan khusyuk selama berbulan-bulan ini berakhir dengan perayaan kedatangan makhluk digdaya yang dipenuhi keajaiban.
"Aku harap malaikat itu akan membagikan kurnianya kepada negeri ini, terutama diriku," celetuk Diana.
"Aku pun berharap demikian!"
"Tunggu sebentar, teman-teman, sepertinya ada yang ganjil." Ara memicingkan mata sambil menunjuk ke arah rerumputan. "Malaikat itu tampak aneh, seperti sedang merasakan kesakitan."
Diana dan Eva berhenti bersorak gembira, lalu mulai mengamati malaikat yang terjerumus di antara semak-semak itu baik-baik.
"Astaga!" Diana menangkupkan mulut. "Dia terluka! Ada sesuatu yang menancap di dada sang cahaya langit!"
"Sungguh keterlaluan sekali siapa pun yang melukai sang malaikat!" hardik Eva dongkol. "Berdosalah dia!"
"Hentikan dulu kemurkaanmu, Eva, sebaiknya kita segera menolong sang malaikat terlebih dahulu!"
Diana dan Eva menganggukkan kepala, lekas-lekas mereka menuruni bukit dan menghampiri malaikat yang terkapar tak berdaya tertusuk anak panah raksasa dengan lumuran darah emas di sekujur gaun kirana yang putih bersih mengilap. Rambut sang malaikat berwarna putih panjang tergerai, tepat di atas kepalanya terdapat mahkota melayang berbentuk lingkaran yang terbuat dari emas. Ukuran tubuhnya lebih dari dua puluh meter dengan sepasang sayap putih indah yang terluka. Sang malaikat punya tiga pasang tangan lentik dan sepasang kaki jenjang seperti wanita cantik.
"Aku tidak menduga bahwa malaikat bisa terluka, tak hanya itu saja, keseluruhan badannya pun terlihat begitu indah untuk dilihat mata penuh dosa sepertiku!" Diana berdecak kagum.
Siapa pun orang di dunia akan setuju dengan pendapat Diana, tak terkecuali Ara dan Eva, bahkan jutaan puisi tidak akan bisa menggambarkan keelokan paras entitas luar biasa itu.
"Terima kasih atas sanjunganmu, duhai ... para penghuni bumi yang kami sayangi di langit," sahut sang malaikat, suaranya selembut sutra terbaik dan menggetarkan hati ketiga gadis polos itu. "Bolehkah aku meminta sedikit bantuan?"
Sejenak Ara, Diana, dan Eva terlena dalam suara malaikat yang merdu dan menenangkan. Ditatapnya pemandangan mengagumkan ini lama-lama.
"Tentu saja boleh! Banyak pun tak masalah Tuan Malaikat!" sergah Eva penuh semangat ketika sedikit setengah sadar. "Apa bantuan yang engkau perlukan?"
Sang malaikat terbatuk-batuk, lalu berkata, "Kemarilah kalian, berkumpul dalam telapak tanganku yang suci."
Mereka bertiga mengikuti kata-kata itu tanpa bertanya lebih jauh, seakan terhipnotis oleh pikatan magis dari perkataan malaikat. Setelah mereka berdiri seperti anjing patuh dalam telapak tangan yang besar melebihi rumah mereka sendiri, cahaya keemasan menyelubungi ketiga gadis itu. Dalam benak mereka yang mengambang bebas, sang malaikat bersedih, menitikkan air mata.
"Masa-masa damai tidak bisa diperoleh tanpa pengorbanan, perang kembali berkecamuk dan para malaikat tidak boleh mengalami kekalahan. Semoga pengorbanan kalian tidak sia-sia. Para manusia yang dikasihi, kepercayaan kalian pada kami sangat membantu dalam memerangi kegelapan."
Ketiga gadis itu memahami perkataan manis malaikat yang busuk dalam senyuman palsu, tapi segala sesuatu telah terlambat. Tatkala sinar kematian menyerap kehidupan mereka hingga habis tak tersisa demi memulihkan sang kesatria langit dari luka. Sisanya, tulang mereka, dicampakkan malaikat yang kini telah terbang menuju cakrawala selayaknya onggokan sampah.
Tamat
KAMU SEDANG MEMBACA
CerMin Laskar Pemimpi
AléatoireKumpulan cerita mini yang ditulis oleh member Laskar Pemimpi